SERANG – Dugaan adanya pengaturan pemenang proyek di lingkungan Pemprov Banten terus bergulir. Salah satunya masih seputar proyek bernilai Rp200 miliar yakni pemabangunan gedung 8 lantai RSUD Banten.
Kejanggalan-kejanggalan dalam proses lelang kian mencuat. Sumber BantenNews.co.id menyebut fakta baru dugaan menguatnya ada peran oknum pengusaha berinisial ES yang berkongkalingkong dengan Kelompok Kerja (Pokja) Unit Layanan Pengadaan (ULP) Pengadaan Barang dan Jasa Pemprov Banten untuk mengarahkan pemenang tender.
Beberapa kejanggalan dalam proses lelang tender gedung 8 lantai RSUD Banten tersebut mulai terlihat dari persyaratan tambahan yang mengarah menggugurkan perusahaan lain dalam dokumen spesifikasi teknis. Syarat tambahan yang harus dipenuhi peserta lelang yakni memiliki ISO Building Information Modelling (BIM) 19650, banyaknya jumlah tenaga ahli sebagai personel managerial, kemampuan keuangan sebesar 10 persen dari nilai toal HPS sebesar Rp271.953.809.413,43 berdasarkan laman https://lpse.bantenprov.go.id/eproc4/lelang/16814099/pengumumanlelang.
Dari sekian banyak syarat tambahan tersebut, tidak ada satupun tanda tangan Pejabat Pratama baik dari Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dan dari Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Provinsi Banten sebagai bentuk persetujuan mereka terhadap syarat tambahan tersebut.
Alih-alih mencantumkan dua tanda tangan Pejabat Pratama, dokumen proyek gedung 8 lantai RSUD Banten tersebut, dokumen spesifikasi teknis pembangunan gedung 8 lantai itu hanya ditandatangani oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Banten Ati Pramudji Hastuti, Direktur RSUD Banten Danang Hamsah Nugroho dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Ritanugraini.
Kejanggalan lain, soal pemberian nilai. Dari sekian banyak perusahaan yang mengikuti lelang pekerjaan, hanya perusahaan ES yang diberi penilaian dalam bentuk angka. Sementara perusahaan lain tidak satupun diberi nilai baik dalam rentang nilai lebih rendah maupun lebih tinggi dari perusahaan ES.
Merujuk Surat Edaran (SE) Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 22 Tahun 2020 tentang Persyaratan Pemilihan dan Evaluasi Dokumen Penawaran Pengadaan Jasa Konstruksi sesuai Peraturan Menteri (Permen) Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 14 Tahun 2020 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi melalui Penyedia menyebutkan bahwa syarat tambahan harus tertuang dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK) dan disetujui Pejabat Pratama dari APIP dan Dinas Pekerjaan Umum setepat.
Persyaratan tambahan sendiri bisa digunakan untuk pekerjaan non standar yang kompleks dan berisiko besar. Namun kategori nonstandar bangunan perlu dipertanggungjawabkan dengan legalitas dan persetujuan dari APIP dan DPUPR. Pada Peraturan Menteri (Permen) Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 14 Tahun 2020 Pasal Pasal 58 ayat (8) poin b menyebutkan persyaratan tambahan wajib meminta persetujuan Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama pada pemerintah Daerah yang membidangi jasa konstruksi dan Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama pada pemerintah daerah yang merupakan unsur pengawas daerah.
Dari sekian perusahaan, menurut sumber Bantennews.co.id, hanya perusahaan plat merah yang berafiliasi kepada ES yang memiliki syarat tersebut. “Cuma dia yang bisa masuk. Padahal ISO BIM tidak mutlak untuk pengerjaan proyek konstruksi delapan lantai,” kata sumber.
Soal ISO BIM 19650 sumber lain BantenNews.co.id di salah satu institusi pemeriksa pekerjaan menegaskan bahwa banyak perusahaan yang bisa membangun lebih dari 8 lantai tanpa mensyaratkan ISO BIM 19650. “Tidak ada urgensinya. Banyak perusahaan yang bangun lebih dari itu tanpa syarat seperti itu,” katanya.
Dikonfirmasi akan temuan tersebut, Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa Soerjo Soebiandono menyatakan pihaknya tidak bisa ikut campur selama proses lelang sesuai ketentuan dalam Permen PUPR Nomor 14 tahun 2020. “Jadi saya tahu itu. Nanti Pokja setelah (ada yang) menang lapor ke saya. Pokja merekomendasi usulan pemenang kepada pengguna anggaran, yakni OPD,” jelasnya.
Dari usulan Pokja tersebut, lanjtu Doni, bisa menolak atau menerima rekomendasi Pokja ULP. “Kalau saya begini (dalam proses lelang) masuk ada persyaratan, ada ini (temuan kejanggalan) justru saya menyalahi aturan,” tandasnya.
Proses kaji ulang dokumen di tingkat Pokja ULP, hemat Doni merupakan bagian proses lelang yang tidak memungkinkan dirinya untuk mencampuri proses lelang. “Saya sudah nggak bisa masuk ke situ. Percuma ada Pokja kalau saya-saya lagi yang mengevaluasi. Kalau ada pihak (ahli madya dari APIP dan Dinas PUPR) tidak menerima ada masa sanggah. Di situlah baru dibuka semua (dokumen),” ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Aliansi Independen Peduli Publik (ALIPP) Uday Suhada menyoroti adanya dugaan upaya monopoli proyek di lingkungan Pemprov Banten. Upaya monopoli proyek tersebut salah satunya dilakukan oleh oknum berinisial ES.
Menelisik lebih dalam, lanjut aktivis antikorupsi tersebut, dugaan upaya pengkondisian berbagai proyek yang bernilai besar nampaknya tidak di satu dua OPD saja, namun tersebar di beberapa OPD lainnya.
Kondisi upaya monopoli proyek di Banten sendiri menurut Uday kerap kali terjadi hingga kabupaten/kota. Para pemain proyek pemerintahan diduga melibatkan aparat penegak hukum, pengusaha, politisi, mantan dewan, mantan kepala daerah, broker, bahkan keluarga kepala daerah. “Ada juga AR, NS, LK, yang juga berperan sebagai broker,” kata Uday.
Dikonfirmasi wartawan, pengusaha berinisial ES tidak merspons panggilan dan pesan singkat.
(you/red)