SERANG – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Banten menuntut mantan pejabat BPBD Banten, Ayub Andi Saputra (45) dan rekannya Eddy Purnama dengan pidana penjara selama 4 tahun. Keduanya dinilai terbukti melakukan penipuan proyek fiktif pengadaan laptop senilai Rp1,4 miliar.
“Menuntut terdakwa Ayub Andi Saputra dengan pidana penjara selama 4 tahun,” kata JPU Kejati Banten, Raden Isjuniyanto membacakan tuntutan kedua terdakwa bergiliran di Pengadilan Negeri Serang, Kamis (21/11/2024).
Kata Raden, kedua terdakwa terbukti melanggar Pasal 372 Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP tentang Penggelapan. Setelah mendengar tuntutan, kedua terdakwa meminta majelis hakim yang dipimpin Lilik Sugihartono agar meringankan vonisnya.
Eddy meminta hakim agar meringankan putusannya nanti karena dirinya merupakan tulang punggung keluarga dan orangtuanya sudah lanjut usia. Sedangkan Ayub meminta hakim meringankan vonisnya nanti karena dia sudah mengakui perbuatannya.
“Izin yang mulia agar diringankan putusannya,” ujar Ayub.
Usai tuntutan, Lilik mengatakan sidang selanjutnya dengan agenda vonis akan digelar pada 10 Desember mendatang.
Diketahui sebelumnya, JPU, Kejari Serang Engelin dalam sidang dakwaan, mengatakan perkara tersebut bermula pada 13 April 2023 lalu saat sales manager PT Implementasi Teknologi Indonesia (ITI), Rina Apreisiana mendapatkan informasi adanya pengadaan laptop di BPBD Banten dari saksi Antonius Maharjati.
Antonius dan Rina lalu disuruh oleh saksi Anton Firmansyah selaku direktur PT ITI untuk bertemu dengan Eddy, Wawan, dan Handono yang mengaku sebagai perwakilan dari BPBD Banten. Pertemuan lalu terjadi pada 14 April di Hotel Le Dian Serang.
“Saksi Rina Apreisiana dijelaskan terkait pengadaan Laptop dengan jenis Asus Tuf Gaming sebanyak 125 unit yang pengirimannya dilakukan secara tiga tahap yaitu pegiriman pertama sebanyak 50 unit. Pengiriman kedua sebanyak 50 unit, dan pengiriman ketiga sebanyak 25 unit,” kata Engelin membacakan dakwaan.
Rina lalu meminta apakah spesifikasi laptop bisa diubah menjadi merek Axioo yang kemudian disetujui oleh Eddy.
Rina dan Anto kemudian diajak Eddy kembali ke BPBD untuk bertemu dengan Ayub, di sana mereka mendantangani Surat Perintah Kerja (SPK).
Ayub yang saat itu bertindak sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) menyetujui pergantian merek laptop dari Asus Tuf Gaming menjadi Axioo Mybook Pro L7v (16N9).
Tapi, 25 SPK pengadaan barang itu merupakan pengadaan laptop Asus Tuf Gaming dengan tiap SPK berjumlah lima unit yang per unitnya sebesar Rp32,9 juta. Total jumlah SPK sebesar Rp182 juta.
Pembayaran kemudian disepakati untuk dilakukan seminggu setelah barang diterima. Pada Mei 2023, Rina memberitahu Eddy kalau barang sudah tersedia dan siap dikirim.
Eddy lalu bilang kalau pengiriman tidak langsung ke gudang BPBD tapi malah mengajak bertemu Rina dan Anton di Saung Edi Bhayangkara untuk memeriksa administrasi Berita Acara Serah Terima (BAST).
Dari sana, ketiganya bertemu lagi dengan Ayub di kantor BPBD pada 11 Mei 2023 untuk menandatangani BAST. Ayub lalu bilang kalau BPBD sebetulnya butuh pengadaan laptop sebanyak 750 unit dan dikerjakan juga oleh PT ITI.
“Eddy mengatakan bahwa 50 unit Axioo Mybook Pro L7v (16N9) tersebut jangan dikirim ke gudang BPBD Provinsi Banten dengan alasan nanti banyak LSM,” ujarnya.
“Kemudian Saksi Eddy mengantarkan Saksi Rina Apreisiana ke perumahan Gedong Kalodran Executive Cluster Blok A 6 Nomor 9 Tempat untuk menyimpan 50 unit Axioo Mybook Pro L7v (16N9) tersebut,” sambungnya.
PT ITI lalu melakukan penagihan kepada Eddy dan Ayub terkait 50 unit yang sudah dikirim. Namun, keduanya tidak kunjung membayar.
Malah keduanya meminta untuk dikirim tahap kedua sebanyak 50 unit lagi, yang kemudian ditolak oleh PT ITI. Pada Juli 2023, Eddy kemudian mengirim surat perintah membayar kepada Rina dan Anton Firmansyah.
Keesokannya, Rina dan Antonius datang ke BPBD untuk menemui Nana selaku kepala BPBD. Keduanya kemudian bertemu dengan Heri selaku Sekban BPBD Banten untuk menanyakan terkait pengadaan laptop yang telah mereka kirim.
Dari pertemuan itu lalu diketahui kalau proyek tersebut ternyata fiktif.
”Diketahui bahwa pekerjaan tersebut tidak ada atau fiktif,” kata Engelin.
Eddy juga meminta fee atas penandatanganan SPK dengan total Rp328 juta. Belakangan juga diketahui kalau Ayub bukan PPK, melainkan Kabid Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD.
Seluruh dokumen yang sudah ditandatangani juga ternyata palsu, hasil buatan Eddy atas perintah Ayub.
”Bahwa seluruh administrasi tersebut dibuat oleh terdakwa (Ayub) dengan tujuan untuk meyakinkan saksi Anton Firmansyah dalam mengambil pekerjaan pengadaan laptop yang dibuat oleh terdakwa,” pungkasnya.
Akibat aksi keduanya, PT ITI milik Anton Firmansyah merugi sebesar Rp1,4 miliar.
Penulis : Audindra Kusuma
Editor : Tb Moch. Ibnu Rushd