Beranda Hukum Sidang Sengketa Lahan di Jalan Saleh Baimin Serang Digelar di Lokasi Sengketa

Sidang Sengketa Lahan di Jalan Saleh Baimin Serang Digelar di Lokasi Sengketa

Follow WhatsApp Channel BantenNews.co.id untuk Berita Terkini

SERANG – Pengadilan Negeri Serang menggelar sidang pemeriksaan setempat antara Penggugat Asal/Tergugat Intervensi Sri Rastiti Merdeka Wati dengan Penggugat Intervensi Imelda Wangsaly yang dihadiri oleh Kuasa Hukumnya dari Law Office of DSS and partner dan Tergugat BPN Pusat yang tidak dihadiri oleh BPN Pusat, Kamis (26/9/2019).

Sidang Perkara ini digelar di lokasi sengketa tanah di Jalan Soleh Baimin, Kota Serang, dengan menghadirkan penggugat dan tergugat.

Dalam sidang ini, Majelis Hakim yang diketuai Guse Prayudi, melihat batas-batas tanah dan bangunan yang menjadi sengketa. Sri Rastiti menyatakan keberatan atas tindakan penggugat yang memagari tanah sengketa padahal belum ada putusan perkara dari majelis hakim. “Pagar-pagar ini dibangun oleh penggugat padahal belum ada putusan dari pengadilan,” ujar Rastiti.

Selain itu, menurut Rastiti tindakan penggugat yang melakukan pemagaran merupakan tindakan melawan hukum. “Tindakan penggugat yang memagari tanah dalam status quo merupakan tindakan melawan hukum,” tambah Rastiti.

Usai melihat batas tanah dan bangunan di atas tanah sengketa tersebut, Guse Prayudi menutup persidangan perkara setempat ini. “Sudah cukup ya, kita sudah tau batas-batasnya dan bangunan apa saja yang ada di atasnya,” ungkap Prayudi.

Menurut versi Sri Rastiti, ia mengaku telah menempati tanah tersebut selama 30 tahun. Dan Imelda Wangsaty membeli tanah itu dari Soebeno tahun 2006. Soebeno adalah salah seorang Direksi PT Bina Cipta Gaya, perusahaan milik negara yang telah bangkrut.

Subeno menjual tanah tersebut sesuai RUPS PT. Bina Cipta Gaya. Namun saat penjualan tanah tersebut status HGB telah habis.

Sementara itu, Kuasa Hukum Mario lofa Wangsaly, Khristanto Purba, mempertanyakan bukti sah kepemilikan dan penguasaan fisik lahan dengan tanpa hak. Menurut Kuasa Hukum putra Imelda Wangsaly tersebut, pihaknya secara sah memiliki lahan yang berada di Cimuncang, Serang, Banten itu.

Baca Juga :  Pengamat Nilai Pemerintah Abaikan Dampak Sosial Pembebasan Lahan di Tangerang

Lebih lanjut kata Khristanto, ketika dikonfirmasi masalah status quo tanah menanggapi bahwa masalah status quo terhadap lahan tidak ada satu putusan pengadilan pun yang menyatakan status quo terhadap tanah tersebut.

“Jika memang status quo juga harusnya Penggugat Asal/Tergugat Intervensi tidak menempatkan orang berjualan di lokasi tanah dengan menyewakan lahan sengketa kepada pihak ketiga yaitu toko kusen yang dimiliki oleh Muhamad Anwar Fatah,” kata dia.

Kasus ini sendiri bermula pada tahun 2004, Ketika PT. Bina Cipta Gaya yang dipimpin oleh Direktur Soebeno lewat keputusan RUPS yang telah memenuhi quorum dari para pemegang saham sepakat untuk menjual aset berupah lahan dan 2 buah bangunan seluas 830 meter persegi dengan HGB nomor 37 tahun 1984. Alasan saat itu karena PT. Bina Cipta Gaya akan likuidasi atau membubarkan diri. Iklan ditayangkan di salah satu media lokal antara 2003 dan 2004.

Pada tahun 2005 Imelda Wangsaly membeli lahan itu dari Soebeno yang juga selaku likuidator pada saat itu PT. Bina Cipta Gaya membubarkan diri. Kedua pihak bersepakat nilai transaksi sebesar Rp115.000.000, kemudain pada 8 Februari 2006 diterbitkan Akta Jual Beli (AJB) nomor 58 tahun 2006 tanggal 8 Februari 2006 antara Imelda Wangsaly dengan Soebeno selaku likuidator PT. Bina Cipta Gaya di hadapan Notaris Indrawati Patuh Mulyadi Iswan, S.H yang kemudian dibatalkan dalam Akta Pembatalan AJB nomor 09 tahun 2006 tanggal 29 November 2006 yang kemudian diganti dengan Akta Pengalihan dan Penyerahan Hak nomor 5 tahun 2007 tangg 29 Juni 2007 di hadapan notaris yang sama.

