SERANG– Terdakwa penerima gratifikasi pembebasan Situ Ranca Gede Jakung, Johadi meminta majelis hakim agar membebaskan dirinya dari perkara yang menjeratnya. Mantan Kepala Desa Babakan, Kecamatan Bandung, Kabupaten Serang itu merupakan terdakwa penerima gratifikasi pembebasan Situ Ranca Gede yang sekarang jadi kawasan industri.
Johadi menyampaikan hal tersebut diwakili kuasa hukumnya, Sahrullah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Serang pada Senin (4/11/2024) dengan agenda pembacaan eksepsi atau keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum.
Dalam eksepsinya, Sahrullah mengatakan di depan majelis hakim yang diketuai Arief Adikusumo bahwa perkara yang menjerat kliennya bukanlah perkara korupsi. Uang Rp700 juta yang diterima Johadi disebut bukan uang hasil kejahatan, tapi uang jasa sebagai saksi jual beli tanah antara warga dan PT Modern Industrial Estate.
“Bukan dalam kedudukannya sebagai kepala desa atau penyelenggara negara akan tetapi dalam kedudukannya sebagai saksi,” kata Sahrullah.
Kata Sahrullah, Johadi yang merupakan kades pada saat itu tidak termasuk sebagai PNS atau penyelenggara negara sebagaimana Pasal 5 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
“Maka tidak berdasarkan hukum apabila terdakwa Johadi harus dimintai pertanggungjawaban hukum dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi,” imbuhnya.
Sahrullah juga mengatakan pada awalnya surat perintah penyidikan dari Kejati yaitu mengenai penyidikan atas lahan Situ Ranca Gede seluas 25 hektar. Tapi, penyidikan lalu diarahkan pada dugaan gratifikasi.
Johadi disebut hanya korban atas ketidakadilan hukum. Klaim jaksa dalam dakwaannya yang menyebut Situ Ranca Gede sebagai aset pemerintah Banten dinilai tidak memiliki bukti yang kuat. Lahan yang disebut Situ Ranca gede itu pada 2010 merupakan area persawahan milik warga yang terdapat di blok 3 Desa Babakan, Kecamatan Bandung, Kabupaten Serang.
Dahulu lebih dikenal dengan blok Lelurung Persil 61 sIV dan blok Rampahan Persil 41a s.II, Persil 41b s.III, dan Persil 41c d.III dengan total luas seluruhnya 28,8850 hektar dan tercatat dalam letter C Desa Babakan tahun 1951.
“Mengada-ngada dan tidak memiliki alasan hukum sebab faktanya tanah yang dijual masyarakat tersebut adalah hak milik yang dikuasai dan dikelola masyarakat yang memiliki girik atau letter C sejak tahun 1951,” ucapnya.
Tanah itu kemudian dijual kepada PT Modern Industrial Estate dan dijual lagi kepada PT Charoen Pokhpand Indonesia. “Sehingga seharusnya Pemerintah Provinsi Banten terlebih dahulu menggugat PT Charoen Pokhpand, PT Modern Industrial Estate, dan 246 orang pemilik dan pihak-pihak terkait lainnya untuk membuktikan asal usul pencatatan aset pemerintah Provinsi Banten,” katanya.
Uang yang diterima Johadi juga disebut digunakan untuk hal-hal bermanfaat seperti pembangunan kantor desa, pembangunan dua masjid, membantu kegiatan sosial masyarakat, dan operasional desa.
Atas dasar hal-hal tersebut, Sahrullah meminta hakim agar menolak surat dakwaan jaksa karena tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap. Sehingga, dakwaan harus dibatalkan serta tidak bisa diterima. Selain meminta kliennya dibebaskan, Ia juga meminta agar nama baik, kedudukan, dan martabat Johadi bisa dipulihkan.
“Membebaskan terdakwa Johadi dari tahanan,” pintanya.
Atas eksepsi tersebut, jaksa penuntut umum diberi waktu satu minggu untuk menyiapkan jawaban mengenai eksepsi. Sidang akan dilanjut pada pekan selanjutnya dengan agenda jawaban jaksa.
(Dra/red)