
SERANG – Tuberkulosis (TBC) masih menjadi salah satu masalah kesehatan utama, dimana Indonesia menempati peringkat ke-3 negara dengan estimasi beban TBC tertinggi di dunia. Diestimasikan terdapat 824.000 kasus TBC baru setiap tahunnya dengan angka kematian mencapai 98.000 atau setara dengan 11 kematian/jam. Namun berdasarkan penemuan dan pengobatan kasus TBC di Indonesia hanya sebesar 49% dari target 85%. Pengobatan secara tuntas sampai sembuh merupakan salah satu upaya yang terpenting dalam memutuskan penularan TBC di masyarakat
Mengoptimalisasi upaya promosi dan pencegahan TBC. Dompet Dhuafa melalui LKC Dompet Dhuafa dalam rangka merayakan Hari Tuberkulosis Sedunia (HTBS) tahun 2022 yang bersinergi dengan komunitas bersama mitra dan multistakeholder menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertempat di Hotel Kuretakeso, Jakarta Selatan.
“Kegiatan ini sangat bermafaat dan nyata, bermakna, dan perlu dilakukan secara terus menerus guna mempercepat eliminasi TBC di tahun 2030 di indonesia ini. Semoga kegiatan ini diikuti oleh filantropi-filantropi yang lainnya, yang kali ini Dompet Dhuafa benar-benar bisa menjadi bola salju untuk bisa menggaet lembaga filantopi-filantopi yang lain untuk bisa berpartisipasi bersama-sama untuk bisa menyelesaikan masalah TBC dan eliminasi di tahun 2030,” jelas dr Dr. drh. Didik Budijanto, M.Kes selaku Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (Direktur P2M) Kemenkes RI dalam keterangannya, Senin (4/4/2022).
Lebih lanjut, Dr. drh Didik mengapresiasi kegiatan yang dilakukan oleh Dompet Dhuafa yang turut membantu pemerintah untuk mencapai elimiasi TB 2030.
“Kami sangat mengapresiasi sekali apa yang dilakukan oleh Dompet Dhuafa, Dompet Dhuafa bukan hanya terlibat, tapi juga turut mengawal agenda pemerintah agar eliminasi TB di 2030 terus bisa tercapai,” ujar Dr. drh. Didik.
Pembelajaran dari para panelis yaitu PP Aisyiyah sejak tahun 2004-2021 memberikan gambaran pencapaian program TB berbasis komunitas dapat dilakukan dan memberikan hasil nyata dalam upaya mendukung elimitasi TB. Sejalan dengan hal tersebut, peran CSO dan lembaga filantropi tergambar dalam penjelasan panelis Dompet Dhuafa dr. Yeni Purnamasari, MKM yang menjelaskan kesenjangan yang perlu diisi oleh lembaga zakat dan filantropi sesuai data di lapangan sebagaimana kutipan berikut.
“Dompet Dhuafa telah berperan dalam pencegahan dan penanggulangan TBC sejak tahun 2004 sampai dengan 2022. Upaya yang sudah dilakukan oleh Dompet Dhuafa yang pertama adalah terlibat dalam penemuan kasus baik secara aktif melalui peran serta kader dan pemberdayaan masayrakat, juga secara pasif melalui ketersediaan jejaring fasilitas layanan kesehatan, yang kedua edukasi dan kampanye tuberkulosis untuk mengurangi stigma sekaligus melakukan sosialisasi terkait dengan penyakit tuberkulosis kepada masyarakat, yang ketiga Dompet Dhuafa berperan dalamdukungan non kesehatan dan kesehatan yang terkait dengan upaya keberhasilan pengobatan pasien TB, seperti dukungan nutrisi, rumah singgah, transportasi ambulance maupun dukungan lain yang dibutuhkan, sesuai dengan kasus TBC yang ada,” dr. Yeni Purnamasari, MKM selaku General Manager Divisi Kesehatan Dompet Dhuafa.
Sejumlah rangkaian kegiatan memperinganti TBC telah di gelar oleh tim Divisi Kesehatan Dompet Dhuafa tahun ini diantaranya adalah ketuk pintu, pameran TBC dan Focus Group Discussion (FGD). Hal ini, juga selaras dengan upaya Divisi Kesehatan untuk mempercepat eliminasi tuberkulosis 2030 serta meningkatkan silaturahmi sesama organisasi filantropi di Indonesia dalam mengoptimalisasi peran dan potensi lembaga filantropi Indonesia untuk pembangunan kesehatan untuk peningkatan angka penyembuhan pasien TBC melalui lintas lembaga zakat dan filantropi.
