SERANG – Sidang kasus pembunuhan Kepala Desa (Kades) Curuggoong di Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang Salamunasir kembali digelar di Pengadilan Negeri Serang, Senin (31/7/2023).
Pengacara terdakwa mantri Suhendi mendatangan 4 saksi yang terdiri dari saksi Ahli Dokter Anastesi RSUD Banten Andre Aditya, saksi meringankan yang diajukan pihak terdakwa yaitu Bidan Rika selaku teman istri pelaku, lalu Neni dan Roni selaku warga yang sering berobat ke rumah terdakwa.
Dalam sedang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Hery Cahyono tersebut diketahui bahwa cairan yang disuntikan terdakwa kepada korban Kades Salamunasir adalah Rocuronium.
Cairan itu merupakan obat yang biasanya disuntikan di pembuluh darah kepada pasien yang akan melakukan operasi pembedahan agar pasien relaks. “Efek relaks lemas sehingga mudah melakukan sayatan-sayatan saat operasi, disuntikannya biasanya lewat vena,” kata Dokter Andre.
Menurut Andre penyuntikan Rocuronium biasanya disuntikan ke pembuluh darah. Jika dilakukan penyuntikan ke bagian tubuh lainnya dapat mengakibatkan efek waktu kerja obat menjadi lebih lama dari biasanya.
“Peruntukkan untuk selain pembuluh darah ada kemungkinan yang terjadi waktu kerja obat dapat lebih panjang kalau biasanya 30 menit. Kalau masuknya di otot pasti lebih lama,” kata Andre.
Saat ditanya tentang efek menyuntikkan obat ke jaringan otot dan bukan ke pembuluh darah, Andre menuturkan dirinya tidak mengetahui secara persis di bagian mana pelaku menyuntikan obat tersebut. “Kalau di daerah punggung, di situ ada struktur pembuluh darah tapi kecil banyaknya otot dan syaraf,” tutur Andre.
Hasil visum terungkap dalam persidangan, korban Salamunasir mempunyai riwayat penyakit paru-paru. Kemudian hakim mempertanyakan akibat dari penyuntikan ke punggung korban oleh terdakwa apakah bisa berdampak pada fatal pada korban. “Apa efek terhadap orang yang memiliki penyakit bawaan?” tanya Hakim Hery.
“Tidak ada efek langsung ke jantung, kalau paru-paru ada,” jawab Andre. “Untuk penyakit paru itu menurunkan kadar oksigen di paru-paru ketika kita memberikan pada pasien yang normal otomatis kadar oksigen akan turun cepat,” tambah Andre.
Dosis dari obat anastesi Rocuronium menurut Andre kadar wajar digunakannya untuk pasien yaitu sekitar 0,92-1,2 mg. Jika melebihi dosis pasien akan lebih cepat lemas dan efek obatnya akan lebih lama dari seharusnya.
Saat hakim bertanya apakah cairan obat Rocuronium yang disuntikan kepada korban dapat menyebabkan meninggal dunia, Andre mengiyakan. Apalagi jika tidak dilakukan observasi terlebih dahulu terhadap pasien. “Bila tidak dilakukan observasi pada pasien iya mematikan,” terang Andre.
Dalam sidang yang sama juga menghadirka dua saksi yang memohon kepada majelis hakim agar meringankan hukuman terdakwa Suhendi. Saksi A de Charge atau saksi meringankan yaitu Bidan Rika selaku teman istri pelaku, lalu Neni dan Roni selaku warga yang sering berobat ke rumah terdakwa.
Dalam keterangan salah satu saksi diketahui bahwa dalam kesehariannya terdakwa Suhendi yang kesehariannya dikenal bekerja sebagai mantri sering membantu warga sekitar dalam hal pengobatan. Bahkan beberapa warga mengaku merasa kehilangan dan tidak menyangka Suhendi disebut pembunuh.
“Kalau membantu masyaallah. Sangat membantu, orangnya tidak mengenal yang mampu atau tidak kalau dia melihat orang yang berobat tidak punya dia tidak terima uangnya,” ujar Roni salah satu saksi.
Senada dengan Roni, Neni yang juga sering berobat kepada Suhendi menangis meminta kepada majelis hakim agar dapat memberi keringanan kepada Suhendi. Ia merasa kehilangan dengan ditahannya Suhendi serta dirinya merasa kesulitan untuk berobat pasca Suhendi menjadi terdakwa kasus pembunuhan.
“Mohon bapak hakim dan jaksa saya pribadi meawakili masyarakat meminta mohon keringan karna kami orang ga mampu kalau berobat ke klinik biasa bisa Rp 100 ribu lebih kalau ke Pak Hendi dia ngga mematok. Dibantu intinya saya meminta keringanan seringannya kepada bapa, dampaknya benar-benar terasa,” ujarnya.
(Mg-Audindra)