Beranda Uncategorized Tiga Bank Plat Merah di Banten Dalam Pusaran Korupsi

Tiga Bank Plat Merah di Banten Dalam Pusaran Korupsi

Kepala Kejari Kota Tangerang Erich Folanda menyerahkan duit hasil korupsi Kacab Bank BJB Tangerang. (Ist)

SERANG – Perbankan menjadi alasan banyak orang untuk mendapatkan pelayanan dan keamanan finansial. Salah satu fasilitas yang menjadi tujuan nasabah yakni kredit usaha baik mikro maupun usaha makro yang membutuhkan dana besar.

Sistem keamanan perbankan tentu menjadi bagian penting dalam menjamin keamanan finansial nasabah. Kendati demikian fakta di lapangan, tidak semua perbankan dapat menjalankan sistem keamanannya.

Catatan BantenNews.co.id ada beberapa kejahatan bank plat merah baik berstatus BUMN maupun BUMD. Bank tersebut terlibat dalam pusaran kasus kredit fiktif. Oknum yang terlibat dalam kejahatan perbankan tersebut seringkali melibatkan “orang dalam”.

1. Kredit Fiktif di Bank BJB Tangerang Seret Pejabat Dindik Sumedang

Duit Rp8,7 miliar di bank BJB Cabang Kota Tangerang dibobol oleh orang dalam dalam kasus kredit fiktif dengan modus surat perintah kerja (SPK) fiktif. Kasus ini melibatkan Kepala Cabang atau Kacab BJB Tangerang, Kunto Aji Cahyo Basuki.

Oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Serang Kunto Aji divonis 5 tahun dan 6 bulan penjara. Sementara Direktur PT Djaya Abadi Soraya bernama Dheerandra Alteza Widjaya yang divonis 6,5 tahun penjara. Dheerandra juga dibebankan uang pengganti sebesar Rp 4,2 miliar.

Tidak berhenti di situ, seorang Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat bernama Unep Hidayat juga terseret dalam kasus ini. Unep didakwa mengeluarkan dan menandatangani dokumen kontrak/SPK fiktif yang tidak pernah dianggarkan dalam APBD Kabupaten Sumedang tahun anggaran 2015. Kasus ini juga melilit pengusaha Djuaningsih dari pihak swasta.

Baca juga: Kejari Kota Tangerang Kembalikan Duit yang Dibobol Kepala Cabang BJB

Kepala Cabang BJB Tangerang, Kunto Aji Cahyo Basuki yang juga merangkap Komisaris PT Djaya Abadi Soraya merancang pembobolan duit nasabah dengan membuat SPK fiktif untuk modal usaha yang tidak pernah ada. Akibat perbuatan mafia perbankan ini negera dirugikan Rp8.145.000.000.

 

2. Duit Bank bjb Syariah Mengalir ke Kapal Perompak

Pejabat bank bjb pusat didakwa melakukan korupsi kredit kapal pada perusahaan swasta senilai Rp10,9 miliar pada 2015. Saat kredit ini berjalan, kapal tersebut tersangkut kasus perompakan kapal berbendera Singapura di Selat Malaka.

Pada dakwaan yang dibacakan JPU Dipira di Pengadilan Tipikor Serang, tiga terdakwa yaitu Toto Susanto (Direktur Pembiayaan), Yocie Gusman (Direktur Dana dan Jasa), Hamara Adam (Direktur Operasi BJB Syariah) diduga telah memperkaya diri sendiri dan terdakwa Hendra Hermawan selaku Dirut PT Holmes Shipping melalui skema kredit pembelian kapal.

Di persidangan terungkap tahun 2016, Direktur PT Holmes Shipping mengajukan kredit dengan jaminan kapal kepada BJB Syariah Cabang Pembantu Tangerang. Pengajuan tersebut disetujui oleh ketiga terdakwa selaku komite pembiayaan di Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Jawa Barat itu. Padahal terdapat persyaratan yang tidak dipenuhi oleh PT Holmes Shipping seperti legalitas perusahan, nilai agunan, status agunan, maupun keabsahan dokumen kontrak dengan pihak ketiga.

Baru belakangan terungkap, bahwa saat kredit ini berjalan, kapal tersebut tersangkut kasus perompakan kapal berbendera Singapura di Selat Malaka. Jaksa Kejati Banten Dipria menyebutkan Desember 2015, kapal Kharisma-9 eks Barcelona tertangkap melakukan tindak pidana perompakan terhadap kapal MV Joaqim berbendera Singapura di Selat Malaka sehingga status kapal disita sebagai barang bukti.

Baca juga: 3 Eks Direktur Bank bjb Syariah Didakwa Korupsi Kredit Kapal Perompak

Lalu, pimpinan Bank bjb Serang menawarkan kapal itu kepada terdakwa Hendra melalui telepon. Ia juga diberi tahu bahwa kapal disita di Lantamal Banten karena kasus perompakan. Lantas Hendra kemudian menerbitkan surat permohonan pembiayaan kredit senilai Rp8 miliar dan perbaikan kapal senilai Rp2,9 miliar.

“Dokumen yang jadi dasar pengakuan pembiayaan oleh Hendra berupa fotocopy dokumen kontrak PT Holmes dan Pertamina, seharusnya bjb Syariah melakukan validasi ataupun verifikasi keabsahan dokumen itu,“ kata JPU Dipria.

