SERANG – Tak sampai lima belas menit Rahman memarkirkan sepeda motornya di Jalan Samaun Bakri, Kota Serang. Warga Cimuncang, Kecamatan Serang ini menyerahkan uang selembar Rp2.000 kepada juru parkir (jukir).
Dalam Peraturan Daerah (Perda) Kota Serang Nomor 13 tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah disebutkan tarif retribusi pelayanan parkir di TJU yakni Rp1.000 untuk kendaraan roda dua (R2) dan Rp2.000 untuk kendaraan roda empat (R4). “Dikasih seribu diterima, dikasih dua ribu juga gak ada kembalian. Gak pernah dikasih karcis parkir,” ujar Rahman, Senin (15/8/2022).
Dalam menjalankan tugasnya, para jukir dilengkapi surat perintah tugas (SPT) sebagai identitas resmi. Selain itu mereka juga dilengkapi dengan karcis parkir. Akan tetapi pada faktanya, banyak jukir yang tidak memberikan karcis parkir.
Pama (bukan nama sebenarnya), salah satu jukir di Jalan Diponegoro-Veteran, malah mengaku tidak semua jukir mengantingi karcis parkir. Namun, jukir yang sudah ditugaskan oleh Dishub Kota Serang sudah pasti memegang dan namanya tertera dalam SPT.
“Karcis parkir ada yang megang ada yang nggak, karena masalahnya biasanya karcis parkir itu hanya untuk mobil-mobil, mobil barang untuk laporan ke kantor-kantor,” ujarnya kepada tim Klub Jurnalis Investigasi (KJI) pada pertengahan Juli 2022 lalu.
Setiap harinya ia bertugas selama 6 jam, nantinya uang parkir yang diperoleh akan diserahkannya kepada koordinator. Di lapangan para jukir mengenal ada dua koordinator yaitu koordinator pada titik parkir yang sudah ditugaskan oleh Dishub dan koordinator wilayah.
“Kalau untuk masalah yang setor ke Dishub saya enggak tahu (jumlahnya) ya, itu kan yang megang koordinator langsung. Kalau saya sih sistemnya langsung saya kasih ke koordinatornya, dapat berapa nanti saya digaji ibaratnya dan nggak pasti dapat berapa,” katanya.
Terkait aturan besarnya tarif parkir, Pama mengaku dirinya tidak diberitahu oleh Dishub dan dalam SPT pun tidak dicantumkan. Selama ini ia juga tidak pernah mematok berapa tarif yang harus dibayar pengendara.
“Kalau tarif normal Rp2 ribu cuma saya nggak pernah matok, mau dikasih berapa aja nggak apa-apa. Di SK (SPT) tu nggak tertera sih. Ya kita sama-sama mengerti, yang penting seumpamanya gini koordinatornya ya pasti dia menyetor ke Dishub kan, nah itu mah urusan koordinator,” ucapnya.
Sementara itu di tempat terpisah, seorang koordinator parkir di salah satu pasar yang minta namanya tidak disebutkan ia bertugas mengawasi 10 jukir yang dibagi ke dalam 4 titik. Dari setiap titik, ia mendapat besaran setoran per hari dari para jukir yakni sekitar Rp5 ribu sampai Rp10 ribu.
Setoran itu terbilang kecil dari yang sudah ditargetkan Dishub sebab skema target tidak berjalan lantaran hanya beberapa jukir yang menyetorkan kepadanya. Beberapa jukir malah menyetor ke oknum yang disebut-sebut sebagai backing.
“Saya cuma fasilitator ya, jadi mereka itu ada yang setor ke masjid ada yang macam-macam lah pengakuan di lapangan. Di sini (target) nggak berjalan, per titik itu Rp5 ribu – Rp10 ribu nggak tetap. Padahal sudah saya jelasin harus ada PAD (pendapatan asli daerah-red) yang tercapai,” jelasnya.
Sesuai yang tercantum dalam SPT, sejumlah koordinator parkir TJU yang disebar oleh Dishub Kota Serang diberikan 8 tugas pokok. Di antara tugas itu yakni untuk memungut setoran retribusi parkir dari petugas jukir setiap hari dan menyetorkannya kepada Rekening Bendahara Penerimaan Dishub Kota Serang pada bank bjb, serta membina, mengawasi dan mengevaluasi petugas jukir di wilayah tersebut.
