Beranda Opini Teguran untuk Banten dan Jakarta

Teguran untuk Banten dan Jakarta

Ilustrasi partai politik. (IST)

Oleh: Sulaiman Djaya, Esais dan Penyair

“Tidak ada demokrasi tanpa penegakan hukum dan konstitusi, karena demokrasi lahir dari kontrak sosial”.

Ada sejumlah kejadian atau peristiwa politik terkait Banten dan Jakarta di tahun 2024. Yang pertama, keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang sungguh luar biasa karena menghadang dan mematahkan ‘skenario elite kecil’ untuk merekayasa ‘kotak kosong’ dalam Pilkada Serentak 2024. Keputusan MK tersebut kemudian ditanggapi DPR yang berusaha menganulirnya dengan menggelar rapat super cepat.

Untungnya, massa mahasiswa dan masyarakat tidak diam, dan segera ‘menghajar’ upaya DPR yang disetir elit kecil itu. Peristiwa-peristiwa politik itu secara langsung berdampak baik bagi sehatnya demokrasi di Indonesia dan Banten. Khusus bagi Banten, sebagai contoh, upaya skenario kotak kosong di Banten gagal total, dan cagub-cawagub usungan pusat punya lawan riil.

Peristiwa-peristiwa politik itu menegur dan mengingatkan kita tentang masih sangat pentingnya gerakan masyarakat sipil tercerahkan yang independen untuk ‘mengawasi’ rezim dan kekuasaan atau elite kecil yang selalu memiliki kemungkinan untuk menjadi tirani dengan menggunakan perangkat-perangkat politik dan kekuasaan, semisal menggunakan partai politik dan kekuasaan legislatif di DPR.

Lalu ada drama kecil, Golkar yang sempat membatalkan mendukung Airin Rachmi Diany dan sempat menyatakan dukungan kepada Andra-Dimyati, balik badan mendukung Airin Rachmi Diany-Ade Sumardi, justru setelah Airin mendapatkan dukungan PDI Perjuangan dan Ketua Umum PDI Perjuangan menegur keras Airin agar mengenakan baju merah-hitam dan menyarankan untuk masuk PDI Perjuangan.

Di tingkat pusat, Presiden terpilih Prabowo Subianto membangun komunikasi dengan Megawati Soekarnoputri (PDI Perjuangan) paska heboh munculnya akun fufufa yang diduga kuat milik Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka, dan sepertinya berdampak bagi hubungan antara Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka saat ini.

Dinamika politik yang berjalan atas dasar kepentingan material dan hasrat kuasa sangat mungkin menciptakan kekuasaan dan rezim tiran bila tidak dibimbing dan dipagari oleh hukum. Hukum lah yang akan menjadi penyelamat sebuah Negara atau bangsa untuk tidak jatuh dalam kekacauan dan tirani.

Yang juga tidak kalah penting adalah pengawasan dan kontrol masyarakat tercerahkan dan komunitas atau pun lembaga-lembaga dan gerakan pencerahan masyarakat sipil yang independen untuk selalu mawas dan awas terhadap aturan-aturan dan kebijakan-kebijakan yang tidak pro rakyat, tidak adil, dan membahayakan keselamatan lingkungan dan kehidupan generasi mendatang.

Tanpa pengawasan dari rakyat dan masyarakat yang tercerahkan untuk berani memprotes dan menyuarakan pandangan dan ketidaksetujuan mereka pada aturan dan kebijakan yang akan berdampak negatif dan merugikan masyarakat banyak, kekuasaan dan rezim penguasa memang sangat rentan untuk menjadi tiran yang menghalalkan segala cara untuk memenuhi ambisi dan keinginannya.

Dalam konteks Pilkada Serentak 2024, kita tentu menginginkan netralitas yang sudah semestinya kepada lembaga dan mereka yang diwajibkan netral berdasarkan hukum dan konstitusi sehingga kita bisa memberikan contoh berdemokrasi yang sehat dan bermartabat. Bukan politik barbar dan praktik ‘hukum’ rimba, semisal menggunakan apparatus kekerasan untuk berpihak dan mengarahkan dukungan publik kepada kandidat tertentu.

Fakta pahitnya saat ini adalah ketika kita melihat dan menyaksikan dengan terang-benderang bahwa partai politik seakan tidak memiliki ideologi dan visi masa depan yang jelas dan lebih memerankan diri sebagai komoditas sewaan untuk kepentingan sesaat, bukan menciptakan visi dan ideologi masa depan yang berkelanjutan. Padahal mestinya partai politik menjalankan fungsi substantif sebagai salah-satu pilar demokrasi modern, semisal memperjuangkan aspirasi rakyat. (*)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News