Beranda Hukum Pengadilan Tinggi Banten Pangkas Hukuman Bu Kades Pagelaran

Pengadilan Tinggi Banten Pangkas Hukuman Bu Kades Pagelaran

Sidang Kades Pagelaran di Pengadilan Negeri Serang. (Foto: Audindra/Bantennews.co.id)

SERANG – Pengadilan Tinggi (PT) Banten mengabulkan banding mantan Kepala Desa Pagelaran, Kecamatan Malingping, Kabupaten Lebak, Herliawati dan suaminya Yadi Haryadi. Dalam putusannya, PT Banten ‘memotong’ vonis keduanya menjadi 1,6 tahun.

“Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri /Hubungan Industrial/Tipikor Serang Nomor 12/Pid.sus-TPK/2024/PN Srg tanggal 30 Juli 2024 yang dimintakan banding tersebut,” tulis putusan PT Banten Nomor 15/Pid.Sus-TPK/2024/PT Banten yang dikutip Bantennews dari laman resmi putusan Mahkamah Agung pada Jumat (20/9/2024).

Selain pidana penjara, PT Banten juga mengubah pidana denda menjadi Rp50 juta subsider 2 bulan penjara. Padahal, saat putusan di tingkat pertama pada 30 Juli lalu, keduanya divonis 4 tahun dan denda Rp200 juta subsider 2 bulan penjara.

Dalam pertimbangannya, hakim PT mengatakan Pasal 12 Undang-undang Tipikor yang jadi dasar Pengadilan Tipikor Serang menjatuhkan pidana tidaklah tepat. Menurutnya, pasutri tersebut melanggar Pasal 11 Undang-undang Tipikor tentang penyelenggara yang menerima suap.

“Menimbang, bahwa dengan demikian, maka putusan Pengadilan Negeri/Hubungan Industrial/Tindak Pidana Korupsi Serang Nomor 12/Pid.susTPK/2024/PN Srg tanggal 30 Juli 2024 tidak dapat dipertahankan dan haruslah dibatalkan,” tulis putusan.

Baca : Peras Pengusaha Tambak Udang, Bu Kades Pagelaran Divonis 4 Tahun

Putusan PT Banten dibacakan pada Selasa (10/9/2024) lalu. Majelis hakim yang yaitu Lendriaty Janis, Purwono Edi Santosa, dan Bruding Sumardiana.

Terpisah Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri (Kejari) Lebak, Puguh Raditya Aditama membenarkan putusan banding PT Banten tersebut. Kejari Lebak mengatakan sudah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung pada Kamis (19/9/2024) kemarin.

“Bidang pidsus menyatakan kasasi atas putusan banding tersebut,” ujar Puguh.

Dalam dakwaan JPU sebelumnya, dijelaskan bahwa pasangan suami istri tersebut melakukan pemerasan terkait lahan untuk tambak udang kepada PT Royal Gihon Samudra. Kedua meminta jatah duit Rp345 juta terkait lahan untuk tambak.

PT Royal Gihon kemudian mendapatkan 37 bidang tanah warga seluas 23 hektare yang akan dibeli di desa tersebut tapi belum bersertifikat. Untuk mengurus sertifikat itu kemudian diutus saksi Farid dan Ridwan agar mengurusnya kepada terdakwa Herliawati selaku Kepala Desa. Tapi, ia menolak mengurusnya karena meminta uang sebesar Rp345 juta.

“Menurut perhitungan terdakwa total uang yang harus dibayarkan oleh saksi Farid kepada terdakwa adalah sebesar Rp345 juta yang diperoleh berdasarkan perhitungan luas lahan yang belum bersertifikat 23 hektare dikali seribu lima ratus rupiah,” kata JPU Kejari Lebak, Seliya Yustika Sari saat membacakan surat dakwaan pada Selasa (19/3/2024) lalu.

Baca juga: Peras Pengusaha Tambak Udang, Bu Kades Pagelaran Divonis 4 Tahun

Terdakwa Herliawati kemudian mendesak meminta sebagian uang terlebih dahulu sebesar Rp200 juta pada bulan Oktober 2021 ketika saat pilkades di Desa Pagelaran.

Dengan terpaksa Farid dan Ridwan kemudian memberikan Rp100 juta secara tunai di rumah kedua terdakwa.

Setelah itu karena masih banyaknya sertifikat yang belum ditandatangani, Farid selaku perwakilan PT Royal memberikan uang kepada kedua terdakwa melalui Ridwan secara berkala sejak awal 2022 sampai bulan September 2022 dengan total Rp200 juta.

Masih merasa belum cukup, kedua terdakwa mendatangi Farid di rumahnya dan meminta menandatangani surat pernyataan kesanggupan Farid untuk membayar Rp230 juta kepada keduanya. Tak diberi, Herliawati datang sendirian ke rumah Farid sambil membentak agar segera memberikan uang tersebut.

“Terdakwa datang sendiri ke rumah saksi Farid Maulana dan meminta sisa uang yang dimaksud dengan nada tinggi dan kata-kata kasar,” imbuhnya.

Masih belum mendapatkan sisanya, kedua terdakwa kemudian mengorganisir masyarakat untuk mendemo PT Royal di lokasi Tambak dengan permintaan agar warga sekitar diberikan pekerjaan di Tambak.

“Pada saat demonstrasi atau unjuk rasa tersebut berlangsung, terdakwa bertemu dengan saksi Farid Maulana yang juga berada di lokasi dan meminta agar sisa uang tersebut segera dibayar,” tutur Seliya.

Setelah demo itu, saksi Farid kemudian memberikan uang sebesar Rp110 juta kepada kedua terdakwa secara bertahap yaitu Rp70 juta secara transfer agar demo bubar dan sisanya secara tunai Rp40 juta. Total keduanya menerima uang dari saksi Farid sebesar Rp310 juta.

(Dra/red)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News