Lebih lanjut, Khristanto Purba menjelaskan bahwa isi Akte Pengalihan dan Penyerah Hak tersebut atas tanah seluas 830 meter persegi dan dua buah bangunan dalam HGB Nomor 37 tahun 1984 di Kelurahan Cimuncang, Serang.
Sebagai salah satu anak dari pemegang saham Eks PT. Bina Cipta Gaya yakni Wihelmina Manusama Soeman Sunyitno yang merupakan ibu tiri dari Rastiti. Khris menuding Rastiti kemudian merasa berhak atas aset-aset eks PT. BIna Cipta.

Baca Juga :  Pemilik Lahan Bantah Kriminalisasi Perempuan 74 Tahun

Merasa berhak atas tanah tersebut kemudian Rastiti mengadukan Soebeno ke Polda Metro Jaya dengan dugaan melakukan tindak pidana pasal 374 KUHP dan 378 kUHP tentang Penggelapan dalam Jabatan dan Penipuan terkait dengan jual beli atau pengalihan aset eks PT. Bina Cipta Gaya ke pihak Imelda Wangsaly. Sayangnya, laporan itu kandas 28 Mei 2007 karena penyidik menghentikan atau SP-3 kasus tersebut.

Dalam perjalanannya, proses untuk permohonan perpanjangan dan balik nama sertifikat di Kantor Wilayah BPN Kota Serang oleh pemohon Imelda Wangsaly tidak berjalan mulus. Sebab Rastiti muncul dengan mengirimkan surat keberatan ke BPN sebagai ahli waris.

“Padahal tanah tersebut bukanlah milik perseorangan melainkan milik dari PT. Bina Cipta yang kepemilikan saham diatur dalam bentuk saham sesuai anggaran dasar PT. Bina Cipta Gaya,” kata Tim Kuasa Hukum Khristanto.
Pada perkembangannya, tahun 2012 berdiri sebuah Toko Kusen yang dimliki oleh Muhamad Anwar Fatah. Konon, yang bersangkutan telah mendaat izin Sri Rastiti.

Pada tahun 2015, Sri Rastiti diduga membongkar sebuah gudang yang terbuat dari kayu jati dengan alasan merenovasi. Dari peristiwa tersebut putra Imelda Wangsaly pada tahun 2015 melaporkan dugaan pencurian dengan pemberatan. Rastiti diduga melanggar Pasal 363 KUHPayat (3).

Hasil dari penyidikan Polres Serang, tanggal 11 Januri 2017 Sri Rastiti resmi menyandang status tersangka. Pada tanggal 20 Desember 2018 oleh Kejaksaan Negeri Serang berkas dinyatakan lengkap alias P21. Sri Rastiti telah dua kali dipanggil oleh Polres Serang.

Kuasa Hukum, lanjut Khris mengklaim menemukan fakta lain, bahwa kayu dari eks bangunan gudang tersebut dijual ke seorang artis berinisial AD, dan telah disita. “Barang bukti (kayu jati) dari hasil kejahatan tersebut berada di Rubasan Kota Serang. Sesuai dengan berita acara sita barang bukti hasil kejahatan Kepolisian Resort Serang. Itu kayu jati tua yang harganya mencapai ratusan juta,” kata Krhistanto.

Baca Juga :  Warga Sebut Pemkot Tangsel Tak Bisa Buktikan Kepemilikan Tanah Puskesmas Cirendeu

Ditambahkan, puncurian dan pemberatan yang sudah taha P21 sampai sekarang tidak kunjung dilimpahkan ke Pengadilan untuk disidangkan. Tim Pengacara Mario Lofa Wangsaly kemudian mempertanyakan kepada pihak Kejari Serang namun tidak mendapatkan jawaban pasti.

Kajari Serag, Azhari yang dikonfirmasi menjelaskan secara normatif tahapan perkara sebelum ke pengadilan. Selain telah dinyatakan lengkap oleh jaksa penuntut umum, ada beberapa hal yang perlu dirampungkan. Mulai dari menyusun rencana dakwaan terhadap terdakwa dan sebagainya.

“Masih menunggu dulu. Sampai saat ini jaksa penuntut masih menyiapkan dakwaan dan administrasinya. Sebelum dilimpahkan ke pengadilan itu kan harus siap di penuntut umumnya. Selain itu, si terdakwa dari sejak proses penyidikan tidak ditahan maka tidak ada batasan 20 hari seperti halnya jika si terdakwa ditahan,” kata Kajari Serang, Jumat (27/9/2019). (You/Red)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News