Beranda Opini RPJMD Cilegon: Krisis Anggaran yang Terabaikan

RPJMD Cilegon: Krisis Anggaran yang Terabaikan

Pegiat Literasi dan Pengamat Kebijakan, Moch. Nasir Rosyid SH. (doc.pribadi)

Oleh : Moch. Nasir Rosyid SH,
Pegiat Literasi dan Pengamat Kebijakan

Tanggal 27 April 2025, merupakan hari Ulang Tahun Cilegon ke-26. Pada HUT yang genap jatuh pada Minggu besok ini, Robinsar-Fajar untuk pertama kalinya memimpin perayaan HUT Cilegon sebagai kepala daerah. Untuk diketahui, tahun 2025 ini, Kota Cilegon tengah berada dalam momen strategis transisi pemerintahan. Kepemimpinan baru Robinsar-Fajar yang memenangi Pilkada 2024 lalu hadir dengan visi “Cilegon Baru yang Maju, Sejahtera dan Berdaya Saing”.

Untuk mengarungi lautan kekuasaan, tentu tidak serta merta berlayar tanpa petunjuk agar sampai pada tujuan yang ingin digapai yakni Cilegon Baru yang Maju, Sejahtera dan Berdaya Saing di atas. Artinya, pemerintahan Robinsar-Fajar harus punya guidance (petunjuk) dalam menjalankan roda pemerintahan. Untuk jangka waktu 5 tahun ke depan, guidance itu bernama Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

Saat ini sudah mulai dibuat perencanaan RPJMD oleh Bappedalitbang Kota Cilegon yang Rancangan Awalnya (Ranwal RPJMD) diserahkan ke DPRD Cilegon. RPJMD berfungsi untuk mengarahkan dan mengevaluasi capaian pembangunan daerah, memastikan kesinambungan pembangunan, serta mengoptimalkan penggunaan anggaran. RPJMD merupakan dokumen perencanaan pembangunan yang vital untuk mewujudkan pembangunan daerah yang terarah, terukur, berkelanjutan, dan berpihak pada kepentingan masyarakat.

Dalam kerangka itu, RPJMD di dalamnya memuat tentang isu strategis yang fungsinya sebagai kerangka acuan untuk mengidentifikasi permasalahan dan tantangan pembangunan daerah yang signifikan, serta menentukan arah dan prioritas pembangunan. Isu strategis ini juga digunakan sebagai dasar untuk merumuskan tujuan, sasaran, dan strategi pembangunan daerah khususnya dalam pelaksanaan visi misi yang digendong oleh Walikota Cilegon sesuai dengan dokumen yang diserahkan pada saat pencalonan dahulu.

Dalam Ranwal RPJMD 2025 ini juga disebutkan bahwa isu strategis dalam RPJMD berfungsi sebagai kerangka acuan untuk mengidentifikasi permasalahan dan tantangan pembangunan daerah yang signifikan, serta menentukan arah dan prioritas pembangunan. Isu strategis ini juga digunakan sebagai dasar untuk merumuskan tujuan, sasaran, dan strategi pembangunan daerah. Adapun isu strategis yang terdapat dalam Ranwal RPJMD bisa diringkas sebagai beikut; Rendahnya capaian IPM dan ketimpangan pendidikan, Tingkat pengangguran terbuka yang tinggi, Ketergantungan pada sektor industri besar dan belum optimalnya sektor UMKM, Ketimpangan wilayah dan minimnya pusat pertumbuhan baru, Masih adanya kesenjangan akses dan kualitas layanan pendidikan dan kesehatan, Permasalahan stunting dan sanitasi, Risiko bencana dan kerusakan lingkungan, Infrastruktur dasar belum merata.

Baca Juga :  Kepala OPD Absen di Paripurna, DPRD Tegur Walikota Cilegon

Dari sekian banyak isu strategis di atas, pada intinya bisa diringkas menjadi 5 kelompok yakni;
1). SDM dan Pendidikan,
2). Pertumbuhan Ekonomi Inklusif,
3). Layanan Dasar,
4). Ketahanan Infrastruktur dan Lingkungan,
5). Tata Kelola Pemerintahan.

Situasi saat ini, Cilegon mengalami defisit anggaran yang serius, hingga menimbulkan banyak proyek gagal bayar, meninggalkan beban utang kepada pihak ketiga termasuk juga honor daerah yang tertunda bahkan ada yang berpotensi hangus. Situasi ini tak lain sebagai simbol disfungsi fiskal yang menggambarkan kondisi keuangan daerah tidak stabil sehingga menghambat pemerintahan dalam menjalankan program-program prioritas. Dana APBD ratusan miliar rupiah habis untuk bayar utang saat Robinsar-Fajar pertama kali memasuki pintu gerbang pemerintahan daerah.

