KUE apem cukup familiar bagi masyarakat di Pulau Jawa, termasuk Banten. Kue apem merupakan salah satu kudapan yang kerap disajikan di acara-acara khusus keagamaan, misalnya menyambut datangnya tahun baru Islam atau 1 Muhharam, Ramadan, atau akhir bulan Safar.
Selain menyimpan nilai budaya dan historis yang menarik, kue berbahan dasar utama tepung beras dan ragi ini juga memiliki nilai filosofis.
Bondan Winarno, pakar kuliner Indonesia mengungkap di India ada makanan berbahan dasar tepung beras dan santan yang disebut appam, di Jawa disebut apem.
Kue ini diyakini bermula diperkenalkan oleh Ki Ageng Gribig, yaitu keturunan Prabu Brawijaya yang kembali dari perjalanan ke tanah suci dengan membawa kue apem.
Dawud Achroni dalam Belajar dari Makanan Tradisional Jawa menulis bahwa dalam keyakinan masyarakat Jatinom, Ki Ageng Gribig membawa kue apem dari Mekah saat ia pulang sehabis melaksanakan ibadah haji. Konon, kue apem itu jadi oleh-oleh bagi orang-orang di Jatinom.
Ki Ageng dan salah satu murid Sunan Kalijaga kemudian membagikan kue apem tersebut ke masyarakat sekitar. Sejak saat itu, membagikan kue apem menjadi budaya masyarakat Jawa untuk mengungkapkan rasa syukur dan momen-momen penting lainnya termasuk penyambutan satu Muharram atau satu suro bersama makanan lain berupa nasi tumpeng, ayam ingkung dan bubur merah putih.
Beberapa orang meyakini kue berasal dari bahasa Arab yaitu “affuan” atau “afuwwun” yang artinya pengampunan. Masyarakat Jawa yang kesulitan mengucap kata affuan kemudian menyederhanakannya dengan sebutan apem.
Dalam filosofi Jawa, kue apem adalah simbol pengampunan atau permohonan ampun dari berbagai kesalahan. Karena sebagai simbol pengampunan, kue apem juga menjadi kue wajib untuk acara megengan menyambut Ramadan atau acara-acara lain yang meminta pengampunan sekaligus mengungkapkan rasa syukur.
Apem Cukit di Banten
Apem juga menjadi salah satu makanan khas saat Ramadan di Banten. Iwan Subakti, pemerhati kuliner khas Banten menyebut apem Cukit merupakan panganan tradisional peninggalan Kesultanan Banten yang telah dimodifikasi.
Apem di Cirebon memiliki keterkaitan dengan salah satu tradisi masyarakat Cirebon membuat apem dan membagiksnnya kepada tetangga pada Rabu terakhir di bulan Safar (Rebo wekasan)
Banyak yang memanggil dengan nama apem cukit atau apem putih. Disebut apem putih karena sudah jelas berwarna putih dan sebutan apem cukit kemungkinan karena dahulu para pedagang, untuk mengambil apem ini menggunakan semacam garpu berujung dua yang terbuat dari bambu.
Kini banyak nama yang disematkan pada panganan ini, misalnya apem bohay atau apem Manohara sekarang sebutannya. Semakin orang penasaran dibuatnya.
Bahan dasar pembuatan apem ini adalah tepung beras yang difermentasi menggunakan tapai singkong. Setelah jadi, ada rasa asam yang ditinggalkan dari proses fermentasi.
Biasanya apem ini dimakan dengan menggunakan gula merah cair atau gula merah campur santan (kinca). Bahkan kini sudah ada yang menggunakan kinca durian atau sirup dengan beraneka rasa.
Salah satu daerah penghasil apem yang terkenal adalah Batu Bantar, Cimanuk, Kabupaten Pandeglang. (Ink/red)