Beranda Investigasi Rugi Gede Hilangnya Situ Ranca Gede

[Investigasi] Rugi Gede Hilangnya Situ Ranca Gede

Situ Ranca Gede Jukung yang sudah beralihfungsi menjadi kawasan industri. (Ist)

Dengan tatapan nanar, Junaedi memandangi hamparan tanah kosong yang kini tergenang air. Sebaik ingatannya, hamparan itu dulunya adalah sawah seluas satu hektare miliknya. Dahulu sawahnya bisa menghasilkan 8 ton padi tiap musim panen.

“Dulu masih bisa ditanam, sekarang udah nggak bisa karena banjir,” tutur Junaedi kepada tim Klub Jurnaslis Investigasi (KJI) pada Juni 2024 lalu.

Sekitar tiga tahun lalu, sawah Junaedi dan beberapa warga lainnya di Desa Babakan, Kecamatan Bandung, Kabupaten Serang, Banten, sudah tertutup pabrik yang masuk dalam Kawasan Industri Modern Cikande. Sawah mereka tak bisa lagi digarap sejak situ di sekitar lahan mereka sudah menghilang. Situ yang oleh warga setempat sering disebut rawa itu dulunya menjadi area penampungan air irigasi. Sejak rawa dtimbun dan menjadi kawasan industri, sawah warga yang kini kerap tergenang air.

Pasca sawahnya sudah tidak produktif, Junaedi dan warga lain sempat dapat ganti rugi dari PT Modern Industrial Estate selaku pengembang Kawasan Industri Modern Cikande itu. “Cuma sekali-kalinya, sampai sekarang udah gak ada lagi,” imbuhnya.

Junaedi bingung saat 2019 silam tempat tinggalnya didatangi pejabat dari Pemprov Banten. Katanya, pejabat-pejabat itu kaget melihat banyaknya pabrik yang berdiri di atas area Situ Ranca Gede.
“Saya pernah nganter pejabat provinsi, dia kaget (Situ) sudah alih fungsi yah. Saya bilang kenapa pas penyerahan dari Jabar (Pemprov Jawa Barat) gak terjun ke lapangan,” ujarnya.

Selain Junaedi, warga lainnya berinisial ER asal Desa Bojong Ranji, Kecamatan Cikande, Kabupaten Serang mengatakan setidaknya ada dua situ besar yang kini sudah rata menjadi pabrik di Kawasan Industri Modern Cikande. Dua situ tersebut yaitu Ranca Gede dan Ranca Bayubud.

Karena rumahnya lebih dekat dengan Situ Ranca Bayubud, ER masih ingat gambaran situ tersebut yang kerap jadi tempat warga memancing atau sekadar bersantai.
“Ranca Bayubud  itu mah tempat ikan, banyak ikannya. Sekarang mah udah jadi pabrik semua,” kenangnya.

Perempuan setengah baya itu juga bercerita bahwa sawah milik keluarganya kini juga sudah berubah menjadi pabrik. Keluarganya dulu memiliki sawah yang kemudian dijual ke pengelola kawasan. Sejak situ berubah menjadi pabrik, lingkungan warga kini sering banjir ketika hujan lebat. Padahal, seingat ER dahulu kampungnya tidak pernah merasakan banjir sama sekali. Ia menduga adanya pabrik dan berubahnya situ merupakan penyebab banjir setiap kali hujan deras mengguyur.

“Pas ada pabrik aja banjir. Sebelum ada pabrik mah ibu ga pernah kebanjiran,” keluhnya.

Warga sekitar kawasan industri lainnya yang tinggal di Desa Babakan berinisial H mengatakan hal serupa terkait Situ Ranca Gede dan Situ Ranca Bayubud.
Kata H, lokasi persis Ranca Gede saat ini yaitu merupakan pabrik PT Charoen Pokhpand Indonesia. Ia menunjuk pabrik berlogo singa itu sambil menceritakan bahwa dulu lahan itu merupakan Situ Ranca Gede yang kedalamannya setinggi leher orang dewasa. Sebelum menjadi pabrik, ia sering mengail ikan di situ tersebut.

