Beranda Kesehatan PPNI Minta Pemprov Banten Perhatikan Keselamatan Paramedis

PPNI Minta Pemprov Banten Perhatikan Keselamatan Paramedis

Harif Fadilah. (Harianpelita.co)

SERANG – Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhillah meminta Pemprov Banten memperhatikan keselamatan perawat dalam penanganan pasien Covid-19. Mulai dari ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD), ruang transit (sterilisasi), hingga tempat karantina yang sesuai standar kesehatan.

“Ini kan kewajiban negara baik dari pemerintah pusat sampai daerah. Saya kira persolan di Banten sama dengan yang sebelumnya terjadi di Jakarta. Tapi setelah digaungkan melalui media akhirnya dicarikan tempat (karantina),” kata Harif berbincang dengan BantenNews.co.id, Jumat (27/3/2020).

Menurutnya, Pemerintah Daerah perlu melibatkan masyarakat, khususnya dari pengusaha hotel dan sebagainya untuk menyediakan tempat bagi tenaga medis dan paramedis. “Kalau di Jakarta kan ada bantuan dari masyarakat ditempatkan di situ. Kemudian Pemda juga akhirnya menempatkan di Hotel Cempaka, yang ada di Cempaka Putih,” kata dia.

Dalam situasi darurat untuk berjuang demi kemanusiaan itu, kata Harif, harus dimaknai sebagai upaya bersama melawan virus yang mematikan tersebut. “Setidaknya, gedung pemerintahan bisa dimanfaatkan untuk karantina, itu kan skenario awal sebagaimana Pak Doni Monardo (Ketua Badan Nasional Penanggunalangan Bencana) yang memanfaatkan wisma atlet untuk pusat pelayanan Covid-19 dan tempat istirahat tenaga medis,” jelasnya.

Di sisi lain, masa 14 hari kerja dan 14 hari karantina merupakan prosedur yang harus dipatuhi untuk tetap menjaga keamanan. Keselamatan bagi tenaga medis sangat diperlukan apalagi dengan jumlah yang terbatas.

Kemudian transportasi antar jemput bagi tenaga medis mutlak diperlukan. Hal itu menurutnya untuk menghindari penyebaran penyakit melalui transportasi publik. “Di rumah sakit rujukan juga menyediakan tempat mandi, ruang ganti pakaian, sehingga setelah bertugas dia tidak menggunakan pakaian yang dipakai ketika menjalankan tugas pelayanan kesehatan. Karena di situ kontak dengan pasien,” jelasnya.

Selain itu persoalan APDn menjadi persoalan yang seringkali mengemuka. Meski bantuan dari pemerintah pusat hingga pihak swasta telah disalurkan, namun tenaga medis mengaku seringkali kekurangan APD. Di RSUD Banten misalnya, meski Polda Banten dan beberapa pihak swasta telah menyumbangkan dengan jumlah banyak, namun beberapa perawat mengaku sulit mendapatkan masker di luar jam tugas.

“PPNI sudah berusaha memesan dari donasi tapi nggak dapat barangnya. Ini kan sama saja dengan menukar nyawa. Sementara harapan ke depan ini ada di pundak kami (perawat), tapi kalau tidak dilindungi ya bagaimana,” katanya.

Di pihak lain, ia meminta kepada DPRD tidak hanya menjalankan fungsi budgeting, namun juga menjalankan kontrol terhadap pelaksanaan anggaran yang sudah digelontorkan untuk penanganan wabah Corona. “DPR dan DPRD harus menjalankan fungsi kontrolnya. Kami sebagai masyarakat kan sudah menyuarakan. Jangan sampai kami dihadapkan dengan pemerintah. Saya kira kita harus bersama-sama,” kata dia.

Ketua Gugus Tugas Covid-19 Banten yang juga Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Banten Ati Pramudji Hastuti menyatakan pihaknya telah memanfaatkan Rumah Dinas Gubernur Banten di Eks Pendopo Lama untuk menampung tenaga kesehatan yang bertugas di rumah sakit pusat Covid-19.

Sebanyak 127 pegawai RSUD Banten yang terdiri dari 121 petugas kesehatan dan 6 dokter spesialis yang bertugas telah menjalani karantina di Pendopo Lama, Jalan Brigjen Syam’un Nomor 5, Kota Serang. Selama karantina, para pegawai baik tenaga medis maupun paramedis mengisolasi diri di tempat yang nyaman, makan yang cukup dan kendaraan khusus antar jemput dari lokasi karantina ke RSUD Banten.

“Berdasarkan data, ada 121 (orang) yang bersedia dikarantina, dimana datangnya ke tempat karantina bergantian berdasarkan shift jaganya di rumah sakit,” kata Ati melalui keterangan tertulis. (you/red)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News