Beranda Kampus Tim Untirta Berikan Edukasi Peningkatan Produksi Pisang di Lebak

Tim Untirta Berikan Edukasi Peningkatan Produksi Pisang di Lebak

Tim Untirta mendampingi petani pisang di Cileles, Lebak, Banten. (Ist)

LEBAK – Desa Cileles, Kabupaten Lebak, Banten dikenal sebagai daerah penghasil pisang. Sayangnya, petani pisang seringkali menghadapi tantangan serangan hama dan penyakit tanaman.

Menhadapi permasalahan di kalangan petani pisang itu, tiga srikandi dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) mencoba memberikan solusi.

Melalui kegiatan pengabdian masyarakat yang didanai oleh hibah SKEMA Pemberdayaan Berbasis Wilayah dari Kemendikbud Ristek Tim yang terdiri dari Dwi Ratnasari, Rida Oktorida Khastini dan Nani Maryani mencari solusi yang dihadapi petani.

Dwi Ratnasari, Rida Oktorida Khastini, Nani Maryani.

Tim berupaya membantu petani meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam budidaya pisang yang lebih efisien.

“Permasalahan utama yang dihadapi petani di Desa Cileles adalah penyakit dan hama yang menyebabkan batang dan daun pisang menguning serta buah pisang kerdil,” menurut analisa tim melalui keterangan tertulis yang diterima BantenNews.co.id, Selasa (17/9/2024).

Hal itu, lanjutnya, menyebabkan banyak tanaman pisang gagal panen. Tim menemukan fakta, beberapa petani masih mengaitkan masalah gagal panen pisang dengan hal mistis dan melakukan pengobatan tidak lazim seperti ritual tradisional, alih-alih mencari solusi pertanian yang tepat.

Pada tahap awal, tim pengabdian Untirta yang diketuai oleh Dwi Ratnasari berfokus pada edukasi terkait jenis penyakit dan hama yang menyerang tanaman pisang. Petani mulai diajarkan untuk mengenali gejala serangan hama dan penyakit, serta metode pencegahannya.

“Selain penyakit dan hama, petani juga menghadapi kendala mahalnya harga pupuk dan pestisida. Sistem penyemprotan manual yang membutuhkan tenaga dan waktu juga menambah beban.”

Untuk mengatasinya, tim memberikan pelatihan pembuatan pupuk organik cair dari limbah kulit pisang. “Tidak hanya lebih terjangkau tetapi juga memanfaatkan sumber daya lokal yang melimpah.”

Penggunaan pupuk organik, lanjutnya, diharapkan dapat menekan biaya produksi tanpa mengorbankan kualitas hasil panen. “Inovasi ini menawarkan alternatif ramah lingkungan dan ekonomis yang membantu petani mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia yang mahal. Pelatihan pembuatan pupuk organik cair dari bahan lokal menjadi contoh transfer teknologi yang dapat langsung diterapkan di lapangan.”

Pengelolaan hasil panen yang belum optimal juga menjadi fokus perhatian. Pisang yang dipanen sering kali hanya dijual sebagai buah segar ke pasar lokal, menyebabkan banyak pisang yang tidak laku dan terbuang.

Edukasi tentang pengolahan pisang menjadi produk bernilai tambah, seperti keripik pisang dan tepung pisang, diberikan untuk meningkatkan nilai jual hasil panen dan memperluas pasar.

Untuk diketahui, program ini juga melibatkan mahasiswa dalam konsep Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), dimana mereka turut serta dalam sosialisasi dan pendampingan kepada petani.

Mahasiswa mendapatkan kesempatan untuk mempraktikkan ilmu yang dipelajari di kampus secara langsung di lapangan, memberikan pengalaman berharga serta kontribusi nyata kepada masyarakat.

“Melalui pendekatan multidisiplin, dunia akademik tidak hanya sebagai pemberi teori tetapi juga sebagai mitra yang terlibat langsung dalam pemberdayaan masyarakat. Program ini menjadi model pemberdayaan berbasis wilayah yang berpotensi diadaptasi di daerah lain,” tandasnya.

Kolaborasi antara edukasi, inovasi, dan masyarakat menunjukkan bahwa perubahan signifikan dalam sektor pertanian dapat dicapai di tingkat desa.

Keberhasilan program ini dapat menjadi contoh keterlibatan perguruan tinggi dalam pembangunan ekonomi pedesaan dan sektor pertanian yang merupakan tulang punggung perekonomian nasional. (*)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News