PANDEGLANG – Selama masa Pandemi Covid-19 dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang terus diperpanjang oleh pemerintah membuat para pengusaha wisata di Kabupaten Pandeglang sangat terkena dampaknya.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Pandeglang, Widi Widiasmanto mengatakan, para pengusaha wisata di Kabupaten Pandeglang bertubi-tubi dilanda kesulitan mulai dari tsunami hingga pandemi Covid-19 membuat usaha mereka semakin terpuruk. Selain itu, kebijakan PPKM juga makin memperparah kondisi para pengusaha.
Sebenarnya, kata Widi, tahun 2021 kondisi pariwisata di Pandeglang sudah mulai membaik dibandingkan tahun 2020. Akan tetapi ketika PPKM diberlakukan membuat semakin sulit para pengusaha, tambah lagi Pandeglang yang sempat masuk zona merah penyebaran Covid-19 membuat wisatawan makin takut datang ke Pandeglang, hal tersebut akhirnya berimbas langsung pada tingkat hunian hotel.
“Sekarang rata-rata tingkat hunian di bawah 20 persen bahkan di hari biasa tingkat hunian di bawah 10 persen, kalau dulu hari biasa masih kegiatan meeting dan sebagainya kalau sekarang praktis dari pemerintahan mengurangi kegiatan metting dan sebagainya ya, jadi semakin turun,” ungkap Widi saat dihubungi BantenNews.co.id, Senin (9/8/2021).
Widi membeberkan, untuk menyiasati pengeluaran dari perusahaan memberikan kebijakan dengan merumahkan sementara waktu beberapa pegawainya dengan status tetap menjadi karyawan, namun kebijakan tersebut diserahkan kembali mekanismenya kepada para pengusaha.
“Ada yang memberlakukan biasanya dalam sebulan full kerja full gaji ini hanya separuh masuk dengan gaji yang separuh juga tapi statusnya tetap pegawai bukan di-PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) karena kami masih optimis mudah-mudahan (pandemi) ini segera berakhir,” bebernya.
Untuk mengisi kekosongan waktu karena sepi pengunjung, dari perusahaan memberikan kebijakan para pegawainya untuk melakukan hal lain dari tugas biasanya. Hal tersebut juga bertujuan untuk mengurangi kebosanan dan menambah keahlian lain bagi para pegawainya.
“Yang kami lakukan hampir semua karyawan atau tenaga kerja yang masuk lebih banyak melakukan kegiatan perbaikan, pembersihan dan sebagainya. Bahkan kami juga memberikan pelatihan khusus supaya karyawan punya multi skill, misalnya yang biasa sebagai koki di saat longgar dia bisa melakukan pengecatan, mungkin belajar memelihara AC dan sebagainya,” tuturnya.
Widi melanjutkan, dari PHRI sebenarnya sudah melakukan komunikasi dengan Pemerintah Daerah agar memberikan kelonggaran pada para pengusaha di masa Pandemi ini, namun hingga saat ini belum ada tanggapan atau respon dari pemerintah.
“Sementara belum ada. Saya sudah bersurat ke Pemerintah Daerah tapi beberapa bulan ini belum ada respon. Dalam surat itu kami mengajukan permohonan kalau bisa pajak dikurangi agar bisa menyelamatkan karyawan,” ucapnya.
Saat ini, kata Widi, hal yang paling membebani perusahaan adalah masalah pembayaran listrik. Sebab dari pemerintah belum ada subsidi untuk listrik industri sehingga menjadi salah satu masalah buat perusahaan.
“Kalau perumahan ada insentif tapi dengan daya tertentu tapi kalau perusahaan belum ada, sejauh ini kami sudah coba memohon namun belum ada realisasi, memang ini beban buat kami,” keluhnya.
Akan tetapi dia memastikan dengan kondisi yang terus memburuk para pengusaha masih tetap bertahan dan tidak ada yang sampai menutup usaha mereka. “Sampai saat ini belum, cuman kondisinya sangat kolaps,” tutupnya. (Med/Red)