Beranda Pemerintahan Pengacara Yakin Gubernur Banten Tak Terlibat Kasus Hibah Ponpes

Pengacara Yakin Gubernur Banten Tak Terlibat Kasus Hibah Ponpes

Pengacara Gubernur Banten Agus Setiawan - (Iyus/BantenNews.co.id)
Follow WhatsApp Channel BantenNews.co.id untuk Berita Terkini

SERANG – Pengacara Gubernur Banten, Agus Setiawan merasa yakin Gubernur Banten, Wahidin Halim tak terlibat dengan kasus hibah bantuan pondok pesantren (Ponpes) tahun anggaran 2018 dan 2020 yang menyerat dua Pegawai Negeri Sipil (PNS) ikut menjadi tersangka. Hal itu menanggapi kuasa hukum salah satu tersangka yang juga mantan Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Provinsi Banten, IS yang menyatakan jika kliennya mendapat tekanan dari orang nomor satu di Provinsi Banten.

Agus menilai, pernyataan kuasa hukum IS merupakan salah satu gaya pembelaan. “Ini kaitannya dengan style (gaya,red) pembelaan. Jadi ada pengacara yang langsung menyerang pihak lain,” kata Agus, Kamis (27/5/2021).

Agus menilai, penyaluran hibah bantuan Ponpes tahun 2018 dan 2020 sudah melalui mekanisme sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

“Menurut saya begini, Peraturan Gubernur (Pergub) baik yang dibuat 2017/2018 dan juga 2019/2020 dari mulai rancangan dan sampai (implementasi) penyaluran bersumber  dari Peraturan Pemerintah (PP) yang juga bersumber dari Undang-undang (UU). Apa yang diabsorb (serap, red) dalam pergun tak melebihi dari UU,” katanya.

“Misalnya ada isu Gubernur membolehkan tidak ada monitoring. Mana bisa, sedangkan aturannya jelas, monitoring itu backbone dari peraturan,” sambungnya.

Menurut Agus, jika ada peristiwa hukum yang menuduh Gubernur Banten melakukan kesalahan harus dilihat dari filosofi hukum.

“Kita lihat filosogi hukumnya, ada nggak benturan desain dan desolen, kalau ada benturan kita pastikan titiknya di mana. Jadi antara desain dan desolen itu pergub dan penerimaan. Itu ada step, kalau ada pemotongan, maka dari mana korelasinya dengan Gubernur?,” ujarnya.

Dirinya juga menyarankan kepada kuasa hukum tersangka IS untuk mengumpulka  bukti dan menganalisa. “Ini aneh saja, lebih baik (pengacara) mengumpulkan pengetahuan dari perkara ini. Lalu dianalisa buat pembelaan kliennya. Bukan rumbat-rambit kaditu kadieu. Dan kalau ada benturan bukan dipergubnya tapi dipencairan,” jelasnya.

Baca Juga :  WH : Jalan Rusak Menyakiti Hati Rakyat

Pihaknya juga menghormati proses hukum yang kini tengah berjalan. Dirinya juga meyakini, pihak penyidik dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten lebih paham proses pengusutan kasus tersebut.

“Mereka sudah paham proses penyidikan, apalagi dibekali dengan teknologi. Jangan menyela dengan pendapat-pendapat yang tidak mendasar. Apalagi sesuai dengan KHUP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) disebutkan dalam pasal 165 barang siapa yang melihat kejahatan tapi tak melaporkan ancamanya 9 bulan kurungan. Ini kan ada pemotongan, lalu Gubernur melaporkan, harusnya Gubernur yang diapresiasi. Apalagi komitemen beliau kan jelas memberantas korupsi, tegakan hukum setegak-tegaknya,” pungkasnya.

Ditambahkan Agus, ketika pegiat Anti Korupsi Uday Suhada menggaungkan semangat anti korupsi di Banten, Gubernur juga memerintahkan kepadanya selaku pengacara Gubernur.

“Dan begitu Uday Suhada meminta tegakkan hukum setegak-tegaknya, itu yang diperintahkan ke saya, penuhi segala kebutuhan yang diperlukan oleh kejaksaan dalam penyelidikan terutama terkait dokumentasi pemberkasan dan lain sebagainya” tambahnya.

Agus Setiawan mengatakan bahwa program hibah pondok pesantren merupakan penjabaran visi dan misi yang dituangkan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan Panjang Daerah (RPJMD) Provinsi Banten tahun 2017-2022.

“Hibah diprogramkan tidak hanya karena kecintaan terhadap kyai, tetapi ada amanat RPJMD, sesuatu niat baik tidak mungkin untuk disengajakan menimbulkan kesalahan yang disadari” ujarnya.

Agus juga menjelaskan tentang  tugas dan fungsi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dalam pengelolaan dana hibah khsususnya mengenai Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) serta hal yang dilakukan oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).

“Bahwa NPHD itu adalah dinas atau OPD bukan sekda, bahwa ketua TAPD itu Sekda, dari rekomendasi dibuat oleh Kepala Biro dan perangkat OPD kemudian disajikan kepada forum TAPD yang kemudian sebagai alat pertimbangan gubernur” ujar Agus.

Baca Juga :  28 Pejabat Eselon III Cilegon Berebut Jabatan Lima Kepala OPD

“Jadi sampai rekomendasi itu mutlak urusan yang harus dilaksanakan oleh Biro Kesra, setelah itu biro kesra membuat laporan untuk dijadikan alat rapat di TAPD, lalu TAPD kemudian menyampaikan kepada Gubernur, disitulah baru gubernur menilai apakah sudah lengkap semuanya” imbuhnya.

Agus menjelaskan letak benturan persoalan pada kasus hibah ponpes di Pemprov Banten. “Bahwa ayo kita lihat dulu prosesnya dan jangan halu, karena gubernur perintahnya jelas, sebetulnya gampang saja itu OPD, peraturan Gubernur kemudian diambil peraturan teknisnya dan OPD bersifat wajib membetuk tim evaluasi dan monitoring, maka selamat itu ASN dari pelanggaran penyelenggaraan,” jelasnya.

(Mir/Red)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News