KAB. SERANG – Gubernur Banten, Andra Soni optimis produksi pertanian di Provinsi Banten akan meningkat hingga dua kali lipat di tahun ini. Hal itu didukung dengan kesiapan infrastruktur irigasi yang diklaim sudah memadai.
Andra optimis dalam peningkatan produksi ini lantaran didukung oleh kesiapan lahan serta peningkatan jumlah lahan yang siap panen.
“(Capaiannya) Itu seperti panen dua kali lipat, terus kesiapan lahan kita dan yang siap panennya juga meningkat, target kita tadi dari 1,7 menjadi 2 koma sekian,” kata Andra dalam wawancara paska menghadiri acara Panen Padi Serentak di 15 Provinsi yang digelar secara virtual bersama Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, Senin (7/4/2025) lalu.
Diketahui, dalam menyambut target tersebut, Pemerintah Kabupaten Serang memilih untuk mengoptimalkan pola tanam ketimbang menambah luas lahan pertanian.
Meski begitu, kenyataan jauh dari optimisme tersebut. Hal itu lantaran masih banyak kendala yang dialami para petani.
Wagi (55), petani asal Kampung Dermayon, Desa Pemengkang, Kecamatan Kramatwatu menyatakan bahwa sistem empat kali tanam setahun sulit diwujudkan. Menurutnya, hal itu dapat menurunkan kualitas padi karena kadar air yang tidak terkontrol.
“Nggak bisa, karena kadar air ngaruh ke kualitas Padi. Nggak bisa mastiin (kadar airnya), biasa kita jual (gabah) ke pabrik-pabrik sini, penggilingan, nggak ke Bulog,” ungkap Wagi kepada BantenNews.co.id, saat beristirahat di tepian sawah garapannya, Rabu (9/4/2025).
Wagi juga menjelaskan, harga jual gabah cenderung rendah. Gabah kering dijual sekitar Rp6.300 per kilogram, sementara gabah dengan kadar air tinggi hanya dihargai Rp6.000–Rp6.200.
“Nggak nyampe (Rp6.500) nggak pernah nyampe, (jual) ke Wilmar yang nyampenya mah kalo kita (petani) hanya jual ke penggiling atau pabrik (harganya) di bawah itu,” ujarnya.
Wagi sendiri mengelola lahan seluas 2–3 hektare, dengan hasil panen bervariasi. Di lahan sawah dalam dengan irigasi baik, satu hektare bisa menghasilkan 6–7 ton.
Namun, kata dia, di lahan lain yang kurang air, hasilnya hanya sekitar 4–5 ton per hektare. Menurutnya, kondisi irigasi di kampungnya juga masih menjadi masalah.
“Tiga kali aja susah, karena kan airnya di sini irigasi buntu, separuh tanah Gege (tanah negara) jadi separuh pembuangan tuh ga tembus ke laut,” tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama, petani lain, Suparman (54) juga menyuarakan keraguan terhadap target tanam empat kali setahun. Ia menilai dari sisi biaya dan risiko, sistem tanam intensif justru dapat merugikan petani.
“Masalah penjualan gabah Rp6.500 perkilo itu nggak bisa, karena ngaruh ke itu (kualitas) padi. Kalo kita coba untuk tanam tiga kali percuma, masalahnya modal, ada penyakit, buang-buang biaya dan modal,” kata Suparman.
Meskipun distribusi pupuk kini mulai lancar, ia menilai produktivitas maksimal tetap hanya dua kali panen per tahun.
“(Tanam) tiga kali aja nggak mampu, maksimal dua kali pertahun kalo dipaksain tiga kali rusak tanah, apalagi empat kali,” ujarnya.
Suparman juga mengeluhkan kualitas benih subsidi yang dinilai kurang optimal. Ia lebih memilih membeli benih secara daring yang menurutnya lebih menjanjikan hasil.
Sementara itu, Ketua Gapoktan Desa Pemengkang, Kodiman menyebutkan bahwa dalam praktiknya, petani hanya sanggup menanam dua kali padi dalam setahun. Musim ketiga biasanya diisi dengan tanaman palawija.
“Kalo tujuh atau delapan kali panen perdua tahun ga bisa, hanya dua kali satu tahun. Yang satu musimnya palawija biar petani nggak sampai nganggur,” katanya.
Ia menjelaskan, tanaman seperti mentimun dan kacang panjang lebih cocok ditanam sebagai alternatif pada musim tertentu. Karena lebih cepat panen dan bisa mendukung rotasi tanam berikutnya.
Dengan sederet kenyataan di lapangan ini, banyak petani menilai target panen ganda dari Pemprov Banten bukan hanya tidak realistis, tapi juga berpotensi menambah beban bagi para petani kecil yang justru menjadi ujung tombak ketahanan pangan daerah.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Serang, Suhardjo mengatakan pihaknya akan mendorong petani untuk meningkatkan frekuensi tanam.
“Kalo penambahan areal persawahan kita tidak ada, tapi pertanamannya dari setahun hanya tiga kali, nanti kita sampaikan ke empat kali (tanam) nanti. Hanya kan butuh benih yang varitas genjah, kemudian pengolahannya,” jelas Suhardjo kepada BantenNews.co.id.
Dijelaskan Suhardjo, selama ini petani cenderung menunda waktu tanam setelah panen.
Dengan pendekatan baru, petani didorong untuk menanam kembali hanya 14 hari pasca panen demi mencapai Indeks Pertanaman (IP) 400.
Penulis : Rasyid
Editor: Tb Moch. Ibnu Rushd