PANDEGLANG – Kepala Desa (Kades) Tugu, Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, Mulyani harus mengadu langsung kepada Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman terkait susahnya petani mendapatkan pasokan pupuk untuk pertanian di desanya. Hal itu dilakukan lantaran banyak aduan dari warganya yang kesulitan membeli pupuk pada masa tanam padi.
Pada kegiatan gerakan nasional pangan merah putih menuju swasembada pangan berkelanjutan yang digelar beberapa waktu lalu, Mentan bertanya kepada sejumlah kepala desa salah satunya Kades Tugu, Kecamatan Cimanggu terkait kondisi pupuk di daerah mereka.
Di depan sang menteri, Mulyani secara gamblang mengatakan bahwa petani di Desa Tugu kesulitan membeli pupuk. Dirinya juga tidak mengetahui jika pemerintah pusat sudah menambah jumlah pupuk bersubsidi hingga 100 persen untuk petani.
Dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Mulyani menjelaskan alasan terjadinya kelangkaan pupuk di Cimanggu, Pandeglang. Kata dia, ada 2 alasan kenapa pupuk langka, yang pertama terkait regulasi dan dugaan adanya distributor nakal yang sengaja menimbun pupuk bersubsidi.
Regulasi yang dimaksud Mulyani yakni masyarakat yang tidak terdaftar di dalam kelompok tani tidak bisa membeli pupuk subsidi, data warga yang memiliki lahan pertanian tidak sesuai dengan data di lapangan dan kurangnya komunikasi antara penyuluh, agen dan Kades.
“Pengaduan masyarakat susah mendapatkan pupuk, sedangkan regulasinya masyarakat harus masuk dulu di RDKK (Rencana Dasar Kebutuhan Kelompok) sedangkan petani yang tidak masuk ke kelompok atau data RDKK, mereka tidak bisa membeli pupuk bersubsidi, sementara datanya itu kurang valid,” kata Mulyani, Sabtu (16/11/2024).
Ia mengaku data kelompok yang dimiliki penyuluh selama ini kurang valid lantaran banyak petani yang memiliki lahan luas hanya mendapatkan sedikit pupuk dan petani yang memiliki lahan sedikit mendapatkan banyak pupuk bersubsidi dari para agen.
“Kalau tidak masuk kelompok tani tidak bisa beli pupuk subsidi dan dia juga tidak bisa membeli ke luar desa makanya dia tidak mendapatkan pupuk kalau tidak masuk ke dalam data Sistem Penyuluh (Simluh). Yang masuk RDKK juga hanya yang memiliki lahan pertanian di desa tersebut yang bisa beli pupuk, tetapi warga desa tugu yang punya lahan di luar desa dia tidak akan mendapatkan pupuk,” terangnya.
“Untuk mengatasi permasalah itu biasanya mereka akan memberikan kelebihan pupuknya ke petani lain, sebab kenyataan di lapangan datanya itu tidak sesuai jadi yang lahan sedikit dapat pupuk banyak tapi yang lahannya luas dapat pupuk sedikit. Akhirnya semua mengadu kepada Kepala Desa terkait kelangkaan pupuk makanya ada kesempatan kemarin itu saya sampaikan apa adanya. Pengaduan masyarakat jangankan untuk minta, untuk beli pupuk saja susah,” sambungnya.
Selain permasalahan regulasi, dia juga menduga adanya distributor nakal yang sengaja menimbun pupuk. Sebab, selain susah membeli, harga yang ditawarkan juga sangat mahal bisa mencapai Rp350 ribu untuk 1 kuintal pupuk bersubsidi. “Ada distributor nakal. Dari dulu cuman tidak terbongkar aja,” ucapnya.
Ia mengaku bersyukur setelah bertemu dan mengadu langsung ke Mentan. Sebab, setelah bertemu langsung para distributor dan Dinas Pertanian Pandeglang langsung meminta komunikasi kepadanya.
“Setelah pulang dari Jakarta banyak distributor yang menelpon saya mempertanyakan pasokan pupuk dan mereka langsung kirim 10 mobil, alhamdulillah sudah mulai ada pembenahan dari sistemnya. Saya juga minta harga semurah mungkin karena itu subsidi pemerintah, kami juga paham dengan jarak tempuh dan sebagainya tetapi jangan sampai menjual semaunya, harga sekarang 1 kuintal Rp270 ribu untuk TSP dan urea itupun sudah termasuk biaya ongkos mobil, kalau dulu bisa sampai Rp350 ribu kalau kita belum ramai seperti ini,” tutupnya.
Penulis : Memed
Editor : TB Ahmad Fauzi