KAB. SERANG ā Mantan Sekretaris Kementerian BUMN periode 2005-2010, Said Didu menilai Musyawarah Rakyat Banten yang berlangsung di Aula Kantor Kecamatan Pontang, Kabupaten Serang, sebagai langkah penting dalam memperjuangkan hak rakyat. Ia menyoroti keberanian masyarakat dalam menyuarakan keresahan terhadap kebijakan yang dianggap merugikan.
“Selama ini, pemerintah cenderung berpihak atau setidaknya diam terhadap pengembang yang menggusur rakyat. Saya harap fasilitas pemerintah, seperti kantor gubernur, juga dapat digunakan untuk membela hak rakyat,” kata Said Didu, Minggu (15/12/2024).
Said Didu mengapresiasi perlawanan masyarakat yang telah berlangsung selama delapan bulan. Menurutnya, momentum ini menunjukkan bahwa keberanian rakyat mulai membuka kebenaran. Ia menyoroti ketidakadilan dalam proses pembebasan lahan yang merugikan petani dan petambak di Banten.
“Bayangkan, tanah dihargai hanya Rp50 ribu per meter. Padahal, jika dikelola sebagai lahan sawah teknis, hasilnya bisa mencapai Rp100 juta hingga Rp240 juta per tahun. Ini jelas bentuk kezaliman,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia mempertanyakan klaim pemerintah soal penyediaan lapangan kerja. “Petani dan petambak yang mampu menghasilkan miliaran per tahun, kini hanya dijadikan satpam atau petugas kebersihan. Apakah itu yang disebut menampung tenaga kerja? Ini menghancurkan kehidupan mereka,” ujarnya.
Said Didu juga menyinggung keterlibatan pejabat dan partai politik dalam proyek pembebasan lahan di luar area Proyek Strategis Nasional (PSN). Ia menilai langkah tersebut mencurigakan.
“Transaksi di luar 1.755 hektare itu adalah bisnis murni. Lalu apa urusan pemerintah atau APDESI mendukung pembebasan lahan? Jangan salahkan rakyat jika mereka curiga ada kepentingan tersembunyi,” ujarnya.
Ia mendesak para pejabat dan penegak hukum untuk segera melepaskan diri dari pengaruh oligarki yang dianggap meminggirkan rakyat. “Kenapa semua pejabat dan partai politik diam? Ada apa?,” tanyanya.
Said Didu menyebut Musyawarah Rakyat di Pontang sebagai tonggak sejarah baru bagi masyarakat Banten.
“Ini pertama kalinya kantor pemerintah digunakan untuk perjuangan hak rakyat tanpa gangguan. Saya berharap Pontang menjadi awal kebangkitan Banten yang hampir terjajah oleh oligarki,” tuturnya.
Ia juga mengimbau seluruh elemen masyarakat, termasuk tokoh agama, cendekiawan, mahasiswa, hingga para pensiunan jenderal, untuk berhenti membodohi rakyat Banten.
“Orang Banten tidak bodoh. Begitu pula rakyat Indonesia. Mari bersama-sama melawan ketidakadilan ini,” pungkasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Kuasa Hukum Penggugat PIK 2, Ahmad Khozinudin mencatat delapan point yang dinilai melawan hukum yang dilakukan oleh PIK 2 berikut sejumlah pihak yang ikut terlibat.
“Karena banyaknya komplain dari masyarakat, kami melakukan mitigasi dan setidaknya ada delapan point perbuatan melawan hukum yang dilakukan PIK 2 dan berbagai pihak yang terkait,” tuturnya.
Sehingga, lanjut Khozinudin, adanya penyeludipan hukum status PSN yang semestinya hanya ada di 1.755 hektare, tetapi diklaim berlaku untuk seluruh wilayah yang menjadi project Pantai Indah Kapuk (PIK) 2.
“Ini yang menjadi perbuatan yang melawan hukum, itu yang kami angkat di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Insya Allah sidang perdana besok hari Senin 16 Desember 2024,” ucapnya.
Dengan begitu, dirinya meminta kepada semua pihak untuk saling menghormati dan membuat argumentasi secara hukum.
“Saya tidak mau lagi ada Lurah atau Kepala Desa membangun narasi rakyat dimajukan, senang dan sejahtera. Yang harus berbicara seperti itu harusnya rakyatnya langsung. Dimana sejahteranya kalo tanahnya diambil paksa atau diganti rugi tapi murah,” sampainya.
“Kalo tidak ada peran kekuasaan mana mungkin rakyat ini mau menyerahkan tanahnya dengan harga yang murah,” sambungnya.
Khozinudin menekankan, untuk status PSN PIK 2 hanya 1.755 hektare. Dengan begitu, ia meminta masyarakat untuk meningkatkan kesadaran bahwa yang tidak berstatus PSN, tidak bermasalah jika tidak ingin menjualnya.
“Kalau PSN ga bisa, ga ada pilihan mau ga mau harus dijual karena demi negara. Yang PSN itu 1.755 hektare yang itu juga belum diubah peruntukan lahannya Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) nya,” tukasnya.
“Karena di sana 1.500-nya itu kawasan hutan lindung, kalo hutan lindung tidak boleh diapa-apain. Kecuali sudah diubah menjadi hutan konversi,” tutupnya.
Penulis: Mg-Rasyid
Editor: Usman Temposo