Akan tetapi, penunjukkan posisi koordinator parkir serta tugasnya itu tidak tercantum dalam peraturan-peraturan yang menjadi dasar pengeluaran SPT diantaranya pada Peraturan Wali Kota Serang Nomor 21 tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Perparkiran.
Dalam peraturan itu hanya menyebut petugas parkir yang sebagaimana adalah orang yang diberikan kepercayaan oleh penyelenggara parkir yang tugasnya adalah untuk mengatur keluar dan masuk kendaraan ke tempat parkir dengan memperhatikan arus lalu lintas di lokasi parkir.
Kewajiban petugas parkir semakin dipertegas dalam Pasal 18 di Peraturan Wali Kota Serang Nomor 21 tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Perparkiran yaitu petugas parkir berkewajiban untuk memberikan pelayanan masuk dan keluarnya kendaraan di tempat parkir yang menjadi tanggung jawabnya, menjaga ketertiban dan keamanan terhadap kendaraan yang diparkir di tempat parkir yang menjadi tanggung jawabnya dan mengatur batas-batas parkir atau petak parkir yang telah ditetapkan.
Penjelasan mengenai peran itu lebih sesuai dengan tugas pokok dari jukir dalam SPT, yang membedakan dalam Peraturan Wali Kota Serang Nomor 21 tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Perparkiran tidak menyebutkan petugas parkir untuk memungut retribusi parkir.
Selanjutnya pada Perda Kota Serang Nomor 2 tahun 2019 tentang Perubahan atas Perda Kota Serang Nomor 13 tahun 2011 tentang Retribusi Daerah yang turut dijadikan dasar penerbitan SPT untuk koordinator dan jukir hanya membahas terkait jenis retribusi parkir dan nominal tarif parkir.
Di Kota Serang terdapat 13 koordinator parkir dan 500 jukir yang dibekali SPT oleh Dishub. Mereka bertugas di 74 titik parkir.
Keberadaan para kordinator dan oknum-oknum yang disebut sebagai ‘backing’ diduga menjadi salah satu penyebab uang parkir tidak utuh masuk ke kas daerah. Hal ini juga terlihat dari target pendapatan retribusi parkir yang tidak tercapai padahal potensinya cukup besar.
Dari data yang diperoleh Tim KJI, pada tahun 2016 Pemkot Serang telah menetapkan target parkir TJU sebesar Rp 1.017.590.000 dan terealisasi Rp 570.552.000. Sedangkan pada tahun 2017, target retribusi parkir TJU naik menjadi Rp 1.331.271.800, namun realisasi yang didapat menurun yakni sebesar Rp 532.350.000.
Selanjutnya pada 2018, retribusi parkir TJU ditargetkan sama dengan tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp1.331.271.800 akan tetapi capaiannya justru semakin menurun yakni hanya terealisasi senilai Rp410.445.000.
Pemkot Serang kembali menargetkan retribusi parkir pada 2019 dengan besaran yang sama dengan dua tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp 1.331.271.800 dan terealisasi Rp529.030.000.
Lalu pada tahun 2020, Pemkot Serang menurunkan target retribusi parkir lantaran target dari tahun-tahun sebelumnya tidak tercapai yakni menjadi Rp 500.000.000 dan target tersebut berhasil dilampaui dengan realisasi senilai Rp 559.998.000.
Di tahun berikutnya tepatnya 2021, Pemkot Serang menaikan target retribusi parkir sebesar Rp1.294.650.000. Namun lagi-lagi target tersebut tidak tercapai dan sempat menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Wilayah Provinsi Banten.
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LHP LKPD) Kota Serang tahun 2021 yang diperoleh Tim KJI, disebutkan retribusi pelayanan parkir TJU hanya terealisasi Rp 897.957.000 atau 69,36 persen.
