Oleh : Moch. Nasir Rosyid SH,
Pegiat Literasi
Tahun Baru, Pemimpin Baru. Demikian beberapa tulis postingan di media sosial menyambut tahun baru 2025. Begitulah memang kenyataannya, tahun 2025 ini Cilegon punya pemimpin baru, yakni Robinsar dan Fajar Hadi Prabowo (Robinsar-Fajar) sebagai pasangan Walikota dan Wakil Walikota yang baru. Tampilnya pasangan ini sebagai Walikota dan Wakil Walikota Cilegon periode 2025-2029 mendatang setelah berhasil memenangi Pilkada November 2024 lalu dengan mengalahkan pasangan calon incumbent Helldy Agustian-Alawi Mahmud dan pasangan calon Isro Mi’raj-Nurrotul Uyun.
Masyarakat Cilegon menaruh harapan kepada pemimpin baru dari kalangan kaum muda dengan jargon Muda, Berani, Maju ini bisa membenahi karut marutnya pengelolaan pemerintahan daerah serta bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat Cilegon ke arah yang lebih baik. Untuk menuju ke arah itu, Robinsar-Fajar melalui visi misinya telah merancang 7 program strategis dan 17 program unggulan. Program di atas merupakan hasil kajian termasuk masukan dari beberapa elemen masyarakat yang kemudian dirumuskan bersama oleh Robinsar-Fajar dengan tim Kajian Strategis dalam tim pemenangan.
“Jadi 7 program strategis dan 17 program unggulan Robinsar-Fajar bukan hanya tulis tonggong atau asal nulis, tetapi melalui kajian yang mendalam,” begitu kata Rapih Herdiansyah, Ketua Tim Pemenangan Robinsar-Fajar beberapa waktu lalu.
Sekadar diketahui, 7 program strategis sebagaimana disebut yakni, Pembangunan Pendidikan, Pembangunan Kesehatan, Pembangunan Infrastruktur dan Lingkungan, Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik, Pembinaan Ketenagakerjaan dan Penguatan Struktur Perekonomian, Pengembangan Potensi Kewilayahan, Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat. Adapun 17 program unggulan merupakan pengejewantahan dari 7 Program Strategis.
Dari 17 program unggulan di antaranya Modernisasi Balai Latihan Kerja (BLK) berstandar Nasional, Bantuan Biaya Pendidikan sepenuhnya pada strata sarjana bagi siswa yang kuliah di perguruan tinggi ternama untuk masyarakat berpendapatan rendah dan siswa berprestasi, Pembangunan infrastruktur utama Jalan Lingkar Utara (JLU), Pelabuhan Warnasari, Kawasan Industri Padat Karya dan Penataan Wajah Kota Cilegon trans PCI-Simpang Tiga.
Untuk pelaksanaan visi misi pogram di atas, tentu harus melalui proses berdasarkan aturan yang ada. Visi misi dan program itu menjadi acuan pelaksanaan yang harus ditempuh melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), artinya semua yang diprogramkan terlebih dahulu harus masuk RPJMD dan APBD. Kalaupun belum bisa dimasukkan, maka untuk tahun pertama harus ditempuh melalui jalur sinkronisasi program visi misi Robinsar-Fajar dengan Program APBD 2025 yang sudah terlebih dahulu diketuk palu saat Robinsar-Fajar belum resmi menjabat Walikota dan Wakil Walikota.
Lantas apa yang harus dilakukan Robinsar-Fajar?. Tentu saja banyak hal yang harus segera dilakukan setelah resmi dilantik. Namun yang utama adalah bagaimana melakukan sinkronisasi antara visi misi dengan program yang sudah dicanangkan dalam APBD 2025 yang sudah diketuk palu di atas. Pentingnya sinkronisasi tak lain untuk memantapkan agar roda pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan berjalan sesuai yang diharapkan. Hal ini terkait juga dengan kondisi birokrasi secara kelembagaan, artinya Robinsar-Fajar memerlukan dukungan perangkat daerah yang solid, kapabel penuh dedikasi membangun daerah.
Tantangan Robinsar-Fajar dalam menjalankan roda pemerintahan harus diakui tidak ringan. Tantangan ini bisa dilihat untuk tahun pertama akan terasa berat melihat kondisi pemerintahan saat ini. Seperti kita ketahui, Robinsar-Fajar telah diwarisi kondisi pemerintahan yang tidak sedang baik-baik saja. Warisan utang pemerintah atas pelaksanaan APBD 2024 terutama adanya proyek gagal bayar dan honor-honor daerah ratusan miliar rupiah yang belum dibayarkan menjadi beban tersendiri bagi pemerintahan Robinsar-Fajar mengingat utang ini terutama bagi pihak ketiga yang telah menyelesaikan pekerjaan proyek harus tetap dibayar di saat Robinsar-Fajar resmi menjabat Walikota dan Wakil Walikota.
