SERANG – Kejaksaan Tinggi Banten dan Kejaksaan Negeri Pandeglang angkat bicara terkait cuitan yang viral di Twitter terkait penanganan kasus Undang-undang ITE. Kasus itu sendiri telah memasuki tahap persidangan di Pengadilan Negeri Pandeglang.
Kepala Kejari Pandeglang, Helena Octavianne membantah terkait cuitan di Twitter yang menyatakan bahwa Kejari Pandeglang melakukan intimidasi pada korban dan keluarganya saat melakukan konsultasi di Posko Akses Keadilan Perempuan dan Anak.
Twitter, do Your Magic ?
PART II: KEJANGGALAN PROSES HUKUM
Adik saya diperkosa. Pelaku mmaksa mnjadi pacar dgn ancaman video/revenge porn. Slama 3 thn ia brtahan penuh siksaan.
-UTAS-
— Iman Zanatul Haeri (@zanatul_91) June 26, 2023
Helena membeberkan, pada saat itu korban dan kedua kakaknya datang ke posko untuk melaporkan terkait pemerkosaan yang dialami korban. Dirinya mengaku mempersilakan korban untuk melaporkan kejadian tersebut ke Polda Banten dan sempat mempertanyakan terkait visum lantaran kejadian tersebut sudah terjadi sekitar 3 tahun lalu.
“Pada Senin sesudah sidang korban datang ke kejaksaan. Posko akses keadilan kejari. Ngobrol disitu maksud abangnya ingin melaporkan pemerkosaan, kami tahunya kasus ITE, berkas di Polda dan Kejati.
Visum perkara 3 tahun lalu,” bantah Helena saat melakukan zoom meeting bersama Kajati Banten, Senin (26/6/2023).
PART III: PAKET HUKUM vs Twiter
Adik saya diperkosa. Pelaku memaksa menjadi pacar dengan ancaman video/revenge porn. Selama tiga tahun ia bertahan penuh siksaan, pemukulan, pemerasan dan berbagai ancaman. tapi sepertinya hukum tidak dipihak kami.
— Iman Zanatul Haeri (@zanatul_91) June 26, 2023
Helena juga membantah terkait melarang keluarga korban menggunakan pengacara dan mengusir keluarga dan pengacara saat mengikuti sidang. Kata dia, sidang yang diikuti korban merupakan sidang tertutup dan kewenangan tersebut berada di hakim.
“Kami tidak pernah melarang kami hanya menyatakan bahwa jaksa mewakili korban sehingga yang memakai pengacara adalah terdakwa. Persidangan tertutup dan nggak pernah mengusir, tetap hakim di pengadilan yang mempunyai kewenangan,” tegasnya.
Terakhir, Helena juga membantah ada jaksa yang mengajak korban bertemu di luar rumah. Sebab, pada saat korban menghubunginya yang menyatakan ada jaksa D mengajak ketemuan di luar yang dimaksud oleh korban sedang berada persis disampingnya.
“Korban menghubungi saya katanya ada jaksa Desi menghubungi korban padahal Bu Desi lagi sama saya bersama Kasi dan Kasubag bin, ada apa ya. Saya cek nomor tersebut dan yang keluar itu namanya Ira apa Ina gitu, mungkin dihack atau ada apa. Saya bilang ini Bu Desi ada di dekat saya dan korban bersama Bu Desi langsung ngomong. Jadi mohon maaf kami tidak ada intimidasi dan kami di Posko akses Keadilan Perempuan dan Anak memberikan souvernir boneka sama korban,” tutupnya.
(Med/Red)