Ketuk pintu dan pameran TBC sudah berlangsung di 12 wilayah Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC) Dompet Dhuafa seluruh Indonesia. Sebagai puncak dari rangkaian kegiatan peringatan TBC, LKC-DD hari menggelar kegiatan Focus Group Discussion (FGD) yang mengangkat tema Pentingnya Peran Serta Lembaga Zakat dan Filantropi: Menuju Eliminasi TBC 2030, pada hari ini Rabu, 30 Maret 2022.
FGD yang dilangsungkan LKC-DD berkolaborasi dengan Forum Zakat (FoZ). Acara ini menghadirkan pembicara yang menguasai dalam bidang tuberkulosis seperti Dr. drh. Didik Budijanto, M.Kes Direktur Pengendalian Penyakit Menular Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (Direktur P2M) Kemenkes RI, dr. Tiffany Tiara Pakasi, MA selaku Koordinator Substansi TBC dan ISPA Direktorat P2PM Kemenkes RI, dr. Yeni Purnamasari, MKM selaku General Manager Divisi Kesehatan Dompet Dhuafa, Dra. Noor Rochmah sebagai Wakil Ketua Majelis Kesehatan Aisyiyah, Budi Hermawan selaku Ketua Perhimpunan Organiasi Pasien Tuberkulosis (POP TB), dan Perwakilan dari LKNU.
“Harapannya setelah teman-teman lembaga filantropi mengetahui tantangan yang berat ya, dimana bisa menjadi bahaya laten dan untuk masa depan sangat membayakan maka kita mengharapkan untuk bisa temen-temen lembaga filantropi benar-benar dengan potensi yang dimiliki bisa membantu mengatasi masalah-masalah yang dihadapi dilapangan dan dipelayanan,” ujar Dra. Noor selaku Wakil Ketua Majelis Kesehatan Aisyiyah.
Selain itu, Budi Hermawan memberikan sambutan yang baik danberharp kegiatan ini dapat membantu hal-hal yang dibutuhkan oleh pasien tuberkulosis.
“Kegiatan ini cukup baik sekali dan saya menyambut baik dengan berkumpulnya lembaga filantropi untuk bagaimana memberikan partisipasinya terhadap eliminasi tuberkulosis 2030. Harapannya ini bisa menjadi wadah yang baik ya untuk kita dan bisa bisa bermanfaat untuk orang banyak dan ini bisa kita tingkatkan lagi kerjasama dan peran aktif dari lembaga filantropi, bagaimana nanti bisa membantu gap-gap yang kosong yang dibutuhkan oleh pasien tuberkulosis dari pasien mendapatkan gejala sampai sembuh,” tutur Budi.
Kegiatan yang FGD ini, berlangsung secara offline dan online dalam melakukan pemetaan potensi dan peran serta lembaga filantropi dalam program eliminasi TBC, penyusunan rencana kolaborasi lembaga filantropi untuk partisipasi dalam eliminasi TBC 2030, terbentuknya struktur aliansi filantropi peduli TBC, adanya peta konsep pembentukan wilayah kerja lembaga filantropi untuk eliminasi TBC 2030 dan memberikan kontibusi upaya peningkatan angka penyembuhan TBC melalui kerjasama lintas lembaga zakat dan filantropi.
Barry mengungkapkan acara ini memberikan gambaran banyak hal untuk melihat kekurangan-kekurangan dalam pelaksanaan program TBC, khususnya dari sisi komuntitas dan bisa mulai mengidentifikasi hal-hal untuk bisa menjawab setiap tantangan yang ada.
“Acara hari ini memberikan kita gambaran masih banyak hal yang harus kita lakukan untuk mengisi apa yang menjadi kekurangan-kekurangan dalam pelaksanaan program TBC khususnya dari sisi komunitas yang juga tentu berpusat pada pasien, bagaimana kita melihat pasien sejak mereka merasa sakit, diganosis, pengobatan dan sampai akhirnya sembuh, pasien-pasien tersebut memiliki tantangan-tantangan tersendiri dan kemudian kita juga sudah mulai identifikasi apa saja yang bisa menjawab tantangan tersebut,” papar Barry.
(Red)