CILEGON – Pemkot Cilegon merencanakan adanya rasionalisasi anggaran di tiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang efektif akan dilaksanakan mulai APBD Reguler Tahun Anggaran 2025 mendatang. Kondisi keuangan daerah yang tak stabil memaksa eksekutif untuk mengencangkan ikat pinggang pada pos anggarannya sekira Rp20 miliar lebih.
“Karena kita ingin fokus pada belanja langsung ke masyarakat. Seperti untuk penanganan stunting dan upaya peningkatan gizi. Jadi seperti belanja yang sifatnya habis pakai, bukan prioritas dan belanja-belanja pendukung, itu yang kita rasionalisasikan,” ungkap Plt Kepala Bappedalitbang Kota Cilegon, Syafrudin, Senin (4/11/2024).
Umumnya, langkah efisiensi anggaran tersebut berada di kisaran angka 10% untuk setiap OPD, menyusul imbas pencapaian proyeksi pendapatan daerah yang tidak optimal dari yang ditargetkan.
“Yang pasti rasionalisasi itu bukan untuk belanja wajib dan pelayanan dasar. Efisiensi cuma untuk belanja pendukung yang tidak berhubungan langsung dengan sektor publik ya,” jelas Sekretaris Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) ini.
Tak pelak, upaya rasionalisasi berdasarkan arahan dari Pjs Walikota Cilegon, Nana Supiana tersebut dikhawatirkan pula akan berdampak pada keberlangsungan jalannya program daerah yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
“Ini yang justru perlu dipertanyakan, kenapa rencana (target pendapatan) yang sudah disepakati antara eksekutif dan legislatif pada saat pembahasan sebelumnya tidak mampu direalisasikan. Mestinya, sesuai dengan kesepakatan yang sudah ditandatangani target pendapatan itu paling tidak mendekati 80 hingga 90 persen,” ungkap Anggota Badan Anggaran DPRD Cilegon, Rahmatulloh.
Capaian pendapatan daerah yang baru membukukan sekira 60% dari target sekira Rp1,1 triliun di tahun 2024 ini memaksa TAPD harus mampu menutupi kekurangannya melalui pos pembiayaan yang ada pada keuangan daerah yang akan datang.
“Pemkot Cilegon itu kan punya piutang di wajib pajak dan retribusi kurang lebih Rp200 miliar, belum lagi BPHTB atas pengelolaan HPL PT PCM (Pelabuhan Cilegon Mandiri) Rp45 miliar mestinya itu diambil,” katanya.
Masih menurut Rahmatulloh, secara teknis dan kemampuan, sesungguhnya tidak ada alasan bagi TAPD melalui petugas pemungut pajak dan retribusi daerah serta seluruh OPD berpendapatan memaksa eksekutif akhirnya mengambil langkah rasionalisasi.
“Karena mereka ini kan sesungguhnya telah diberikan pelatihan peningkatan kapasitas SDM untuk bisa memungut hak pemerintah daerah dari potensi pendapatan pajak dan retribusi yang ada. Jadi tinggal kreativitas, inovasinya saja dan ketegasan oleh Badan Pengelolaan Keuangan, Pendapatan dan Aset Daerah (BPKPAD) untuk bisa mengoptimalkan kerja-kerja petugasnya,” tutup Rahmatulloh.
(dev/red)