CILEGON – Capaian target pendapatan dari retribusi kepelabuhanan di Kota Cilegon yang terus nihil akhirnya mengundang atensi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Banten. Dalam lembar Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) tahun anggaran 2017 lalu itu, komitmen Dinas Perhubungan (Dishub) Cilegon dalam memungut potensi pendapatan daerah dari sektor kemaritiman itu dipertanyakan.
“Persoalannya kan karena setiap tahun itu muncul target retribusi kepelabuhanan, tapi kenapa terus nol rupiah? kita sudah jelaskan ke BPK bahwa kita belum bisa menarik retribusi itu karena kita belum punya izin operasional, belum ada alat, jadi belum ada pelayanan pemerintah disana,” ungkap Kepala Dishub Cilegon, Andi Affandi kepada BantenNews.co.id, Jumat (20/7/2018).
Diketahui, kendati payung hukumnya yakni Perda nomor 5 tahun 2013 tentang Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan sudah lama terbit, namun Pemkot Cilegon hingga saat ini belum bisa membukukan pendapatan seperti yang diharapkan.
“Rencananya baru tahun ini kita akan mengadakan alat (sarana bantu navigasi pelayaran), itu sekitar Rp700 jutaan untuk satu titik koordinat saja. Tahun ini satu saja dulu dari total empat titik koordinat yang kita butuhkan. Sambil kita ajukan izin operasionalnya, mudah-mudahan ini bisa keluar,” katanya.
Dijelaskan, untuk pengoperasian sarana bantu navigasi pelayaran itu sejumlah tahapan harus dilalui Dishub Cilegon termasuk mengantongi izin pengadaan dari Direktorat Kenavigasian Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Ditjen Hubla), Kementerian Perhubungan.
“Dalam pelaksanaannya nanti kita akan bekerjasama dengan KSOP. Jadi nanti tergantung arahan dari KSOP (Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Klas I Banten) kapal-kapal itu nanti akan berlabuh dimana? Mudah-mudahan KSOP juga pro ke pemerintah daerah. Kan itu sudah dibagi-bagi. Pelindo dapat, KBS dapat, masak pemerintah daerah ngga dapat apa-apa,” terangnya.
Sebelumnya Plt Walikota Cilegon, Edi Ariadi mengatakan menyangkut rencana pembangunan sarana itu, sejauh ini Pemkot Cilegon baru mengantongi rekomendasi dari Ditjen Hubla. “(Pengadaan sarana bantu navigasi pelayaran) Itu kan katanya mau dijadikan PAD (Pendapat Asli Daerah). Tapi kalau saya, berpikir cost and benefit. Ya kalau beli Rp1 miliar, pendapatannya cuma Rp10 juta doang, pusing juga nanti kita,” katanya. (dev/red)