SERANG – Penambangan pasir laut yang pernah dilakukan di tahun 2004-2015 ternyata menyisakan trauma di hati warga Desa Lontar, Kecamatan Tirtayasa, terutama para nelayan. Menghadapi Pilkada 2020, warga tidak mau dipimpin oleh pemimpin yang memiliki latar buruk soal lingkungan.
“Ya pasti lah bukan trauma-trauma lagi masyarakat mah. Sejak 2004 sampai 2015, kami terus berjuang menyuarakan agar tidak ada penambangan pasir laut di Serang Utara,” kata Sekretaris Serikat Nelayan Lontar Fahruri, Senin (21/9/2020).
Fahruri menuturkan, protes mereka bukan tanpa alasan. Hingga saat ini, jejak kerusakan lingkungan akibat penambangan pasir laut masih terus dirasakan oleh masyarakat. Alat tangkap nelayan jika melewati tempat penambangan pasir laut kerap rusak atau tertimbun lumpur.
“Waktu dulu protes, kawan kita dari nelayan ada yang masuk penjara, ada yang tertembak. Makanya kalau pilkada, jangan pilih yang berkaitan dengan sejarah itu,” kata Fahruri.
Fahruri mengatakan bahwa warga Lontar lebih cenderung mendukung pasangan Ratu Tatu Chasanah dan Pandji Tirtayasa. Bakal calon bupati dari petahana itu, kata dia, lebih peduli soal lingkungan dan nelayan.
“Ibu Bupati (Ratu Tatu Chasanah) pernah kan menyuarakan jangan sampai ada lagi penambangan pasir di wilayah Tirtayasa. Kami gembira sekali setelah Ibu Bupati menyuarakan hal itu,” kata dia.
Aktivis lingkungan Muhamad Mukri mendukung terwujudnya kelestarian lingkungan di Kabupaten Serang melalui amanat di Pilkada Kabupaten Serang. Kata dia, aktivis lingkungan, petani dan nelayan, bergabung bersama relawan Pro Tatu-Pandji (Protap) untuk mengkonsolidasikan suara di pilkada.
“Kita sudah siapkan 19 kecamatan yang sudah terkonsolidasikan untuk memenangkan Tatu-Pandji. Sekarang kita akan fokus memenangkan terlebih dahulu. Ke depan banyak program yg akan dirumuskan dan diwujudkan,” paparnya. (Red)