Beranda Advertorial Waspada Hoax Vaksin Berbahaya, Dinkes Banten Paparkan Dampak Positif Kesehatan Anak di...

Waspada Hoax Vaksin Berbahaya, Dinkes Banten Paparkan Dampak Positif Kesehatan Anak di Imunisasi

Kepala Dinkes Banten Ati Pramudji Hastuti.

SERANG – Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Banten mengingatkan tentang hoax bahaya imunisasi terhadap anak.

Dinkes Banten memaparkan data tentang capaian dampak positif bagi kesehatan bagi anak yang mendapat imunisasi.

Kepala Dinkes Banten, Ati Pramudji Hastuti mengatakan, imunisasi merupakan upaya pencegahan yang amat bermanfaat untuk mencegah penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan imunisasi.

Menurutnya, imunisasi bertujuan untuk melindungi anak atau individu dari penyakit tertentu, menurunkan angka kejadian penyakit dan pada akhirnya mengeradikasi suatu penyakit.

“Dalam masyarakat, baik di Indonesia maupun di luar negeri, sering kali terdengar pendapat atau persepsi yang keliru tentang imunisasi,” katanya.

Ia memaparkan, perspektif keliru yang sering terjadi di masyarakat tentang penyakit telah menghilang sebelum vaksin diperkenalkan, akibat perbaikan sanitasi dan higiene, sehingga tidak perlu imunisasi.

Padahal dalam catatan sejarah, Cacar (variola, smallpox) adalah suatu penyakit yang fatal pada abad ke 19. Tapi berkat program imunisasi yang terus menerus, penyakit ini dapat dieradikasi dan dunia dinyatakan bebas cacar pada tahun 1979.

Ia menjelaskan, imunisasi merupakan suatu teknologi yang sangat berhasil di dunia kedokteran yang oleh Katz di tahun 1999 dikatakan sebagai sumbangan ilmu pengetahuan yang terbaik yang pernah diberikan para ilmuwan di dunia ini.

“Imunisasi merupakan satu upaya kesehatan yang paling efektif dan efisien dibanding dengan upaya kesehatan lainnya,” jelasnya.

Selain itu, pengalaman negara maju seperti Inggris, Swedia dan Jepang, menunjukkan bahwa penghentian program imunisasi pertusis (batuk rejan, batuk 100 hari) karena kekhawatiran terhadap efek samping vaksin, menimbulkan dampak peningkatan penyakit pertusis.

Di Inggris, penurunan imunisasi pertusis pada tahun 1974 diikuti oleh epidemi pertusis dengan lebih dari 100.000 kasus dan 36 meninggal pada tahun 1978.

Baca Juga :  Dinkes Banten Minta Kabupaten/Kota Serahkan Data Nakes yang Akan Divaksin

Di Jepang pada kurun waktu yang hampir sama, terjadi penurunan cakupan imunisasi pertusis dari 70 persen menjadi 20 persen sampai 40 persen.

Hal itu diikuti dengan peningkatan kasus pertusis dari 393 dan tanpa kematian pada tahun 1974 menjadi 13.000 kasus pertusis dan 41 meninggal pada tahun 1979.

Di Swedia, angka kejadian pertusis per 100.000 anak umur 0-6 tahun meningkat dari 700 kasus pada tahun 1981 menjadi 3.200 pada tahun 1985.

Untuk penyakit difteria, dapat dikaji data propinsi Ontario, Kanada yang mempunyai data morbiditas, mortalitas dan case fatality rate untuk kurun waktu 1880-1940.

Sebelum ditemukan antitoksin difteria, mortalitas difteria melampaui 50 per 100.000 populasi pada masa tersebut.

Mortalitas menurun menjadi sekitar 15 per 100.000 pada Perang Dunia I, meski pun angka morbiditas tidak menurun.

Setelah penggunaan toksoid difteri secara luas pada akhir tahun 1920, penyakit difteria menurun drastis.

“Dari pengalaman tersebut jelas bahwa dampak imunisasi lebih besar daripada perbaikan sanitasi. Penghentian imunisasi akan meningkatkan kembali angka kejadian penyakit,” jelasnya.

Selain itu, perspektif salah juga kerap terjadi pada anak yang sakit usai divaksinasi.

Menurutnya, pendapat yang salah ini sering dijumpai dalam rumor maupun dalam literatur kelompok anti vaksin.

“Ketimpangan ini dapat diterangkan dengan faktor pertama yaitu tidak ada vaksin yang efektif 100 persen. Efektivitas sebagian besar vaksin pada anak adalah sebesar 85 persen sampai 95 persen, tergantung respons individu,” ucapnya.

Faktor kedua adalah proporsi anak yang diimunisasi lebih banyak dibanding proporsi anak yang belum diimunisasi di negara yang telah menjalankan program imunisasi.

Ia menegaskan, vaksin merupakan produk yang sangat aman. Hampir semua efek simpang vaksin bersifat ringan dan sementara seperti nyeri pada bekas suntikan atau demam ringan.

Baca Juga :  Dinkes Banten Monitoring Penguatan Penggunaan Buku KIA di Kronjo Tangerang

“Dengan demikian imunisasi amat penting dan berguna untuk mencegah penyakit,” tegasnya. (Adv)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News