Ia mengaku tidak tahu kapan tahun persisnya PT Charoen Pokphand dibangun. Ia hanya ingat saat pembebasan lahan banyak calo tanah yang melakukan pemaksaan agar warga menjual lahannya. Namun, dirinya tidak tahu siapa yang memaksa. Katanya, terkait peralihan lahan diketahui oleh Kepala Desa Babakan yaitu Johadi yang kini menjadi tersangka kasus gratifikasi pembebasan lahan.
“Kebanyakan maksa nakut-nakutin,” katanya.

Tangkap layar citra satelit tahun 2014. (IST)

 

Tangkap layar citra satelit tahun 2019.

Keterangan warga tersebut selaras dengan hasil temuan Tim Klub Jurnalis Investigasi (KJI) Banten terkait lokasi Situ Ranca Gede menggunakan aplikasi Google Earth Pro. Berdasarkan koordinat di Google Maps yaitu -6.2051037844039625, 106.30474451153897, kami menemukan bahwa lokasi pabrik PT Pokhpand pada sekitar tahun 2012 sampai 2017 berbentuk perairan seperti danau.
Perlahan sejak 2017 sampai 2018 bentuk perairan seperti danau tersebut perlahan hilang dan berubah menjadi pabrik di tahun 2019.

Tangkap layar citra satelit tahun 2023.

Dari gambar di atas terlihat genangan air yang diduga Situ Ranca Gede masih terlihat di titik koordinat. Namun, pada tahun-tahun selanjutnya genangan itu hilang, lalu perlahan berubah menjadi daratan yang saat ini berdiri pabrik.

Dari citra satelit pada Google Earth terbaru, di bekas Situ Ranca Gede telah berdiri sejumlah pabrik di sekitar kawasan ini, di antaranya adalah PT Rich Products Manufacturing Indonesia, PT Taco Anugrah Corporindo, PT Perfect Companion Indonesia Manufacturing, dan PT Charoen Pokphand.

Pada 26 Juni 2024, Tim KJI Banten mendatangi langsung Kawasan Industri Modern Cikande. Di sana hampir seluruh kawasan sudah berubah menjadi pabrik. Hanya ada sedikit bekas genangan rawa-rawa yang terlihat di pinggir pabrik-pabrik.

Untuk mengonfirmasi apakah Situ Ranca Gede merupakan milik Pemprov Banten, tim KJI Banten kemudian menghubungi Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Provinsi Banten, Arlan Marzan. Katanya memang Pemerintah Provinsi Jawa Barat tidak pernah menyerahkan aset dengan nama Situ Ranca Gede kepada Pemprov Banten. Begitu pun dalam lampiran salah satu aset Pemprov Jabar yang menjadi hak Pemprov Banten.

”Jadi Jawa Barat tidak pernah melimpahkan Situ Ranca Gede Jakung ke Provinsi Banten,” ujar Arlan.

Tapi, Arlan menjelaskan alasan Situ Ranca Gede masuk inventaris Pemprov Banten itu dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Banten pada 2007 silam. Saat itulah Situ Ranca Gede Jakung seluas 25 hektare yang titik koordinatnya berada di Kampung Ranca Gede, Desa Babakan, Kecamatan Bandung, Kabupaten Serang masuk aset Pemprov Banten.
”Intinya, oleh BPKAD (Badan Pemeriksa Keuangan dan Aset Daerah) Banten berdasarkan saran BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), itu harus dimasukan aset provinsi. Karena situ-situnya kan (kewenangan) provinsi, dimasukanlah ke dalam pencatatan aset. Datanya artikulasi, bentuk-bentuk datanya. Ya BPN sebetulnya yang menyatakan itu situ,” tuturnya.

