LEBAK – Pihak Lembaga Adat Baduy mengusulkan kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lebak agar menjadikan wilayah adat Baduy sebagai titik blank spot atau daerah tanpa sinyal telepon maupun internet.
Uday Hudaya, Pemerhati Budaya Baduy mengatakan, jika permintaan pihak lembaga adat Baduy tersebut tidaklah asal-asalan, namun atas dari penilaian internal di dalam lembaga adat Baduy.
“Sebenarnya lembaga adat Baduy sudah khawatir akan perkembangan teknologi khususnya media sosial yang dapat mengancam orisinalitas budaya khususnya para generasi muda di Baduy,” kata Uday saat dihubungi, Senin (16/5/2022).
Ia menjelaskan, bahwa dirinya sudah beberapa kali mengikuti undangan dalam upacara dengan para tokoh adat itu dan membahas soal persoalan perkembangan dunia teknologi.
“Keinginan dari tokoh-tokoh Baduy agar pemerintah itu menjadikan wilayah Baduy sebagai daerah blank spot. Supaya tidak dimanfaatkan oleh anak-anak mereka untuk bermedsos, itu salah satu solusi yang saya kira bisa tepat guna tepat sasaran,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kominfo Kabupaten Lebak Doddy Irawan mengatakan, bahwa ketentuan mengenai penetapan blank spot sendiri ranah kebijakannya ada di Pemerintah Pusat, hal itu sesuai dengan UU Nomor 23 tahun 2014 bahwa urusan yang tidak di kongkurenkan pusat ke daerah adalah tentang Pos dan Telekomunikasi.
“Namun tidak apa, kalau ada surat ajuan blank spot, kami akan bantu usulkan dan fasilitasi ke Pemerintah Pusat. Asalkan ada tanda tangan dari tetua adatnya saja,” ucap Doddy.
Ia mengungkapkan, jika dirinya tidak menepis fakta bahwa sudah banyak warga Kanekes yang sudah melek terhadap teknologi dan bermain media sosial. Menurutnya, perkembangan teknologi sendiri membawa berbagai dampak baik dan buruknya.
“Dengan penggunaan media sosial oleh masyarakat Baduy untuk sarana pemasaran berbagai kerajinan tangan dan hasil bumi mereka yang tentunya hal tersebut dapat berdampak baik bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat Baduy. Namun, perkembangan teknologi tentunya akan berdampak pada budaya,” ujarnya.
Dodi menambahkan, bahwa pengguna internet kembali kepada perorangannya, namun butuh pendampingan akan budaya Baduy itu sendiri. Karena, dengan media sosial warga Baduy bisa melihat budaya lain.
“Jadi semua ada plus minusnya di sana,” katanya. (San/Red)