CILEGON – Komisi IV DPRD Cilegon mengevaluasi kinerja sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang menjadi mitra kerjanya jelang penghujung semester awal tahun anggaran 2023 ini.
Dalam rapat dengar pendapat (RDP) pada Rabu (21/6/2023) ini, capaian serapan anggaran dua OPD mitra yakni Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPU-TR) dan Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkim) menjadi prioritas pengawasan.
“Memang secara keseluruhan serapan kita baru sekitar 15 persen ya dari anggaran dinas Rp61 miliar, sudah termasuk belanja pegawai. Tapi kita optimis nanti semua akan berjalan sesuai dengan perencanaan, bisa terkejar apalagi Juli kita sudah mulai lelang pekerjaan akan berjalan dan menyusul pelaksanaan,” ungkap Kepala Disperkim Cilegon, Ridwan.
Minimnya serapan anggaran yang lebih mencengangkan terjadi di DPU-TR. OPD teknis ini beralasan, adanya perubahan mekanisme dan sistem pengadaan barang dan jasa turut memicu belum optimalnya serapan.
“Memang realisasi serapan anggaran kita masih relatif kecil, total baru 14,29 persen dari anggaran Rp154 miliar. Masalah pengadaan barang jasa kita masih kecil karena adanya perubahan regulasi, terkait dengan dikeluarkannya peraturan oleh LKPP yang awalnya kita ada lelang umum, kini harus dengan e-purchasing yang itu masih kita koordinasikan bersama Barjas,” kilah Plt Kepala DPU-TR Cilegon, Suheri.
Realitas serapan anggaran OPD itu disesalkan oleh Ketua Komisi IV DPRD Cilegon Erik Airlangga. Terlebih, hingga penghujung RDP tersebut pihaknya mengaku tidak mendapatkan penjelasan yang konkret dari DPU-TR Cilegon.
“Serapan anggaran terutama di DPU-TR ini kan sangat luar biasa, rendah sekali. Parahnya lagi serapan itu tidak bisa dijelaskan, Rp154 miliar di reguler itu apa saja. Maka daripada kita larut dalam rapat yang berkepanjangan, kepala dinasnya belum bisa menjelaskan, mending kita tunda saja,” kata Erik.
Menurut Erik, kendala teknis yang dijadikan alasan DPU-TR terkait minimnya serapan anggaran dinilai tidak cukup argumentatif bila hal itu disampaikan kepada publik.
“Masyarakat kan tidak mengetahui adanya kendala-kendala teknis seperti itu. Intinya kita tidak mau kalau nanti di penghujung reguler kejar-kejaran dan nanti malah gagal lelang lagi, banyak nyumbang SiLPA lagi, kan repot urusannya. Kami tidak mau kalau nanti akhirnya disalahkan masyarakat, menganggap pengawasan kami tidak maksimal,” jelasnya.
(dev/red)