Beranda Nasional Pengesahan RUU Pemasyarakatan Ditunda

Pengesahan RUU Pemasyarakatan Ditunda

Ilustrasi - foto istimewa google.com

 

JAKARTA – DPR dan pemerintah sepakat untuk menunda pengesahan Rancangan Undang-Undang Pemasyarakatan.

Kesepakatan ini diputuskan melalui lobi-lobi dalam rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/7/2019).

Lobi dilakukan antara Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dan pimpinan DPR, pimpinan fraksi, serta pimpinan Komisi III DPR.

“Dalam lobi, kita mendengar penjelasan dari surat pemerintah yang disampaikan Menteri Hukum dan HAM, meneruskan pandangan presiden tentang perlunya penundaan RUU Pemasyarakatan,” ujar Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah saat memimpin rapat paripurna.

Setelah proses lobi, Wakil Ketua Komisi III Erma Ranik membacakan laporan mengenai proses pembahasan yang telah dilakukan antara Panja RUU Pemasyarakatan bersama pemerintah.

Dalam laporannya itu, Erma berharap RUU Pemasyarakatan dapat mengatasi segala persoalan yang dihadapi terkait lembaga pemasyarakatan (lapas) jika disahkan.

“Apakah kita dapat menyetujui usulan penundaan itu?” tanya Fahri.

Seluruh anggota yang hadir dalam rapat paripurna pun menyatakan setuju.

“Baik, sudah saya ketok,” ucap Fahri.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meminta DPR untuk menunda pengesahan empat rancangan undang-undang.

Selain Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang sudah disampaikan sebelumnya, Jokowi meminta DPR menunda pengesahan RUU Pertanahan, RUU Minerba, dan RUU Pemasyarakatan.

Jokowi meminta RUU itu tidak disahkan oleh DPR periode 2014-2019 yang masa tugasnya hanya sampai 30 September mendatang.

Awalnya, pemerintah dan DPR sepakat untuk segera mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (UU Pemasyarakatan) dalam rapat kerja, Selasa (17/9/2019).

Namun, RUU Pemasyarakatan justru menuai penolakan dari kalangan masyarakat sipil, khususnya pegiat anti-korupsi.

Sebab, salah poin revisi menghilangkan ketentuan bagi aparat penegak hukum, yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), memberikan rekomendasi bagi napi koruptor yang mengajukan hak remisi hingga pembebasan bersyarat.

Baca Juga :  Wapres: Jangan Pernah Kendor Terapkan Protokol Kesehatan

Dalam Pasal 12 Ayat (2) UU Pemasyarakatan sebelum revisi, ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan hak-hak narapidana diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Sementara itu, PP Nomor 99 Tahun 2012 memperketat pemberian hak remisi dan pembebasan bersyarat, yakni jika seorang narapidana kasus korupsi menjadi justice collaborator serta mendapat rekomendasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dalam draf UU Pemasyarakatan yang sudah direvisi, tidak lagi terdapat ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan hak-hak narapidana diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Kemudian, dalam Bab Ketentuan Peralihan Pasal 94 Ayat (2) RUU Pemasyarakatan tertulis, PP Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan dinyatakan masih tetap berlaku.

Dalam PP Nomor 32 Tahun 1999 itu, tidak terdapat pembatasan hak narapidana melalui ketentuan justice collaborator dan rekomendasi KPK. (Red)

Sumber : Kompas.com

 

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News