Pembukaan Asian Games 2018 di Jakarta disadari betul sebagai ajang publisitas sekaligus hiburan. Sehingga seorang presiden ditampilkan laiknya seorang aktor bintang film aksi yang menyuguhkan aksi dan atraksi yang menghibur, dan memang itu tujuannya: menghadirkan seorang presiden sesuai dengan selera zaman.
Tentu ada stuntman untuk adegan yang akan membahayakannya, semisal ketika motor yang ditunggangi presiden melompat dan melambung, yang saat mendarat dibutuhkan kecakapan dan keahlian seorang yang sudah terlatih. Suguhan itu sepenuhnya dihadirkan oleh mereka yang memang sudah terlatih dalam bidang industri kreatif dan industri hiburan, di zaman ketika media dan panggung memegang peranan sentral untuk mempopulerkan siapa saja ke hadapan khalayak.
Dengan kata lain, pembukaan Asian Games 2018 di Jakarta adalah keberhasilan kerja seni sekaligus pesatnya perkembangan industri kreatif: sebuah kerja kebudayaan yang dikomandoi oleh kepentingan politik dan target kekuasaan.
Suka atau tidak suka, tim kreatif presiden telah berhasil mengemas figur mereka sesuai dengan selera jaman saat ini, era media dan abad komoditas, di mana citra akan sangat ditentukan oleh kerja dan fungsi media massa.
Di sisi lain, juga suka atau tidak suka, Panggung Pembukaan Asian Games 2018 di Jakarta itu telah dinilai oleh publik dunia sebagai ‘ajang tontonan’ yang menaikkan pamor Indonesia dalam sejarah olahraga dan dunia pentas pertunjukkan, sekaligus akan dibaca dengan sendirinya sebagai indikator keberhasilan kepemimpinan seorang presiden. Imam Ali pernah berpesan, “Musuhmu yang cerdas itu lebih baik dibanding penasehatmu yang dungu.”
Dengan aksi suguhan di pembukaan Asian Games ke-18 itu, tim kreatif dan timses presiden sesungguhnya juga sedang memberi kode dan penanda kepada lawan mereka, kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Ini adalah zaman ketika dulu Barrack Obama terpilih bukan karena kinerja partai pengusungnya, tapi karena fungsi dan kerja ragam media serta industri kreatif yang mengemas dan mencitrakan dirinya bagi warga negara Amerika, contohnya, sehingga industri kreatif dan industri hiburan dilibatkan dengan massif.
Betapa suguhan awal Pembukaan Asian Games itu telah mencitrakan sang presiden sebagai ‘manusia’ dan ‘seseorang’ yang humanis, dekat dengan rakyat, begitu beradab ketika ia mempersilakan anak-anak sekolah untuk menyeberangi zebra cross yang akan ia lintasi saat mengendarai motornya, ketika ia justru sedang mengejar jadwal tugas negara, sebagai sosok yang dekat, peduli, dan manusiawi.
Sulaiman Djaya, peminat literatur sastra, filsafat, dan budaya