SERANG – Ketua Komisi III DPRD Banten, Gembong R Sumedi meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten menunda pinjaman daerah dari PT. Sarana Multi Infrastruktur (SMI). Hal itu lantaran, program pinjaman tidak sesuai dengan kesepakatan APBD 2021 dimana pemerintah pusat membebankan bunga dari dana pinjaman.
Diketahui, pada kesepatakan awal, Pemprov Banten mengajukan pinjaman daerah sebesar Rp4,9 triliun dimana Rp800 miliar lebih masuk pada APBD Perubahan 2020, sedangkan Rp4,1 triliun masuk pada APBD 2021. Namun, dalam perkembangannya Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 179 Tahun 2020 atas perubahan PMK 105 Tahun 2020, dimana pinjaman dikenakan bunga.
Atas aturan baru tersebut, Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) langsung melayangkan surat keberatan ke Kemenkeu.
Dikatakan Gembong, pada prinsipnya pihaknya mendukung langkah Pemprov Banten dalam hal ini Gubernur yang melayangkan surat protes ke Kemenkeu. Meski begitu, pihaknya masih meragukan jika keberatan itu akan dikabulkan.
“Awalnya (pinjaman) PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) tanpa bunga. Sementara ketika pembicaraan dengan kita, dengan DPRD kan bersepakat tanpa bunga. Dengan sekarang ada bunga kan tidak sesuai dengan APBD kemarin,” kata Gembong, Selasa (16/3/2021).
Gembong menilai, jika memang pemerintah pusat tetap membebankan bunga maka sebaiknya Pemprov Banten menunda pencairannya. Hal itu termasuk pada pelaksanaan lelang pengadaan barang dan jasa yang akan dibiayai dari utang tersebut.
“Kita di Komisi III kalau belum clear lebih baik tidak usah dipakai dulu pinjaman itu. Kita pakai uang yang ada, yang bersumber dari kemampuan kita sendiri,” katanya.
Menurutnya, hal itu menjadi langkah yang paling logis untuk diambil andai pinjaman PEN tetap berbunga. Sebab, jika dipaksakan maka hal itu akan bertentangan dengan kesepakatan yang tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2020 tentang APBD Tahun Anggaran 2021.
Politisi PKS itu juga menilai, jika dana pinjaman itu tak diambil maka akan berdampak pada keuangan daerah dan program-program yang telah dicanangkan. Akan tetapi, hal itu lebih baik dibanding tetap memaksakan mengambil pinjaman dengan bunga.
“Masalahnya APBD sudah diketok, kesepakatannya tanpa bunga. Repot juga ini sekarang. Masa harus dibahas lagi APBD. Jangan dipaksakan (proyek dari dibiayai dari pinjaman) untuk dikerjakan dulu. Dari pada nanti ada masalah di kemudian hari,” ujarnya.
Gembong menegaskan, jika Pemprov Banten tetap mengambil pinjaman, pihaknya secara tegas akan menolak langkah tersebut.
“Pemprov Banten tak menginformasikan adanya ketentuan pembebanan bunga seperti yang tertuang dalam PMK Nomor 179/PMK.07/2020. Padahal aturan itu diterbitkan sebelum APBD tahun anggaran 2021 ditetapkan,” jelasnya.
“Kemarin kesepakatannya enggak pakai bunga, yang mau bayar siapa? Enggak ada (pemberitahuan ada aturan pembebanan bunga). Mestinya Gubernur lemparkan ke dewan. Harusnya sampaikan saja dewan, kan kita bisa bahas,” sambungnya.
Sementara itu Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Banten Rina Dewiyanti mengatakan, saat ini sejumlah proyek yang akan dibiayai dari pinjaman daerah telah dilelangkan. Soal kemungkinan adanya perubahan kebijakan lantaran adanya pembebanan, hal itu telah diantisipasi dalam klausul kontrak pengerjaan proyek.
“Sudah ada beberapa (yang dilelang). Ada klausul yang mengatur tentang hal itu,” kata Rina. (Mir/Red)