CILEGON – Kabar rencana Direktur Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Cilegon Mandiri (BPRS-CM), Idar Sudarma yang akan memohon adanya pembebasan kontribusi dalam bentuk dividen ke kas daerah mengundang reaksi Walikota Cilegon, Edi Ariadi.
Sebagai pemegang saham atas salah satu BUMD tersebut, Edi menyesalkan adanya wacana yang belakangan memaksanya mengurungkan niat menghadiri rapat Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan (RKAT) BPRS-CM di salah satu hotel di Kota Cilegon, Selasa (19/1/2021) kemarin sehingga diwakili oleh Wakil Walikota Cilegon, Ratu Ati Marliati.
“Pusing saya jadinya, makanya mau ikut rapat kemarin ya ngga jadi lah. Karena kan BPRS itu dalam posisi rugi pendapatan sebenarnya tahun ini. Kan dia mau RKAP (Rencana Kerja Anggaran Perusahaan), berapa rencananya? Rp400 juta doang,” ujar Edi kepada BantenNews.co.id, Rabu (20/1/2021).
Lantaran kinerja keuangan yang kurang menguntungkan tersebut, menurutnya perlu ada langkah strategis guna efisiensi keuangan korporasi.
“Saya katakan, berarti sudah harus surplus ini. Pegawai harus diturunin semua gajinya, sudah saya sampaikan secara lisan kemarin. Makanya Bu Wakil kemarin itu juga cuma membuka dan menutup (Rapat RKAT), karena sudah ada kesimpulan dari saya,” cetusnya.
Baca : DPRD Tolak Permohonan Setoran Nol Rupiah BPRS Cilegon Mandiri
Di bagian lain Asisten Daerah II Setda Cilegon, Tb Dikrie Maulawardhana mengaku pemerintah selaku pemegang saham atas BPRS-CM tidak mau terburu-buru mengamini permohonan tersebut. Terlebih mengingat audit keuangan BPRS-CM oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat ini yang masih berjalan.
“Kan RKAP-nya belum, hasil auditnya dari OJK juga belum keluar. Nah hasil audit OJK 2020 ini menjadi parameter pimpinan daerah untuk menentukan langkah kebijakan berikutnya. Tapi kalau berdasarkan laporan dari BPRS, mereka tidak akan mampu memberikan dividen kepada daerah,” ujar Dikrie di ruang kerjanya.
Secara regulasi, Dikrie membenarkan bahwa BPRS-CM berkewajiban untuk memberikan dividen sebesar 50 persen dari laba bersih. Namun tak menutup kemungkinan hal itu tidak dapat diterapkan bila hasil audit OJK menyimpulkan lain.
“Tapi kalau dia tidak ada laba pada tahun 2020, apa yang bisa diberikan kepada daerah? Nah makanya yang bisa menjustifikasi itu hasil audit OJK nantinya. Kalau sudah ada hasilnya, barulah kita bisa keluarkan rekomendasi. Termasuk penetapan dividennya. Nol atau tidak nol, itu adanya di RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham),” tandasnya. (dev/red)