Tumpang Tindih
Tim KJI juga menemukan dugaan tumpang tindih pengelolaan objek parkir di antara Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) dan Dishub Kota Serang. Di tempat parkir yang terdapat dalam restoran cepat saji dan salah satu bank yang berada di Jalan Veteran-Diponegoro, terdapat jukir yang ditugaskan oleh Dishub Kota Serang. Padahal restoran dan bank tersebut sudah membayar pajak parkir di Bapenda Kota Serang sehingga pegunjung gratis parkir di area parkir milik perusahaan dan bank tersebut. Namun nyatanya ada petugas parkir di sana sehingga pengunjung harus membayar parkir ke juru parkir.
Salma satu pengunjung salah satu bank di Jalan Diponegoro mengaku dirinya kerap ditarik biaya parkir dikarenakan ada petugas jukir yang berjaga.
“Saya bayar parkir karena ya itu ada yang jagain dan kalau nggak dikasih kadang dilihatinnya nggak enak. Di jalan ini misal dari sini mau ke restoran itu aja udah ada berapa tukang parkir yang narik,” kata Salma, Rabu (10/8/2022) lalu.
Ditemui terpisah menyangkut temuan tersebut, Kepala Sub Bidang Pajak Parkir dan Hiburan pada Bapenda Kota Serang, Rizki Ikhwani menyebutkan ada sekitar 90 objek pajak parkir yang ditetapkan Bapenda dan tertuang dalam Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD).
Restoran cepat saji dan sejumlah perbankan yang berada di ruas Jalan Diponegoro-Veteran sudah ditetapkan sebagai objek pajak parkir oleh Bapenda Kota Serang. Penetapan restoran sebagai objek pajak parkir tercantum di Perda Kota Serang Nomor 17 tahun 2010 tentang Pajak Daerah dalam Pasal 13 disebutkan restoran adalah objek pajak di bawah pengelolaan Bapenda.
Kemudian pada Pasal 39 dijelaskan bahwa objek pajak parkir adalah penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor.
“Secara faktanya, area parkir di kawasan Burger King itu sudah menjadi wajib pajak kita,” kata Rizki kepada tim KJI pada Jumat (12/8/2022) lalu.
Rizki menjelaskan untuk pembayaran pajak parkirnya sudah dibayarkan oleh pihak manajemen atau pemilik usaha. “Sehingga seharusnya pelanggan tidak perlu membayar parkir ke jukir yang disediakan Dishub. Selagi fasilitas parkir itu menjadi fasilitas pokok usaha itu wajib menjadi objek pajak juga terkait masalah parkirnya. Siapa yang membayar? Pihak manajemen, kalau misalkan di lokasi parkir dikelola oleh perorangan, perorangan yang kita tarik gitu. Kalau pakai perusahaan berbadan hukum, badan hukumnya bukan manajemennya lagi, kurang lebih begitu,” jelas Rizki.
Sementara itu, Kepala Dishub Kota Serang Heri Hadi mengklaim penempatan jukir oleh pihaknya sudah sesuai dengan aturan yang ada dan bukan berada di objek pajak parkir Bapenda.
“TKP (Tempat Khusus Parkir) cuma ada dua, sisanya kita hanya mengelola TJU aja,” kata Heri.
Heri Hadi pun angkat bicara mengenai dugaan bocornya retribusi parkir TJU yang disebut-sebut sebagai penyebab target tidak pernah tercapai hingga soal tumpang tindih pengelolaan parkir.
Menurutnya, dengan menugaskan jukir dan koordinator di 74 titik parkir untuk melakukan penarikan retribusi parkir merupakan jalan tengah yang diterapkannya agar target retribusi parkir TJU bisa tercapai.
“Ini jalan tengah yang saya polakan dengan segala dinamika di lapangan, yang penting target terpenuhi,” kata Heri.
Heri pun mengklaim pendapatan parkir di sejumlah titik parkir TJU itu ada targetnya setiap bulan. Pendapatan parkir TJU paling besar berada di wilayah Pasar Lama yang mencapai Rp12 juta hingga Rp20 juta per bulan.
Pendapatan besar lainnya juga diperoleh dari titik-titik parkir di Jalan Diponegoro-Veteran yakni Rp10 juta hingga Rp30 juta per bulan dan wilayah Royal atau Jalan Hasanudin yang memperoleh Rp7 juta.
Ia menegaskan bahwa selama ini pendapatan retribusi parkir TJU yang ditarik oleh jukir lalu disetorkan ke koordinator hanya disetorkan melalui rekening bukan secara tunai.
