Beranda Hukum Warga Tangsel Mengaku Tak Diberi Kompensasi Setelah Rumahnya Akan Digusur

Warga Tangsel Mengaku Tak Diberi Kompensasi Setelah Rumahnya Akan Digusur

Bambang Sugiarso.

 

TANGSEL – Warga Jalan Puri Intan, RT04 RW17, Kelurahan Pisangan, Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan (Tangsel) geram dengan tingkah Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta yang membongkar rumah yang sudah sah kepemilikannya.

Bambang Sugiarso (67) salah satu warga yang menjadi korban penggusuran UIN tersebut merasa kebingungan akan bertempat tinggal dimana setelah penggusuran yang, kata dia, akan dieksekusi pada tanggal 12 Desember 2019.

Bambang menilai pihak UIN tak punya hati nurani serta rasa kemanusiaan. Pasalnya, pihak kampus Islam Negeri tersebut tak memberi kompensasi sepeser pun terhadap para warga yang terkena gusur.

Untuk mempertahankan tempat tinggalnya itu, kepada awak media, Bambang memperlihatkan bukti-bukti kepemilikan seperti Akta Jual Beli (AJB), Surat Tidak sengketa, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan AJB penjual.

Menurut Bambang, dirinya membeli rumah itu waktu tahun 1984 dari Yayasan Pendidikan Madrasah Islam Indonesia (YPMII) yang masih di bawah Kementerian Agama.

Waktu awal membeli rumah itu dirinya tidak tahu bahwa oknum YPMII yang menjual tanah itu yang bernama Syarif Sudiro telah melakukan tindak pelanggaran dengan cara memperjual belikan tanah negara untuk kepentingan pribadi. Akibatnya Syarif pun dipenjara sampai meninggal.

Kini, Bambang beserta warga lain tak bisa berkata apa-apa lagi. dirinya hanya pasrah berharap dari pihak UIN memberikan kompensasi.

“Sudah beberapa kali pengacara dari UIN mendatangi saya agar rumah ini segera dikosongkan. Ya mau gimana lagi. Kita sih pengennya diberi kompensasi meskipun tidak terlalu besar minimal cukup untuk kita ngekos. Kalau kaya gini kita mau tinggal dimana?,” ungkap Bambang kepada BantenNews.co.id di kediamannya, Selasa (10/12/2019).

“Ya saya rumah ini ‘beli’ loh dulu sekitar dulu itu 5 juta tahun 1984. Kalau untuk luas tanahnya ini 500 meter, sedangkan bangunannya 400 meter. Jadi tolong lah. Kami ini kan sudah tua-tua, pensiunan, hidup pas-pasan, masa tega menelantarkan begitu saja,” tambahnya.

Baca Juga :  Polres Cilegon Bakal Gelar Razia Rutin, Kasatlantas : Masyarakat Tak Perlu Takut

Jika tidak, lanjut pria pensiunan Pondok Indah itu, dirinya diberi waktu lagi untuk menjual barang-barang yang ada di rumahnya itu seperti genteng, kayu, kursi, meja, dan lain-lain agar dia mempunyai uang ketika pindah.

“Sudah ada beberapa orang yang pengen membeli barang-barang saya ini tapi harganya miring sekali. Sedangkan kayu jendela ini saja dari kayu jati. Saya sih mematok harga untuk barang-barang saya ini 50 juta, tapi banyak yg nawar 30 bahkan ada yang 20 juta. Jadi bingung ini,” jelasnya.

Diluar kerasnya pembangunan dan penggusuran itu, papar Bambang, fenomena seperti serangan stroke kepad korban gusur sampai kematian sering terjadi di lengkup penggusuran UIN itu.

“Itu waktu penggusuran 2017 ada yang sampai stroke sampai digotong-gotong itu. Bahkan ada yang sampai meninggal 2 orang. Sedangkan yang stroke 3 orang,” pungkasnya.

Hingga berita ini diturunkan, wartawan masih berupaya mengkonfirmasi pihak UIN Jakarta. (Ihy/Red)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News