Kawasan Industri Modern Cikande. (Dok Tim KJI Banten)

Kata Arlan, DPUPR sudah memasukan Situ Ranca Gede ke dalam inventaris pada 2019 beserta situ lainnya di Banten. Memang dari lokasi, Arlan membenarkan Situ Ranca Gede sudah berubah jadi daratan dengan bangunan pabrik di atasnya. DPUPR juga sudah meminta bantuan Kejati Banten untuk mengusut dugaan alih lahan milik Pemda itu.
“Begitu kami lakukan inventarisir ternyata data yang masuk situ itu, di lokasi sudah enggak ada. Kalau enggak salah di 2021 kami masif inventarisir. Masih ada lahan basah sedikit kalau tidak salah,” katanya.

Arlan menerangkan pendampingan oleh Kejati Banten dilakukan untuk mengantisipasi, adanya perbuatan melawan hukum apabila aset Situ Ranca Gede dihapus oleh Pendampingan Pemprov Banten.
“Karena kami meski menghapus catatan aset kan itu enggak serta merta, kepastian itu (Kepastian hukum apabila dihapus-red). Makanya kami minta pendampingan, salah satunya Kejaksaan,” lanjutnya.

Berubahnya lahan situ menjadi kawasan pabrik ini ditengarai dimulai sejak tahun 1998. Saat itu sejumlah warga memiliki Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT). Kemudian pada tahun 2012 terjadi pembebasan lahan besar-besar oleh Modern Cikande Industrial Estate (MCIE). Warga yang mengklaim pemilik lahan Situ Ranca Gede lalu menjualnya.

Untuk memastikan status kepemilikan Situ Ranca Gede, Tim KJI juga bertemu dengan perwakilan BPN Kabupaten Serang dan Provinsi Banten di Kantor BPN Banten pada 4 Juni 2024. Di sana kami bertemu dengan Kepala Bidang Penataan dan Pemberdayaan Kantor Wilayah BPN Provinsi Banten Eko Suharno, Kepala Seksi Penataan dan Pemberdayaan Kantor Pertanahan Kabupaten Serang Yenpi Haryanto, Kepala Seksi Survei dan Pemetaan Kantor Pertanahan Kabupaten Serang Bagus Rhama Hari Prakoso, dan Humas Kantor Wilayah BPN Banten Mutmainnah.

Tim KJI Banten saat wawancara dengan perwakilan BPN Banten dan BPN Kabupaten Serang. (Dok.KJI Banten)

Eko menjelaskan bahwa Situ Ranca Gede masuk daftar hasil inventarisir pada tahun 2007 silam. Data itu diperoleh dari keterangan kantor-kantor BPN di kota/kabupaten, lalu data itu disatukan menjadi satu dokumen dengan judul daftar Situ.

Namun, mengenai apakah Situ itu masuk dalam aset Pemda atau bukan, menurutnya bukan kewenangan BPN.

“Tapi bicara aset tidak serta merta daftar itu kita tetapkan aset, bukan kewenangan kita, yang mana daftar tahun 2007 itu dulu dalam rangka apa dan bagaimana yang jelas karena kita nggak tau secara formal tujuannya untuk apa kita juga tidak tahu,” kata Eko.

Saat ditanya apa alasan BPN melakukan pendataan Situ di Kota/Kabupaten, ia mengatakan tidak mengetahui alasannya. “Nah itu tadi, nggak tahu dulu itu seperti apa, Kalau data daftar situ dari Jabar ke Banten datanya di BPKAD. Mungkin saja dulu koordinasi dengan Jabar, 2007 pelakunya sudah nggak ada. Kabidnya dulu alm Pak Hepiyanto, jadi secara formal kita gak bisa memastikan apakah itu aset atau bukan karena ada kewenangannya sendiri yang jelas masuk situ 2007,” imbuhnya.

Eko juga menambahkan bahwa terkait situ yang jadi aset Pemda sebetulnya bukan kewenangan BPN. Pemda semestinya yang mengurus aset tersebut dan BPN hanya mengurus mengenai sertifikatnya.