“Semua (uang) parkir langsung disetorkan ke rekening, tidak ada uang tunai transit ke sini. Langsung disetorkan, bendahara tidak pegang uang tunai hanya menerima bukti transfer,” ucap Heri.
Para koordinator dan jukir yang disebar oleh Dishub Kota Serang tidak mendapat gaji, mereka baru mendapatkan pembagian hasil setelah target di titik-titik parkir yang menjadi tempatnya bertugas tercapai.
“Juru parkir tidak digaji, hanya dibekali target per bulan di tiap titik itu, masing-masing sesuai potensinya ada yang Rp1 juta, ada yang Rp2 juta. Kita berpegangan pada target total kita berapa nanti dibagi di titik yang kita kelola selebihnya dari itu anggap jasa mereka,” ucap Heri.
“Kalau mereka direkrut jadi tenaga kita harus melalui mekanisme APBD, harus digaji, masuk Rp 5 miliar misal ngeluarin untuk gaji Rp 4 miliar, percuma kan. Sekarang kita tidak repot-repot gitu masuk Rp 1 miliar, yang belum tentu kita mengajukan gaji tahun depan bisa di-acc tahun ini, masalah kan,” imbuh Heri.
Untuk membedakan jukir yang ditugaskan oleh Dishub Kota Serang dengan jukir liar sangat sulit. Pasalnya dalam melakukan tugasnya, baik jukir yang memiliki SPT maupun liar mengenakan rompi yang beragam warnanya dan tertera kata Dishub.
Heri mengatakan persoalan jukir liar sudah seringkali disampaikannya kepada pimpinan dan sudah dilakukan razia jukir liar. Namun tidak ada efek jera dan pihaknya tidak bisa bertindak sendirian.
Terkait pendapatan yang diperoleh jukir dan koordinator parkir, Kepala UPTD Pengelolaan Prasarana Perhubungan Parkir pada Dishub Kota Serang, Umar Hamdan menambahkan bahwa pembagian hasil parkir TJU sebesar 60:40 dengan rincian 60 persen untuk jukir dan koordinator parkir, dan 40 persen untuk masuk ke Kas Daerah. Akan tetapi menurutnya, hal itu tidak ‘saklek’ ditetapkan melalui aturan karena koordinator parkir bisa semaunya dalam menyetorkan hasil parkir.
“Mungkin saja jukir dan koordinator di lapangan, bisa saja dia 70 (persen) mungkin. Karena kasihan masyarakat yang kerja, bangun pagi, nggak dikasih apa-apa, untuk pemasukan PAD. (Untuk aturan bagi hasil hanya) sistem target yang ditetapkan dari Dishub. Karena pada dasarnya jukir tidak digaji,” katanya.
Tim KJI juga melakukan upaya konfirmasi kepada pihak bank dan restoran cepat saji terkait pengelolaan parkir tersebut pada Kamis (22/9/2022).
Manager On Duty Burger King, Nur Arif mengatakan tidak bisa memberikan penjelasan dan mengarahkan tim untuk melakukan konfirmasi kepada pihak Burger King pusat.
“Mohon maaf kami tidak bisa memberikan statement (pernyataan), silakan langsung ke pusat saja ya,” kata Arif pada Kamis (22/9/2022).
Sedangkan melalui satpam yang bertugas di salah satu bank tersebut, pihak manager bank enggan berkomentar terkait permohonan wawancara dan mengarahkan tim untuk berkirim surat permohonan untuk sesi wawancara perihal pengelolaan parkir kepada bank pusat.
“Silakan berkirim surat ke pusat saja,” kata satpam tersebut.
Benang Kusut
Ketua Komisi III DPRD Kota Serang, Tubagus Ridwan Akhmad menilai retribusi parkir TJU yang tidak pernah memenuhi target dari tahun ke tahun memiliki permasalahan yang sama hingga menjadi seperti benang kusut yang belum terurai.
Permasalahan itu diantaranya mekanisme penarikan retribusi yang terlalu panjang dan birokratis, kurangnya inovasi yang dilakukan Dishub Kota Serang dalam memungut retribusi parkir serta kurangnya komunikasi antara Pemerintah Kota (Pemkot) Serang dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten dalam pengelolaan perparkiran.
