
Oleh: Sulaiman Djaya, Pemerhati Sosial Kebudayaan
Di podcast Si Paling Kontroversi Metro TV edisi 1 Desember 2024, Direktur Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengemukakan ada anomali yang baunya sangat kencang di Pilgub Banten 2024, bau kencang yang mengindikasikan ada rekayasa yang dipaksakan agar calon tertentu menang. Hal senada juga sebelumnya dikemukakan Direktur Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), yaitu Saiful Mujani.
Kecurigaan Burhanuddin Muhtadi dan Saiful Mujani serta para kolega mereka terkait Pilgub Banten 2024 karena hasil hitungnya tidak sesuai dengan exit poll, bukan cuma meleset dari survey. Burhanuddin Muhtadi juga mengemukakan bahwa sebenarnya sejumlah lembaga survey memiliki data survey beberapa hari sebelum pemilihan Gubernur Banten meski tidak dipublikasi.
Tak hanya itu, Burhanuddin Muhtadi juga menyanggah bahwa kemenangan Paslon 02 di Pilgub Banten 2024 karena endorse Prabowo Subianto mengingat endorse itu dipublikasi dua hari sebelum pencoblosan atau di masa tenang. Lagipula, demikian lanjutnya, berapa banyak pula yang dapat dijangkau publikasi endorse itu, sudah pasti sangat terbatas.
Dari pihak atau kubu pengusung Paslon 01, yaitu PDIP menduga ada intervensi institusi dan aparat Negara yang menggiring masyarakat agar memilih paslon tertentu. PDIP menyebut pihak yang melakukan intervensi itu adalah Partai Coklat atau Parcok, yaitu polisi dan ASN, di mana menurut mereka polisi ‘mengintimidasi’ para kepala desa untuk mengarahkan masyarakat memilih paslon tertentu.
Bila kita lihat dengan seksama, fenomena para kepala desa yang berpihak kepada paslon tertentu itu memang banyak terpublikasi di media sosial, terutama untuk kasus Banten dan Jawa Tengah. Bahkan, beberapa kepala desa di wilayah saya tinggal pernah juga menyampaikan kepada saya bahwa mereka mendapatkan arahan dari polisi agar memilih paslon tertentu di Pilgub Banten. Meski ada juga satu kepala desa yang saya kenal menolak arahan tersebut.
Dengan demikian, apa yang dikemukakan Burhanuddin Muhtadi, Saiful Mujani serta PDIP ihwal dugaan adanya intervensi polisi dan ASN, meski ada keputusan Mahkamah Konstitusi yang mewajibkan mereka netral, bisa jadi benar. Meski saya secara subjektif, melihat elite-elite Partai Golkar sepertinya tersandra untuk bebas memenangkan figur yang mereka usung. Mengingat banyak elit Golkar semisal Airlangga Hartarto dan Bahlil Lahadalia berada di lingkaran Jokowi Prabowo yang secara jelas mendukung paslon tertentu di Banten.
Dan yang tak kalah menarik, dampak dari kekecewaan PDIP yang merasa dirugikan karena menurut mereka ada indikasi kuat kecurangan dan intervensi Negara untuk menjegal sejumlah cagub yang diusung PDIP, muncul wacana yang memang dimunculkan oleh PDIP untuk menempatkan institusi polisi di bawah TNI atau Kemendagri.
Sebenarnya, jika memang ada banyak bukti kuat yang bisa membuktikan kecurangan di Pilgub Banten dan Jawa Tengah tahun 2024 ini, sebagai contoh dua kasus, bisa disidangkan dan dibuktikan di Mahkamah Konstitusi. Apalagi keputusan Mahkamah Konstitusi terkait Pilkada Serentak 2024 sangat jelas melarang Polisi/TNI. ASN dan Kepala Desa untuk memihak paslon tertentu.
Dan ini yang lebih penting, bahkan sangat teramat penting, bila saja terbukti bahwa ada intervensi dan keberpihakan yang dilarang oleh keputusan Mahkamah Konstitusi, maka sudah dengan sendirinya berarti ada pelanggaran konstitusi. Penting diingat, yang membuat Negara tetap ajeg dan tidak chaos atau mengalami kekacauan adalah konstitusi. Pagar dan fondasi utama Negara adalah konstitusi. Karena itu sangat berbahaya bila konstitusi tidak dihormati dan tidak dipatuhi. (*)