“Seharusnya dari Pemda, ‘mana situ mu?’ batasnya dipasang baru kita ukur. Kebetulan 2007 kita yang gak tau konteks data itu dalam rangka apa, kami sudah konfirmasi dari sisi anggaran pun gak ada,” ujarnya.

Data yang dimiliki BPN pun diakui hanya beyrbentu data tabular atau dokumen tabel semata. Terkait luasan serta lokasi batas situ juga pihaknya tidak mengetahui.

“ Kami secara spasialnya kan gak tahu di mana, mau identifikasi sertifikat gimana kami kurang paham, data tabular aja,” kata Bagus Rhama Hari Prakoso dengan nada sedikit naik.

Tim KJI lalu coba meminta data inventarisir Situ tahun 2007 tersebut. Tapi, BPN tidak memberikan data tersebut dan hanya menunjukan sekilas melalui layar ponsel. Kami juga tidak diperkenankan memegang handphone tersebut untuk melihat secara detail.

Tim KJI juga sempat menghubungi Prauri, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Serang, Prauri pada 2 Juli 2024, untuk menanyakan izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (amdal) Kawasan Industri Modern Cikande karena seringnya banjir di sekitar lingkungan industri. Katanya, kewenangan izin lingkungan dipegang oleh Pemeprintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten. Tapi, kewenangan Kabupaten sangat kecil terkait pengelolaan lingkungan.
“Untuk yang di kawasan banyak sekali dan sudah bukan draf lagi pak ada yg berupa dokumen AMDAL dan UKL-UPL. Yang lebih tepat mintanya pada pengelola lingkungan di kawasan modern. Setiap pembahasan AMDAL atau UKL-UPL kami hanya diundang untuk pembahasan karena kawasan sudah punya tim penilainya,” kata Prauri.

Sementara berdasarkan salah seorang pejabat Pemkab Serang yang enggan disebut namanya, ada sebanyak 250 warga yang mengklaim sebagai pemilik di atas lahan 25 hektare yang disebut lokasi Situ Ranca Gede.

Katanya, sebelum diratakan dan berubah jadi kawasan industri, masyarakat sudah sejak dulu memiliki sawah di lahan-lahan yang dangkal. Namun ada juga yang tidak menggarap lahannya jadi sawah karena kondisi lahan yang terlalu dalam dan hanya dipenuhi tanaman air.
“Setahu saya masyarakat itu menyebut (lahan) di situ sawah jero karena kondisinya rendah,” kata pria yang sempat mengikuti perjalanan pengurusan Kawasan Industri Modern Cikande.

Tim KJI lalu coba mengonfirmasi terkait sengkarut alih fungsi aset situ ini kepada pihak pengelola kawasan  tapi, pihak perusahaan menolak menanggapi permintaan konfirmasi dari kami.
”Untuk saat ini manajemen hanya mengikuti dan taat terhadap proses hukum yang ada saja, tidak bisa memberikan tanggapan lebih lanjut terkait hal tersebut,” kata Humas PT Modern Industrial Estate, Zaky.

Setelah adanya dugaan alih fungsi aset, Pemprov Banten kemudian meminta bantuan Kejati Banten untuk membantu menyelesaikan masalah tersebut lewat Surat Kuasa Khusus (SKK) melalui Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun).
Saat ditangani Kejati, ditemukan adanya dugaan tindak pidana. Dari Datun lalu persoalan itu dilimpahkan ke Bidang Pidana Khusus. Penyelidikan kasus itu kemudian dilakukan pada 2 Oktober 2023, kasus lalu naik ke tahap penyidikan pada 31 Oktober 2023.
Mantan Kepala Kejati Banten Didik Farkhan Alisyahdi sempat mengatakan adanya potensi kerugian negara yang besar dari alih fungsi lahan Situ Ranca Gede Jakung. Kerugian negara ditaksir mencapai Rp1 triliun.
“Ada kerugian negara, 25 hektare kalau tanah di situ Rp4 juta (per meter) dikali 25 hektare (total) Rp1 triliun,” kata Didik pada 25 Desember 2023.