3. Kasus Teranyar, Kredit Fiktif di BJB Labuan

Unit Tindak Pidana Korupsi Satuan Reserse Kriminal (Tipidkor Satreskrim) Polres Pandeglang masih terus menggarap kasus kredit fiktif Kredit Modal Kerja Konstruksi (KMKK) di Bank Jabar Banten (BJB) Cabang Labuan yang diduga dilakukan oleh 5 perusahaan.

Kanit Tipidkor pada Satreskrim Polres Pandeglang, Ipda Jefri Martahi menjelaskan bagaimana awal mula kasus ini bisa terungkap, kata dia, pada awal tahun 2018 ada salah satu perusahaan yang mengajukan KMKK ke Bank BJB Cabang Labuan, setelah itu disusul 4 perusahaan lain mengajukan kredit yang sama pada tahun-tahun selanjutnya.

Awalnya pihak bank percaya lantaran saat pengajuan kelima perusahaan ini menyertakan Surat Perintah Kerja (SPK) pekerjaan kontruksi, namun setelah kredit tersebut dicairkan para kreditur ini tidak pernah melakukan pembayaran. Pihak bank yang mulai curiga mencoba mengecek pekerjaan tersebut ke lapangan.

Baca juga: Penyidik Bakal Ungkap Modus Kredit Fiktif Miliaran Rupiah di Bank BJB Labuan

“Kreditnya itu diajukan pada tahun 2018 dengan waktu yang berbeda, dengan perusahaan dan orang yang berbeda juga. Kelima perusahaan ini mengajukan kredit ke salah satu bank BUMD Cabang Labuan kemudian setelah pihak bank melakukan pengecekan, memang pekerjaan itu ada tapi bukan 5 perusahaan itu yang mengerjakan makanya kami bilang ini kredit fiktif,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa dalam kasus ini pihak bank diperkirakan mengalami kerugian sekitar Rp13 miliar.

4. Kasus Kredit Macet Bank Banten

Kasus korupsi ini dilakukan oleh Satyavadin Djojosubroto selaku mantan Kepala Divisi Kredit Komersial sekaligus Plt Pimpinan Cabang Bank Banten di DKI Jakarta, Rasyid Samsudin sebagai Direktur Utama PT Harum Nusantara Makmur (HNM), dan Darwinis selaku Kepala Administrasi Kredit Bank Banten.

Perkara berawal ketika PT HNM mengajukan kredit untuk pembangunan Tol Pematang Panggang-Kayu Agung di Palembang senilai Rp61 miliar pada 2017 silam. Pengajuan dilakukan sebanyak 2 kali oleh Rasyid melalui Satyavadin.

Awalnya, Rasyid mengajukan kredit senilai Rp39 miliar dengan rincian jumlah tersebut untuk KMK sebesar Rp15 miliar dan KI yaitu Rp24 miliar. Terdakwa Satyavadin Djojosubroto dihukum 3 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan.

Baca juga: Kasus Kredit Macet, Eks Kepala Unit ADM Bank Banten Divonis 3 Tahun Bui

Sedangkan Direktur PT HNM Rasyid Samsudin divonis 11 tahun penjara dan denda Rp 350 juta subsider 4 bulan. Sedangkan Terdakwa Darwinis, eks pejabat Bank Banten divonis 3 tahun penjara.

5. Kasus Pembobolan Rekening Nasabah Prioritas BRI

Nurhasan Kurniawan yang merupakan Priorirty Banking Officer (PBO) di BRI Cabang Tangerang telah melakukan pembobolan dana nasabah prioritas bernama Ahmad Suharya. Tak tanggung-tanggung ia mengambil uang dengan total Rp8,5 miliar yang dikirim ke rekening penampung karyawan Barbershop miliknya bernama Aryananda.

Baca juga: Bobol Rekening, Ini yang Dilakukan Karyawan Bank BRI Kepada Nasabah Prioritas

Uang itu kemudian dirinya pakai untuk trading Forex di Platform Indodex. Uang itu kemudian ludes dan hanya tersisa Rp100 juta yang dikembalikan kepada BRI. Nurhasan divonis 8 tahun penjara karena dinilai terbukti membobol tabungan nasabah prioritas mencapai Rp 8,5 miliar.

6. Gunakan 41 KTP, Pasutri Bobol Rekening Bank BRI

Pasangan Suami Istri (Pasutri) bernama Febrina dan Hade ditetapkan sebagai tersangka pembuatan rekening nasabah prioritas fiktif. Febrina merupakan Priority Banking Officer (PBO) di BRI Cabang Bumi Serpong Kota Tangerang.

Modus Pasutri yang disebut sebagai ‘Bonnie and Clyde Banten’ ini yaitu membuat rekening nasabah prioritas dengan identitas fiktif. Selanjutnya, rekening tersebut diisi dana pribadi mereka sebesar Rp500 juta.

Baca juga: Bobol Duit Rp5,1 M, Karyawan BRI Tangsel Habiskan uang Belanja Barang Mewah

Setelah mendapatkan kartu kredit untuk dipergunakan, keduanya kemudian menarik dana Rp500 juta tadi. Keduanya kemudian kembali membuat rekening baru dan kartu kredit baru secara berulang ulang. Kasus ini ditangani Kejati Banten dan segera masuk persidangan di Pengadilan Tipikor Serang. (Dra/Med/You/Red)

 

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News