Jikapun pemerintahan Robinsar-Fajar harus membayar, itupun harus dicari alas hukumnya supaya tidak jadi masalah hukum di kemudian hari yang menjerat Robinsar-Fajar mengingat APBD 2025 tidak memiliki anggaran untuk membayar utang-utang menggunung itu. Oleh karenanya, jika memungkinkan minta pendapat hukum dari Aparat Penegak Hukum (APH) agar suatu saat tidak kena getahnya. Adapun honor-honor daerah yang hingga saat ini belum dibayarkan kepada yang berhak, seperti Guru Madrasah, Guru Ngaji, Guru Honorer, Kader, Linmas dan lainnya tentu menjadi keprihatinan sendiri mengingat posisi honor beda dengan utang kepada pihak ketiga berupa pembayaran pelaksanaan proyek. Tentu saja Robinsar-Fajar sedapat mungkin, jika ada aturan yang membolehkan, honor itu tetap dibayarkan mengingat hajat hidup orang banyak. Tetapi jika tidak ada cantolan hukumnya, honor itu bisa hangus lantaran prinsip dasar bagi pemberian honor adalah kemampuan anggaran APBD. Sementara APBD saat ini mengalami defisit anggaran akibat ketidakmampuan pemerintah daerah yang dipimpin Helldy Agustian dalam pengelolaan anggaran dan pemerintahan atau dalam bahasa lain disebut kegagalan.
Ketidakmampuan atau kegagalan pengelolaan anggaran dan pemerintahan era Helldy Agustian ini bukan tanpa alasan. Dulu, ketika pertama kali melaksanakan APBD yakni APBD 2021, mewariskan SILPA hampir setengah triliun rupiah. Adanya SILPA itu akibat banyak kegiatan program yang tidak dilaksanakan, alasannya karena gagal lelang. Tentu saja ini hanya alasan klise, padahal sejatinya terlalu banyak kepentingan bermain disamping adanya fobia tidak mau melaksanakan kegiatan yang diprogramkan Walikota yang lama. Hal ini tidak lepas dari aspek penganggaran lantaran APBD 2021 diketuk palu saat Helldy Agustian belum menjabat Walikota.
Catatan pentingnya, saat pertama kali menjabat, anggaran ada, tapi kegiatan banyak tidak terlaksana hingga untuk pertama kalinya dalam proses pelaksanaan APBD Kota Cilegon menyisakan SILPA hampir setengah trilun. Saat akhir masa jabatan tahun 2024 kemarin, justru sebaliknya. Pelaksanaan APBD 2024 terjadi defisit anggaran hingga menyebabkan banyak kegiatan yang sudah dilaksanakan pihak ketiga tidak bisa dibayar termasuk honor-honor daerah yang menyasar ke masyarakat juga tak bisa dibayar hingga ratusan miliar. Ini juga masuk kategori kegagalan pengelolaan anggaran dan pemerintahan era Helldy Agustian. Perlu diketahui bahwa inipun untuk pertama kalinya Pemerintah Kota Cilegon mengalami defisit anggaran hingga mewariskan utang ratusan miliar. Sejarah!.
Hal lain yang perlu diperhatikan oleh Robinsar-Fajar adalah bisa melihat dan mencermati kondisi birokrasi yang ada saat ini agar dalam menjalankan roda pemeintahan tidak terkendala oleh adanya mental-mental birokrat yang cenderung tidak kapabel, carmuk dan asal bapak senang. Pengalaman sudah membuktikan, penempatan pejabat yang tidak kapabel dan profesional berakibat pada karut marutnya pengelolaan anggaran dan pemerintahan hingga berujung defisit, korbannya adalah masyarakat.
Untuk itulah ke depan Robinsar-Fajar harus segera melaksanakan reformasi birokrasi dengan cara mengadakan rotasi, mutasi dan promosi pejabat sesuai dengan koridor peraturan perundang-udangan yang ada. Rotasi, mutasi dan promosi adalah hal yang biasa dalam penyelenggaraan pemerintahan guna memastikan berjalannya pelaksanaan visi misi yang akan dijadikan sebagai acuan pelaksanaan pembangunan ke depan.
Terkait dengan masalah ini, Robinsar-Fajar harus jeli dalam menempatkan pejabat yang akan membantu pelaksanaan program pemerintahan. Maksudnya jangan terjebak oleh adanya klaim-klaim politis dari orang-orang tertentu terutama yang datang dari birokrat. Sudah menjadi kebiasaan bagi birokrat, yang dulunya memaki, menjelek-jelekkan akan berbalik arah ketika ada pemimpin yang baru, dalihnya adalah siapapun pemimpinnya, sebagai aparatur harus mendukung. Oleh karena itu, untuk jabatan penting di OPD, pilih pejabat yang kapabel, profesional dan sama-sama mau kerja untuk rakyat, bukan untuk rayat. (*)