SERANG – Penyertaan modal kepada PT Banten Global Development (BGD) untuk Bank Banten tetap diusulkan sebesar Rp1,9 triliun dengan rincian Rp1,5 triliun ditanggung oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten. Sedangkan sisanya berasal dari dana saham publik.
Gubernur Banten, Wahidin Halim (WH) menjelaskan, dana penyertaan modal dari Pemprov Banten merupakan konversi dana kas daerah (kasda) sebesar Rp1,5 triliun. Sedangkan Rp400 miliar akan diambil dari dana saham publik.
Diketahui, Pemprov Banten merupakan pemegang saham pengendali di PT Bank Pembangunan Daerah (BPD) Banten atau Bank Banten yakni sebesar 51 persen. Sementara 49 persen saham sisanya dimiliki oleh publik.
“Kita akan upayakan penyertaan modal ke Bank Banten tetap Rp1,9 triliun, dengan rincian Rp1,5 triliun dari konvensi Kasda, sementara Rp400 miliarnya berasal dari dana saham publik,” kata WH usai menyampaikan usulan dua rancangan peraturan daerah (raperda) tentang penyertaan modal untuk PT BGD dan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP3K) di DPRD Banten, KP3B, Curug, Kota Serang, Sabtu (11/7/2020).
Dijelaskan WH, proses penyehatan Bank Banten itu sudah sejak tahun 2018 ia lakukan, namun tidak bisa dilakukan karena sedang dalam posisi konsultasi dengan Aparat Penegak Hukum (APH).
“Saya tidak mau seperti kepala-kepala daerah lainnya yang terjerat kasus hukum karena kesalahan dalam mengambil kebijakan. Oleh karena itu saya terus berkonsultasi dengan KPK dan kejaksaan terkait hal ini,” jelasnya.
WH mengaku, Pemprov Banten pada tahun 2018 menyertakan modal Rp110 miliar. Namun, hasil konsultasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dana tersebut dianggap tidak cukup untuk menyehatkan Bank Banten, karena pada saat itu dana yang dibutuhkan sekitar Rp2,9 triliun.
“Akhirnya OJK merekomendasikan agar Pemprov mencari skema kerjasama dengan pihak lain. Namun hal tersebut tidak bisa dilaksanakan karena setelah Pemprov mencoba melakukan kerjasama dengan pihak lain seperti Bank BRI dan Bank Mega, semuanya mundur,” katanya.
Lebih lanjut, WH mengungkapkan, masalah Bank Banten mencapai puncak ketika dirinya melaporkan ke presiden untuk mendapat dukungan dari berbagai pihak, agar apa yang menjadi kebijakannya terlindungi dari jeratan hukum.
“Karena kondisi yang dialami oleh Bank Banten ini sangat mendasar, yakni krisis likuiditas,” ujarnya.
Sementara itu terkait dengan Raperda RZWP3K, WH mengaku dirinya belum mengetahui secara jelas terkait permasalahan ini. Akan tetapi Pemprov Banten dalam menyusun Raperda ini mengacu pada Peraturan Mentri (Permen) KKP nomor 23 tahun 2016 tentang RZWP3K.
“Seluruh tahapan-tahapan pelaksanaannya sudah kita lakukan, sekarang tinggal tindak lanjut dari Pansus-nya yang masih kami tunggu,” katanya.
(Mir/Red)