Semua orang ingin dan bisa berbahagia, namun keinginan ini pada kenyataannya tak selalu mudah diwujudkan.
Menurut para psikolog bahagia atau tidak berasal dari pola pikir. Apa pun kondisi yang tengah dialami di dalam hidup, pada akhirnya kita sendiri yang memutuskan untuk menjalaninya dengan bahagia atau tidak. Begitu juga sebaliknya, ketidakbahagiaan juga berasal dari pikiran negatif yang terus dipelihara.
Jika kamu termasuk orang yang ingin berbahagia di tahun 2019, mulailah dengan mengeliminasi pikiran-pikiran negatif di dalam kepala satu demi satu. Berikut ini para psikoterapis andal berbagi kepada The Huffington Post mengenai pikiran jelek yang bisa menghambat kebahagiaan dan bagaimana cara mengatasinya.
3. “Saya kerjakan nanti.”
Menunda-nunda dalam mengerjakan sesuatu yang harus segera diselesaikan memang terasa lebih mudah di awal. Namun pada akhirnya penundaan ini akan membuatmu lebih stres. Rasanya seperti dikejar-kejar utang yang tak kunjung dilunasi.
Lucas D. Saiter, seorang psikoterapis di New York City berpendapat bahwa menciptakan motivasi dan menjadikan rutinitas lebih terstruktur dapat membantu menangkal keinginan untuk bermalas-malasan.
“Checklist sangat efektif untuk memotivasi individu dan ada penelitian yang membuktikan ini,” katanya. “Buat tujuan yang bisa dicapai, tuliskan, dan kerjakan.”
4. “Hal buruk akan terus berdatangan.”
Ketika sesuatu tidak berjalan sesuai keinginan, mudah untuk membiarkan pikiran tenggelam arah negatif. “Ketika kita berpikir keadaan jauh lebih buruk daripada yang sebenarnya, atau berasumsi bahwa karena satu hal buruk terjadi, hal-hal buruk lain akan berdatangan, itu dapat menyebabkan gejolak emosional,” kata Robyn Gold, seorang psikoterapis dalam praktik swasta di New York City.
Untuk memerangi jenis pemikiran ini, Gold menyarankan untuk mendaftar berbagai kemungkinan skenario lanjutan dari kondisi tak menyenangkan yang saat ini sedang terjadi. Pikirkan juga kemungkinan terbaik yang bisa terjadi dan jadikan hal itu sebagai motivasi untuk terus berjalan ke depan.
5. “Mementingkan diri sendiri itu egois.”
Menurut Shainna Ali, konselor kejiwaan berlisensi di Orlando, Florida, Amerika Serikat, kita harus memastikan kebutuhan diri sendiri terpenuhi dahulu sebelum mencoba memenuhi kebutuhan orang lain. Tak perlu merasa bersalah untuk hal ini, karena kamu juga butuh merasa ‘tercukupi’ secara emosional agar masih punya energi untuk membantu orang-orang di sekitarmu.
“Merawat diri sendiri adalah investasi yang menguntungkan bagi Anda, juga bagi orang yang Anda cintai, kolega, tetangga, dan masyarakat,” kata Ali.
6. “Kenapa dia lebih beruntung?”
“Kamu mungkin berpikir hidupmu payah karena orang lain punya mobil mewah, beberapa anak, pekerjaan yang bagus, pasangan yang tampan, anjing yang lucu, rumah yang mahal dan pagar yang dicat putih, tetapi kamu tidak tahu apa terjadi di balik pintu yang tertutup itu,” kata Ree Langham, seorang psikolog dan penulis di ParentingPod.com. “Orang yang menurutmu memiliki kehidupan terbaik mungkin justru orang-orang yang menyedihkan ketika tidak ada yang melihat.”
Jadi tak perlu meratapi diri dan merasa iri kepada kehidupan orang lain.
7. “Aku bakal bahagia seandainya…”
Menggantungkan kebahagiaan terhadap sebuah pencapaian di masa depan merupakan hal yang berbahaya bagi kesehatan mental. Kamu tidak perlu menunggu besok atau tahun depan untuk merasa bahagia.
Nicole Issa, seorang psikolog yang melayani klien di New York dan Massachusetts merekomendasikan untuk mengubah pola pikir. Jangan mengharapkan situasi berubah agar kita bisa berbahagia, tapi ubahlah situasi tersebut demi sedikit agar kita tak perlu menunggu nanti. (Red)