SERANG– Mantan Bendahara Penerimaan Dinas Perikanan Kabupaten Lebak bernama Siswandi bersama mantan Plt Kepala Unit Pelaksana Tugas (UPT) Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Binuangeun bernama Ahmad Hadi meminta bebas dari perkara korupsi dana retribusi yang menjerat keduanya.
Hal tersebut disampaikan keduanya dalam sidang agenda pledoi atau pembelaan di Pengadilan Tipikor Serang pada Senin (10/6/2024) kemarin. Mulanya, kuasa hukum keduanya yaitu Koswara Purwasasmita yang membacakan pledoi keduanya.
Dalam pledoi yang dibacakannya, Koswara menyebut bahwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Lebak selama proses persidangan tidak dapat menghadirkan alat bukti materil berupa hasil audit yang jelas mengenai kerugian keuangan negara. Mestinya audit dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bukan oleh Polres Lebak.
Praktek pemotongan retribusi juga disebut sudah berlangsung lama dan jauh sebelum terdakwa sejak tahun 2011 sampai 2016 padahal terdakwa Siswandi baru menjabat sebagai bendahara sejak 2012.
“Praktek praktek penerimaan sudah berlangsung lama dan atas perintah dan persetujuan kepala dinas,” kata Koswara.
Koswara juga menyebut kalau para terdakwa tidaklah menggunakan uang potongan tersebut untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain, melainkan digunakan untuk memenuhi capaian target Tempat Pelelangan Ikan (TPI) lain di Lebak yang tersebar di 5 kecamatan dan juga untuk biaya operasional seperti perbaikan mesin kapal dan perbaikan kantor karena puting beliung.
“(Pemotongan retribusi untuk) menutupi target TPI lainnya. Justru upaya ini dilakukan untuk melindungi kesejahteraan nelayan. Setiap tahunnya (TPI Binuangeun selalu) surplus wajar tanpa pengecualian,” katanya.
Dengan pertimbangan tersebut, Koswara meminta agar hakim dalam amar putusannya nanti dapat memberikan putusan bebas dan membersihkan nama baik keduanya karena tidak terbukti melakukan tindak pidana korups seperti dalam dakwaan subsidair Pasal 3 Undang-Undang Tipikor.
Ia juga meminta hakim untuk tidak mengabulkan tuntutan JPU yang menuntut pidana denda sebesar Rp50 juta.
“(Memohon majelis hakim) Membebaskan terdakwa dari dakwaan dan tuntutan oleh penuntut umum,” ujarnya.
Setelah pledoi dari kuasa hukum, kedua terdakwa juga membacakan pledoi pribadi secara bergantian. Sambil berlinang air mata keduanya meminta hakim agar dibebaskan atau sekurang-kurangnya diberi hukuman yang ringan.
“Saya mengakui kesalahan saya selama ini sekali pun itu hanya perintah tapi saya memohon dengan keadilan kepada majelis hakim memberikan kebebasan ini dan seadil adilnya kepada saya karena saya punya tanggung jawab anak yang duduk di bangku kuliah dan saya merasa sudah tua dan merasa sakit sakitan dan saya punya tanggung jawab orang tua karena saya anak tertua. Memohon hukuman seringan ringannya,” Kata Ahmad Hadi sambil terisak.
Siswandi kemudian membacakan pledoi yang isinya sedikit juga meminta hukuman yang ringan karena tidak merasa melakukan apa yang didakwakan JPU. Katanya, pemotongan tersebut hanyalah perintah dari Kepala Dinas.
Ia juga membenarkan bahwa pemotongan tersebut tidak digunakan untuk memperkaya diri sendiri, melainkan untuk menutupi target pencapaian TPI lain, membeli benih ikan untuk nelayan, dan membenahi atap TPI yang terkena bencana.
“Majelis hakim dapat membebaskan saya dari tuntutan jaksa penuntut umum tapi kalau majelis hakim berpendapat lain memberikan hukuman seringan ringannya kepada saya karena saya punya tanggung jawab anak sekolah. Mohon kiranya majelis hakim mempertimbangkan agar dapat membebaskan saya dari tuntutan hukum dengan putusan seadil adilnya,” tutur Siswandi sambil terisak.
(Dra/red)