SERANG – Adanya temuan kelebihan bayar Rp1,9 miliar pada program bantuan Jaring Pengaman Sosial (JPS) berupa paket sembako untuk masyarakat terdampak Covid-19 di Kota Serang mengindikasikan adanya upaya pemahalan harga alias mark up.
Hal itu menjadi modus operandi para pemain proyek bermain-main dengan anggaran wabah Corona. Demikian disampaikan oleh Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah.
“Rp1,9 miliar ini kan selisih mark up yah, kalau Inspektorat sudah mengeluarkan hasil audit. Inspektorat tidak hanya memberikan rekomendasi kepada dinas terkait namun juga melaporkan kepada penegak hukum,” kata Wana Alamsyah, Kamis (14/5/2020).
Wana menyatakan, jangan sampai diskresi yang diberikan kepada seluruh pejabat publik untuk menanggulangi COVID-19 dijadikan celah untuk melakukan tindak pidana korupsi, khususnya dalam penggunaan duit negara melalui belanja barang dan jasa.
“Ini kan modus yang dilakukan di tengah kondisi COVID-19, memang uang yang dibelanjakan melalui pihak ketiga itu sangat berpotensi untuk di mark up,” kata Wana.
Ia menambahkan bahwa aturan mengenai penunjukan langsung pengadaan barang dan jasa kebutuhan penanggulangan Covid-19 kepada pihak ketiga mesti ditinjau ulang. “Karena hal itu menjadi rentan mengingat uang yang dibelanjakan itu diserahkan (lamgsung) kepada pihak ketiga.”
Sementara, Ketua SAPMA PC Kota Serang, Tedy Supriyadi mengatakan, ada banyak indikasi kesalahan dalam program JPS tersebut dari awal. Indikasi tersebut pihaknya menilai ada beberapa item dalam bentuk sembako itu berbeda-beda tetapi anggarannya sama.
“Pemerintah sudah membayar lunas terhadap pihak ketiga tetapi barang belum ada semua, seharus ketika ada merek yang berbeda harus ada addendum yang dilakukan oleh pemkot agar tidak adanya indikasi dan hal yang bisa merugikan negara,” katanya.
Ia melihat kesan, Dinas Sosial memberikan modal untuk pihak ketiga untuk belanja paket sembako. Sebab Dinas Sosial sudah membayar lunas kebutuhan 3 kali penyaluran paket sembako, sementara yang disalurkan hanya 50 ribu paket dari total 150 ribu paket.
“Kita sudah tanya nama perusahaan pihak ketiganya apa, gudangnya di mana kepada Dinas Sosial tapi nggak ada jawaban. Kalau cuma begitu, semua orang juga bisa usaha sembako dengan dimodali terlebih dahulu oleh Dinsos,” tandasnya.
Ia mengingatkan, apabila dalam program tersebut benar adanya dugaan penyelewengan anggaran dalam hal ini bantuan Covid-19, ancaman hukuman pidana mati telah tercantum di dalam UU Tindak Pidana Korupsi, khususnya di Pasal 2.
“Apabila betul adanya dugaan permainan dalam sembako JPS Kota Serang, siap-siap hukuman mati sesuai dengan UU Tipikor,” tegasnya.
Pihaknya juga mendesak kepada BPK dan KPK untuk segera turun tangan mengatasi permasalahan JPS Kota Serang.
Kepala Inspektorat Kota Serang, Yudi Suryadi mengaku bahwa adanya temuan Rp1,9 miliar tersebut sudah dikembalikan oleh perusahaan pemegang program JPS Kota Serang.
“Kalo pengembalian mah sudah, oleh pihak ketiga,” katanya.
Sesuai dengan Peraturan Presiden No 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa, keuntungan yang diambil oleh penyedia atau dalam hal ini pihak ketiga, paling tinggi sebesar 15 persen. Namun hitungan Inspektorat menemukan, pihak ketiga bukan saja mengambil untuk 15 persen namun Dinas Sosial lebih bayar hingga Rp1,9 miliar.
Diketahui, penyedia bansos ini dilakukan oleh PT Bantani Damir Primarta. Dari pembelian beras 10 kg untuk 50 ribu KK ditemukan selisih Rp300 juta, dari mie Instan Rp420 juta, dan sarden Rp1,1 miliar. Selisih total Rp 1,9 miliar. (You/Red)