“Pertama kami melihat dan ini sudah diingatkan ke Dishub terkait dengan mekanisme pungutan retribusi parkir yang kami melihat ini terlalu birokratis. Karena setiap lokus parkir ada jukir, Pemkot melalui dishub mengklaim bahwa jukir kita sudah 400 lebih nah kemudian dari masing-masing jukir itu retribusi disetorkan ke koordinator jukir,” kata Ridwan kepada Tim KJI pada Jumat (9/10/2022).
“Dari koordinator jukir disetorkan ke bendahara dinas. Dari bendahara dinas baru disetor ke Kas Daerah. Saya kira ini terlalu birokratis, rantai setorannya terlalu panjang yang kemudian kami melihat ada potensi kebocoran karena terlalu panjang dan birokratis,” tambah Ridwan.
Ridwan juga menilai Pemkot Serang kurang berkomunikasi dengan Pemprov Banten. Pasalnya beberapa tepi jalan Provinsi Banten yang seharusnya tidak boleh dilakukan pungutan parkir justru ada jukir.
“Provinsi mengeluarkan surat edaran kepada Pemkot bahwa jalan yang menjadi kewenangan provinsi tidak boleh dilakukan pungutan parkir. Nah, tetapi fakta di lapangan kami melihat pungutan itu tetap ada yang dilakukan jukir. Oleh karena itu, ini masalah nya itu-itu saja, jadi benang kusutnya itu-itu aja, yang perlu dilakukan Dishub lebih tegas dan melakukan beberapa inovasi,” ungkap Ridwan.
Selain itu, menurut Ridwan penarikan retribusi parkir di tempat yang menjadi objek pajak parkir yang ditetapkan Bapenda sudah menyalahi aturan.
“Parkir ada dua berdasarkan undang-undang, ada pajak parkir dan retribusi parkir. Retribusi Parkir itu kan tepi jalan umum. Tapi pajak parkir di mall, kemudian di rumah sakit atau kawasan perdagangan yang ditetapkan. Saya kira kalau sudah diurus itu bentuknya objek pajak parkir tapi juga dipungut retribusi parkir, ya saya kira menyalahi aturan. Salar itu salah, karena sudah bayar pajak parkir gitu. Ga boleh dobel,” jelas Ridwan.
Kemudian, kata Ridwan seharusnya penarikan retribusi parkir kepada pengendara menggunakan pembayaran non-tunai sebab hal itu dinilai lebih efektif dan menghindari hal-hal seperti indikasi terjadinya kebocoran.
“Artinya Pemkot menyediakan kantong parkir seperti DKI Jakarta kemudian hampir mayoritas hp (handphone) masyarakat Kota Serang sudah android, kalau di Jakarta itu pakai aplikasi. Dia pembayarannya online, non tunai dan real time ke Kas Daerah. Saya kira Dishub kurang melakukan inovasi itu, harusnya mekanisme pungutan dan pembayaran juga harus berbasis teknologi,” jelas Ridwan.
Ridwan menyebutkan potensi kebocoran bisa saja terjadi jika mekanisme pemungutan retribusi parkir TJU tetap seperti itu. “Iya kalau kemudian dengan sistem pungutan seperti itu, kemungkinan selalu ada ya. Cuma saya nggak mau nge-judge karena perlu dianalisa,” imbuh Ridwan.
Untuk mengurai persoalan perparkiran di Kota Serang ini, pihaknya berencana akan mengumpulkan pihak Dishub Kota Serang, koordinator parkir dan jukir.
“Komisi tiga sudah menjadwalkan pekan depan akan sidak, uji petik ke lapangan dan akan datang juga ke Dishub dan akan layangkan surat undang juga koordinator serta jukir,” kata Ridwan. (ink/nin/red)
Catatan:
Artikel ini merupakan hasil liputan kolaborasi yang dilakukan oleh sejumlah media lokal dan nasional yang tergabung dalam Klub Jurnalis Investigasi (KJI) diantaranya Detik.com, BantenNews.co.id, IDN Times, Banten Pos, Banten Raya, Kabar Banten dan TribunBanten.