KAB. SERANG – Program pemutihan pajak kendaraan yang digagas Gubernur Banten Andra Soni ricuh pada pada hari pertama. Hal itu terjadi di UPT Samsat Cikande.
Sejumlah warga mengaku kecewa dengan ketidaksiapan petugas dan kurangnya informasi terkait prosedur pembayaran pajak.
Jeri Saputra, seorang wajib pajak asal Kampung Pasir Jambe, Desa Nambo Ilir, Kecamatan Kibin, Kabupaten Serang, mengungkapkan kekesalannya saat diwawancarai oleh BantenNews.co.id, Kamis (10/4/2025).
“Hari pertama ini pemutihan pajak ricuh, dan nggak beraturan. Minimnya sosialisasi prosedur pembayaran pajak dari petugas kepada masyarakat menjadikan masyarakat sulit implementasi kebijakan gubernur,” ujarnya.
Ia menambahkan, kondisi tersebut terjadi di Samsat induk Ciruas. Banyak warga sudah menunggu sejak pagi, namun belum mendapatkan pelayanan.
“Banyak ini (masyarakat) nunggu dari pagi belum dipanggil-panggil, nungguinnya nggak pasti,” ungkapnya.
Jeri menilai, kurangnya persiapan dari petugas pelayanan menjadi penyebab utama kekacauan di lapangan.
“Kurangnya persiapan dari petugas pelayanan untuk menyambut kebijakan gubernur untuk masyarakat,” katanya.
Ia berharap pelaksanaan program ini bisa berjalan lebih tertib dan terorganisir di hari-hari berikutnya.
“Pengennya teratur dan tertib, ramai kalo peraturannya jelas kita (wajib pajak) enak nunggunya ada kepastian,” tegasnya.
Keluhan serupa juga disampaikan Aziz Biotas, warga Kampung Golok, Pamayaran, Kabupaten Serang.
Aziz mengaku sudah datang sejak pukul 06.30 WIB di kantor Samsat Cikande, Kabupaten Serang. Namun, hingga siang hari belum mendapatkan pelayanan.
“Dari pagi, dari setengah tujuh (06:30 WIB), (Samsat) buka jam setengah delapan. (Sampai sekarang) belum dipanggil,” katanya.
Aziz juga menjelaskan, proses pelayanan berbelit dan melelahkan. Ia harus berpindah-pindah loket hanya untuk menyelesaikan satu urusan administrasi.
“Jadi kesini kita, daftar formulir aja hrus kesini (salah satu loket) orang bejibun, setelah itu gesek, gesek susah petugasnya cuma ada dua, setelah itu kita minta tanda tangan aja harus kesini lagi (menunjuk titik tempat lainnya), terus baru boleh daftar,” paparnya.
Ia menekankan pentingnya penyederhanaan prosedur agar masyarakat tidak merasa dipersulit dalam mengakses hak mereka.
“Keinginannya realita di lapangan harus dipermudah, jangan sampai rakyat dijadikan pengemis, jangan sampai rakyat ditindas,” tegasnya.
Aziz juga menyoroti minimnya jumlah petugas dan sarana penunjang pelayanan. Mengingat luasnya wilayah kabupaten Serang sepadan dengan banyaknya jumlah penduduk di kabupaten Serang.
“Petugasnya harus ditambah sebanyak mungkin, sedangkan Kabupaten Serang ini luas, beratu kesini bejibun akhirnya seperti ini (ricuh) begitu,” ungkapnya.
“Petugas gesek aja cuma dua, harus ditambah, dan fasilitas umum ini bagaimana kalo hujan?” keluhnya.
Ia membandingkan sistem pelayanan di Serang dengan yang ada di Jakarta, yang menurutnya jauh lebih tertata dan manusiawi.
“Persyaratan ribet, seharusnya kaya di Jakarta begitu datang formulir langsung dibagikan dan langsung ditandatangani, langsung kita ke (loket) pendaftaran, langsung kita nunggu di ruang AC,” jelasnya.
“Tidak seperti ini, kaya pengemis kalo gini, kita mau daftar, kita mau bayar,” sambungnya.
Penulis: Rasyid
Editor: Tb Moch. Ibnu Rushd