Pihak Kejati lainnya yaitu Kasi Penerangan Hukum (Penkum) Kejati, Rangga Adekresna mengatakan dari hasil gelar perkara disepakati bahwa ada indikasi kuat dugaan pelanggaran dalam alih fungsi lahan tersebut. ”Kalau sudah naik penyidikan, tentu peristiwa pidana sudah ditemukan,” kata Rangga beberapa waktu lalu.

Puluhan saksi sudah diperiksa pada Januari 2024, mulai dari pejabat di Pemerintah Kabupaten Serang, pejabat Provinsi Banten, BPN Banten, Kades Bendung, Camat Bandung hingga Direktur Utama PT Modernland Pascall Wilson. Total saksi yang diperiksa hingga Mei 2024 ada sekitar 45 orang telah diperiksa.

Pada 3 Mei 2024, Kejati Banten telah menetapkan Kepala Desa Babakan, Johadi sebagai tersangka gratifikasi pembebasan lahan. Johadi disebut menerima uang sebesar Rp736 juta dari tim pembebasan lahan berinisial JP.

Sejak Johadi ditetapkan sebagai tersangka, proses hukum tak kunjung berkembang. Hingga saat ini, Kejati Banten tak kunjung menetapkan tersangka baru dalam kasus alih fungsi lahan milik negara tersebut. Jangankan memburu aktor utama hilangnya aset negara,, perkembangan pemberi gratifikasi yaitu JP pun menguap begitu saja. Diketahui, saat ini perkara Johadi sudah akan segera disidangkan di Pengadilan Tipikor Serang.

Terpisah, Kajati Banten Siswanto mengaku akan terus melakukan pengembangan atas perkara alih fungsi aset Pemprov Banten tersebut. Bahkan, ia mengaku telah memimpin langsung gelar perkara untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya yang harus dikerjakan oleh penyidik untuk mengungkap tersangka baru.
”Terserah penyidik mengolah itu (pengembangan) tapi kita sudah kasih arahan, ya semoga tidak terlalu lama lagi,” katanya.
Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) juga turut menyoroti kasus alih fungsi lahan tersebut. Pasalnya, sudah sekitar 9 bulan kasus tersebut naik ke tahap penyidikan, tapi hanya satu orang tersangka yang jadi tersangka. Menurut MAKI, kepala desa pasti bukan lah pelaku utama dalam kasus yang menyebabkan dugaan kerugian hingga Rp1 triliun. “Saya minta penyidik mengembangkan jangan hanya kepala desa saja. Kepala desa saya yakin ini rangking terbawah, pasti ada yang atasnya,” kata koordinator MAKI, Bonyamin Saiman.

Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron mengatakan, situ merupakan aset yang tidak dapat berpindah tangan menjadi kepemilikikan pribadi ataupun perusahaan.
“Situ itu adalah aset yang tidak bisa dihaki oleh perorangan,” katanya saat mengunjungi Pendopo Gubernur Banten, Kamis (5/9/2024).
Untuk menjaga aset tersebut, Ghufron mengaku akan melakukan pendampingan hukum kepada Pemprov Banten agar aset pemerintah dapat kembali lagi jadi milik negara.
“Oleh karena itu, kalau ada janggal situ dan lain-lain beralih pihak perseorangan atau pihak ketiga, tentu kami konsen untuk mendampingi Pemda mengembalikan menjadi aset daerah kembali,” ujarnya. (dra/red)

Tulisan ini hasil kolaborasi Indonesia Corruption Watch (ICW), Perkumpulan Banten Bersih, dan Tim KJI Banten. Tim KJI Banten terdiri dari jurnalis media lokal dan nasional yang bertugas di Banten.

 

 

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News