Selain defisit anggaran, terbit pula Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 yang mengharuskan pemerintah daerah melakukan efisiensi anggaran. Dalam Inpres itu disebutkan pemotongan 50% anggaran transfer daerah untuk seluruh Indonesia. Akibat dari Inpres ini, dana transfer daerah untuk Cilegon dipangkas sebesar Rp400 miliar. Pemangkasan anggaran dana transfer daerah di atas, jelas sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan pembangunan pemerintahan Robinsar-Fajar pada tahun anggaran 2025 tersebab akan mengubah postur anggaran dalam APBD 2025 yakni akan mengurangi pendapatan daerah.

Kombinasi antara defisit anggaran APBD dan kebijakan efisiensi nasional menjadi tantangan besar bagi pemerintahan Robinsar-Fajar dalam merealisasikan visi dan misi khususnya pada pelaksanaan APBD 2025. Inilah kondisi riil tentang kondisi keuangan daerah yang dihadapi Kota Cilegon saat ini, kondisinya sedang tidak baik-baik saja alias sedang krisis anggaran.

Namun, sayangnya Ranwal RPJMD 2025–2029 setelah dikaji, tampak tidak cukup responsif terhadap kondisi riil daerah, terutama soal krisis anggaran di atas. Argumen yang bisa dikemukakan adalah, dalam Ranwal RPJMD, persoalan defisit anggaran dan dampak dari Inpres Nomor 1 Tahun 2025 tak dimasukkan sebagai “isu strategis”. Padahal, menurut Permendagri Nomor 86 Tahun 2017, yang salah satunya mengatur tentang Tata Cara Evaluasi RPJMD menyebutkan bahwa isu strategis adalah persoalan pokok yang harus dijawab oleh seluruh arah kebijakan dan perencanaan. Dalam bahasa sehari-hari perencanaan pembangunan sudah tematik yang mengikuti tren dan kondisi nyata saat ini.

Baca Juga :  Literasi dan Generasi Masa Kini

Kondisi keuangan daerah adalah fondasi dari seluruh program pembangunan. Jika fondasinya rapuh, sekuat apapun visi dan misi yang digadang-gadang, pada akhirnya bisa runtuh di tengah jalan. Dalam bahasa kampung, sehebat apapun program dan rencana pembangunan yang disusun, pada akhirnya akan menjadi omon-omon jika tidak ada keseimbangan fiskal atau keuangan daerah.

Jadi, jika krisis anggaran atau kondisi keuangan daerah yang tidak sedang baik-baik saja, diabaikan dengan cara tidak dimasukkan sebagai bagian dari isu strategis, RPJMD menjadi tidak realistis. Misi pembangunan terlihat ambisius, tapi tanpa disertai strategi pemulihan anggaran, visi misi kepala daerah terancam hanya menjadi slogan politik semata, atau dalam bahasa yang lain Kepala Daerah bisa gagal memenuhi visi misinya karena ruang fiskal sangat sempit dan ini berbahaya. RPJMD hanya akan menjadi lembaran retoris, indah dibaca, tapi gagal dilaksanakan. RPJMD bukanlah sekadar daftar program, melainkan dokumen arah kebijakan publik yang menentukan wajah dan nasib Kota Cilegon dalam lima tahun ke depan.

Lantas apa yang harus dilakukan terkait dengan Ranwal RPJMD yang nanti akan dibahas bersama antara eksekutif dan legislatif?. Tak ada pilihan lain harus mengevaluasi dan merevisi Ranwal RPJMD sebelum menjadi dokumen resmi RPJMD yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah (Perda). Evaluasi dan Revisi Ranwal RPJMD dititik beratkan pada; Pertama, kondisi riil keuangan daerah harus dijadikan isu strategis sebagai upaya pemulihan atau keseimbangan fiskal, implementasinya bisa bermacam-macam seperti menunda proyek-proyek yang bukan kebutuhan dasar, efisiensi belanja pegawai dan lain-lain. Kedua, Perkuat ekstensifikasi dan intensifikasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk melepaskan ketergatungan pendapatan daerah pada transfer daerah hingga tercipta kemandirian APBD.

Persoalan sejauh mana evaluasi dan revisi ini bisa terlaksana, semuanya tergantung dari political will Anggota DPRD bisa mengelaborasi bersama dengan pihak eksekutif. Tujuannya adalah untuk mengantisipasi bagaimana visi misi Kepala Daerah (Robinsar-Fajar) tetap tercapai meskipun dalam krisis anggaran yang nyata.

Baca Juga :  Perlukah Perda Bahasa di Banten?

Pada intinya, terkait dengan RPJMD masa kepemimpinan Robinsar-Fajar, Cilegon tak butuh RPJMD yang indah di atas kertas, tetapi butuh dokumen strategis yang jujur terhadap kondisi dan berani menjawab tantangan. Jika revisi dan evaluasi tidak dilakukan, maka yang terjadi bukan “Cilegon Baru”, tetapi “Cilegon Terjebak”. Terjebak oleh anasir warisan pemerintahan sebelumnya, baik secara kelembagaan maupun secara persona. (*)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News