PANDEGLANG – Tim Rhino Health Unit (RHU), Balai Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Kabupaten Pandeglang menemukan seekor badak jawa jantan mati di Blok Citadahan, wilayah kerja Resort Cibunar, Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) II Pulau Handeuleum pada Kamis 21 Maret 2019.
Pada saat ditemukan, kondisi bangkai badak jawa masih utuh dan bercula yang berbentuk benjolan atau disebut cula batok, sehingga diperkirakan badak tersebut berusia remaja. Kondisi bangkai badak masih segar dan diperkirakan mati kurang dari 12 jam dari sebelum ditemukan. Berdasarkan hasil identifikasi dan pencocokan dengan database profil badak jawa, badak yang mati tersebut bernama Manggala dengan ID: 070-2017, dengan ukuran lebar tapak kaki 24-25 cm. Demikian siaran pers yang dikutip dari
http://ppid.menlhk.go.id, Rabu (1/5/2019).
Dalam siaran pers itu ditulis, setelah mendengar informasi kematian badak jawa tersebut, maka Sabtu, 23 Maret 2019, Tim gabungan yang terdiri dari petugas Taman Nasional Ujung Kulon, Rhino Protection Unit (RPU) YABI, WWF Ujung Kulon dan Fakultas Kedokteran Hewan IPB menindaklanjuti dengan melakukan pemeriksaan post mortem (pasca kematian) dan evakuasi bangkai badak.
Kondisi bangkai badak mulai membusuk, lidah membiru, dan bola mata menyembul. Berdasarkan hasil pemeriksaan post mortem tersebut kesimpulan awal kematian badak diduga bukan karena penyakit infeksius. Bangkai badak kemudian dikubur di dekat lokasi kematian.
Kemudian pada Senin, 25 Maret 2019, Tim gabungan kembali dari lapangan dengan membawa beberapa jenis sampel yang diambil dari bangkai badak untuk mengetahui penyebab kematian badak. Sampel tersebut kemudian dianalisis di Fakultas Kedokteran Hewan-IPB, LIPI dan Balai Penelitian Veteriner Bogor. Jenis-jenis sampel yang diambil adalah esophagus, trachea, paru-paru, lambung, hati, usus halus, usus besar, otak, penis, epididymis, dan limpa. Hasil analisis laboratorium nekropsi kematian badak jawa Manggala, saat ini masih dalam tahap akhir pembuatan sediaan histopat disebabkan jaringan sampel yang sulit di analisis karena sudah tidak segar. Pemeriksaan histopat diperkirakan selesai pada tanggal 7 Mei 2019. Terhadap specimen berupa cula, gigi taring (atas dan bawah), gigi menur, dan kuku disimpan di Kantor Balai Taman Nasional Ujung Kulon, Labuan.
Selanjutnya pada Sabtu, 13 April 2019, tim gabungan melakukan pembongkaran kuburan badak jawa yang dilanjutkan dengan melakukan identifikasi tulang, memisahkan dan mencatat bagian-bagian tulang, merekap dan mendokumentasikan kegiatan, hingga mengangkut tulang belulang ke laboratorium anatomi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB, untuk dilakukan analisis fisik tulang.
Kelahiran dan kematian satwa merupakan salah satu dinamika populasi di alam. Berdasarkan hasil monitoring dengan kamera video trap, pada tahun 2018 ditemukan kelahiran 4 individu anak badak dan kematian 2 individu badak. Empat anak badak jawa yang terekam kamera untukI pertama kalinya adalah 2 individu badak jawa jantan anak dari Dewi dan Puri, dan 2 individu badak jawa betina anak dari Silva dan Desy, sedangkan 2 individu badak jawa yang mati pada bulan April 2018 adalah Samson (jantan) dan pada bulan Juli 2018 adalah Sari (betina). Dari hasil monitoring tahun 2018 tersebut jumlah populasi badak jawa di TN. Ujung Kulon minimal sebanyak 69 individu.
Dengan ditemukannya kematian badak jawa pada tanggal 21 Maret 2019, maka populasi badak jawa di TN. Ujung Kulon pada tahun 2019 adalah 68 individu, dengan struktur umur 57 individu badak dewasa dan 11 individu anak; dengan jenis kelamin 37 individu badak jantan dan 31 individu badak betina.
Berbagai upaya konservasi terus dilakukan untuk menyelamatkan dan meningkatkan populasi badak jawa di Taman Nasional Ujung Kulon. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah melakukan langkah-langkah penyelamatan, antara lain: (a) monitoring kondisi populasi dan habitat secara periodik, (b) perlindungan badak jawa dari ancaman perburuan dan hama penyakit, (c) pembinaan habitat melalui penanaman jenis tumbuhan pakan dan pengendalian jenis invasif spesies, (d) pembangunan sanctuary sebagai area konservasi intensif, (e) pemetaan genetik, (f) pelibatan masyarakat dalam upaya konservasi badak jawa, dan (g) proses pembangunan second habitat untuk badak jawa.
Upaya konservasi yang telah dilakukan tersebut terbukti telah memberikan hasil dengan meningkatnya populasi badak jawa di Taman. Nasional Ujung Kulon pada tujuh tahun terakhir.. Hasil monitoring badak jawa tahun 2012 ditemukan 51 individu, 2013 (58 individu), 2014 (57 individu), 2015 (63 individu), 2016 (67 individu), 2017 (67 individu), dan 2018 (69 individu). Adanya peningkatan jumlah populasi badak jawa memberi harapan besar bagi keberlangsungan hidup satwa langka dan endemik tersebut.
Saat ini, satu-satunya populasi badak jawa di dunia hanya terdapat di TN Ujung Kulon yang berlokasi di ujung paling barat Pulau Jawa, berada pada wilayah administratif Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Badak jawa (Rhinoceros sondaicus Desmarest, 1822) merupakan spesies paling langka diantara lima spesies badak yang ada di dunia sehingga dikategorikan Critically Endangered dalam Red List Data Book yang dikeluarkan oleh International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN).
Badak jawa termasuk dalam Apendiks I Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES), sebagai jenis yang jumlahnya sangat sedikitdi alam dan dikhawatirkan akan punah sehingga dilarang untuk diperdagangkan baik dalam keadaan utuh maupun bagian-bagiannya. Status perlindungan badak jawa juga dikuatkan dengan adanya PP. No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa serta PermenLHK No. P.106 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Yang Dilindungi.(Man/Red)