Oleh Anil Hakim Nirwana, Guru Bahasa Indonesia di Pondok Pesantren Daarul Rahman III, Depok.
Tantangan seorang guru pada saat pandemi Covid-19 seperti sekarang ini memang tidak bisa dibilang mudah. Ada banyak pengalaman baru yang saya dapatkan dan upaya mengatasi tantangan dalam menjalankan tugas sebagai guru, utamanya sebagai pendidik di pondok pesantren modern.
Saya merupakan pengajar di Pondok Pesantren Daarul Rahman III, Depok. Pondok Pesantren tersebut menaungi dua jenjang sekolah yakni SMA IT Daarul Rahman dan SMP IT Daarul Rahman. Saya merupakan guru Bahasa Indonesia di SMP IT Daarul Rahman.
Selama pandemi ini pembelajaran terus berjalan. Saya melakukan pembelajaran daring dari rumah. Saya akui tidak mudah memang. Namun dalam situasi seperti sekarang ini, seorang guru harus kreatif dan dapat menyiasati keterbatasan dengan teknologi yang ada.
Pembelajaran tentu harus tetap berjalan. Pada pembelajaran keagamaan misalnya, kendala teknis akan banyak ditemui ketika dilakukan daring atau pembelajaran jarak jauh (PPJ). Pengembangan sikap dan karakter santri sulit diwujudkan jika santri tidak berada di lingkungan Pondok Pesantren. Berdasarkan pertimbangan tersebut kami mendapatkan izin untuk melaksanakan pembelajaran secara luring. Hal itu tentunya dengan syarat kami harus menjalankan protokol kesehatan dengan ketat.
Sejak diberikan izin diperbolehkannya kami untuk melaksanakan pembelajaran secara luring, langkah pertama kami adalah membentuk Satgas Covid-19 Pondok Pesantren Daarul Rahman III. Selanjutnya menyusun rencana kerja serta sosialisasi terkait dengan pelaksanaan new normal dan protokol kesehatan di lingkungan pondok pesantren.
Sebelum memulai pembelajaran secara luring, pihak pondok pesantren mengeluarkan sebuah keputusan terkait dengan sistem pembelajaran yang akan dilaksanakan untuk saat ini. Kebijakan tersebut diantaranya untuk pengajar di luar lingkungan pondok pesantren tidak diperkenankan untuk mengajar secara luring; pengajar di atas 50 tahun tidak di perkenankan untuk mengajar secara luring, baik pengajar yang berada di dalam lingkungan pondok atau di luar lingkungan pondok.
Saya salah satu pengajar yang dikenakan aturan yang pertama, tidak boleh melaksanakan secara luring tapi secara daring. Untuk pelaksanaan pembelajaran secara daring, pembelajaran dilakukan secara virtual menggunakan aplikasi seperti zoom meeting dan google meeting. Untuk pembelajaran di luar virtual dengan memberikan materi pembelajaran berupa file bahan ajar, video pembelajaran satu arah dan latihan.
Ada beberapa kendala teknis sekaligus tantangan yang saya hadapi dalam menjalankan Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) dengan para santri. Pertama ketika pembelajaran secara virtual sering terjadi ketidakstabilan sinyal internet, sehingga pembelajaran terhenti.
Kedua, pengkondisian siswa lebih sulit karena jangkauan yang terlihat di layar tidak semua siswa terlihat. Ketiga pemberian petunjuk kegiatan pembelajaran harus sering diulang, agar lebih jelas. Keempat untuk kegiatan pembelajaran non virtual, seperti pemberian tugas biasanya hanya sekitar 60 % siswa yang mengerjakan tugas.
Hal itu sangat wajar sekali terjadi karena siswa hanya mendapatkan pengajaran secara satu arah dan mereka belajar secara mandiri. Ketika mereka tidak paham maka sulit untuk mengkonfirmasi ketidakpahaman mereka, sehingga yang terjadi siswa tidak mengerjakan tugas yang diberikan guru.
Untuk mengatasi kendala tersebut, beberapa hal sudah dilakukan seperti menambah daya internet menjadi 100 Mbps, memasang router baru. Untuk mengatasi kendala dalm mengkondisikan siswa kami dibantu oleh wali asuh/guru pendamping dari dalam pondok mereka mendampingi dan mendokumentasikan kegiatan siswa. Untuk aktivitas siswa baik dalam belajar dan mengerjakan tugas saya lakukan kerja sama dengan wali asuh atau guru pendamping untuk memfasilitasi jika ada siswa untuk bertanya, biasanya via whatsapp.
Haru saya akui, selain kekurangan PPJ juga, memiliki kelebihan. Pengalaman ini yang saya dapatkan ketika menjalankan peran guru selama masa pandemi. PJJ memiliki keunggulan dibandingkan pendidikan konvensional karena PJJ memberikan keleluasaan dalam hal waktu dan ruang dimana guru bisa mengajar dari mana saja dan membuat materi ajar kapan saja.
Pembelajaran lebih banyak melibatkan teknologi sehingga meningkatkan kompetensi baik guru maupun siswa. Selanjutnya, siswa belajar lebih mandiri, sesuai dengan tujuan dalam kurikulum 2013 bahwasannya dalam proses pembelajaran siswa lah yang aktif dan guru sebagai fasilitator.
Menghadapi fenomena semacam itu maka saya berharap pemerintah membuat kebijakan yang lebih pro terhadap kebutuhan-kebutuhan sekolah dalam melaksanakan PJJ, seperti memberikan perangkat teknologi penunjang kegiatan pembelajaran dan memberikan diklat mengenai kesiapan dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Kepada rekan-rekan guru mari kita bersama untuk meningkatkan kompetensi diri dan tidak menyerah dengan kondisi saat ini. Semoga pandemi ini cepat berlalu dan pendidikan di Indonesia akan terus maju!
(***)