Sultan Banten yang bertahta pada 1596-1651 Masehi kerap blusukan di malam hari. Dengan ditemani oleh Ki Cili Duhung, sultan memeriksa kondisi kompleks istana dan kondisi rakyatnya.
Apabila ditemukan ada rakyat yang sakit atau mengalami penderitaan lainnya, keesokan harinya sultan langsung memerintahkan Ki Gula Geseng dan Ki Gula Ngemu untuk memberikan bantuan ke rakyatnya.
Ki Gula Geseng merupakan patih kepercayaan sultan. Makamnya berada di kompleks pemakaman di sekitar Masjid Agung Banten.
Sultan juga sering melakukan ‘Seserangan’ yaitu mengontrol sawah milik kerajaan yang terletak (saat ini) di pusat Kota Serang. Istilah Serang merupakan sawah milik kesultanan sedangkan sawah milik rakyat disebut sabin.
Di samping untuk memenuhi kebutuhan pangan di istana, hasil dari sawah kerajaan ini juga dijual untuk mengontrol harga beras di pasar sehingga harga beras menjadi stabil. Dengan demikian kebutuhan rakyat akan beras menjadi terpenuhi.
Kisah kepedulian Sultan Abul Mafakhir Mahmud Abdul Kadir Kenari terhadap kebutuhan pangan rakyatnya ini dicatatkan Halwany Michrob dan Mudjahid Chudori dalam ‘Catatan Masa Lalu Banten’.
Sultan Abdul Kadir merupakan kakek dari Sultan Abul Fath Abdul Fattah yang dikenal sebagai Sultan Ageng Tirtayasa. Sulten Ageng Tirtayasa merupakan salah satu pahlawan nasional. (ink/red)