CILEGON – Kehadiran Walikota Cilegon, Helldy Agustian dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) lintas Komisi DPRD pada Senin (12/6/2023) pagi besok sangat dinanti oleh seluruh wakil rakyat, khususnya pimpinan fraksi yang sebelumnya menggelar rapat tertutup menyoal kebijakan rotasi sepihak oleh kepala daerah tersebut terhadap Sekretaris DPRD (Sekwan) Cilegon, Bambang Hario Bintan.
Anggota Komisi III DPRD Cilegon, Hasbudin mengungkapkan, dihelatnya RDP itu membuktikan bila parlemen ingin mendapatkan penjelasan secara terperinci dan konkret, sekaligus menghindari apriori atas kebijakan yang diumumkan kepala daerah pada Selasa (6/6/2023) pagi lalu tersebut.
“Barangkali ada alasan yang mendasar, kita kan belum tahu sehingga menguatkan Walikota katakanlah untuk mengabaikan (memutasi Sekwan tanpa persetujuan pimpinan DPRD-red), kan ini semua belum terbuka. Makanya kita tidak boleh suuzan dulu,” ujar Hasbudin belum lama ini.
Baca : Tuding Mutasi Sekretaris DPRD Langgar Konstitusi, Kebijakan Walikota Cilegon Disorot Parlemen
Undangan kepada Walikota itu diketahui telah dilayangkan dan ditandatangani langsung oleh Wakil Ketua II DPRD Cilegon, Nurrotul Uyun pada sore harinya setelah mutasi, rotasi dan promosi jabatan, usai dirinya menggelar rapat tertutup dengan seluruh pimpinan fraksi di DPRD.
“Berdasarkan rambu-rambu yang ada, memang ini (mutasi Sekwan tanpa melalui proses sesuai amanat Undang-undang 23 tahun 2014-red) tidak dipakai, yang secara implisit, mengaturnya secara khusus pada pasal 205. Nah bicara etika berbangsa dan bernegara, tentu kita sebagai mitra sejajar harus saling menghormati dan menghargai. Maka sanksi moral lah yang akan berlaku bila di Undang-undang itu tidak ada sanksi administrasi,” kata Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Baca Juga : Soal Mutasi Sekwan Labrak Konstitusi, DPRD Cilegon Sepakat Mintai Klarifikasi Walikota
Wakil rakyat tiga periode ini menjelaskan, DPRD tidak menyoal siapa pun pengganti Bambang Bintan. Namun baginya, sebagai pejabat politik sejatinya kepala daerah mematuhi seluruh mekanisme yang diatur dalam perundang-undangan, terlebih sebelum mengambil keputusan yang menuai polemik hingga dapat menimbulkan pro kontra.
“Intinya kami menegaskan bahwa persoalan ini bukan menyangkut personal, tapi lebih kepada prosedural yang wajib dipatuhi seluruh pihak,” tandasnya.
(dev/red)