SERANG – Pembangunan ruko awning baru di sekitar Stadion Maulana Yusuf Ciceri, Kota Serang, berpotensi disegel setelah terjadi miskomunikasi antara pedagang dan pihak terkait. Ketua DPRD Kota Serang, Budi Rustandi, mengungkapkan masalah ini setelah menerima keluhan dari para pedagang di ruang rapat kerjanya, Senin (25/9/2023).
Budi Rustandi menjelaskan dalam pertemuan audiensi dengan para pedagang Stadion MY, terungkap bahwa terjadi miskomunikasi karena pedagang mendengar informasi dari pihak ketiga tentang adanya perjanjian kerjasama yang sebenarnya tidak ada. Kadisporapar Kota Serang, Sarnata, juga tidak memberikan izin untuk pembangunan tersebut, dan tahapan-tahapan yang diperlukan belum dilaksanakan sesuai peraturan yang berlaku di Indonesia.
Dalam upaya untuk mengatasi masalah ini, Budi Rustandi menyatakan niatnya untuk mengikuti prosedur hukum yang berlaku. Pembangunan ruko awning yang sedang berlangsung akan diperiksa dan jika perlu, akan dilakukan police line untuk menghentikannya.
Ia juga mengingatkan pihak terkait untuk tidak mengabaikan aturan hukum, karena melanggar undang-undang dalam proses pembangunan dapat berakibat hukuman pidana.
“Insyaallah dalam waktu seminggu ini, kita tahapannya bagaimana itu pembangunan ruko awning yang sedang berjalalan itu bisa terpolice line. Tidak boleh ada lagi pembangunan,” ujarnya.
Dan pihaknya juga berencana melibatkan kepolisian dan kejaksaan untuk memastikan penegakan hukum yang tepat sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Kadisporapar Kota Serang, Sarnata mendukung langkah-langkah yang diambil untuk menyelesaikan masalah ini dengan baik. Ia berharap agar tidak ada lagi miskomunikasi antara pihak Disporapar dan para pedagang. Saat ini, mekanisme dan prosedur yang diperlukan untuk pembangunan awning belum terpenuhi, sehingga tindakan police line akan segera dilakukan.
Sarnata juga menanggapi klaim pedagang yang diminta membayar 12 juta sebagai pungutan. Ia menyatakan bahwa pihaknya tidak mengetahui asal muasal angka tersebut, dan pihak Disporapar tidak pernah menghitung jumlah yang harus dibayarkan oleh pedagang.
“Kalau 12 juta itu dari mana, kita juga tidak tahu ada angka 12 juta. Saya saja disparpora angka 12 juta itu tak mengetahui hal itu. Pungutan itu disparpora tidak tahu, pure tidak tahu,” ujarnya.
Rian Supriyadi, salah satu kordinator pedagang, mengungkapkan kekhawatiran dari komunitas pedagang terkait rencana revitalisasi awning yang awalnya diinisiasi oleh Disporapar, namun dibatalkan oleh kadisnya di tengah jalan.
“Pedagang merasa khawatir, tetapi kami berharap agar pemerintah menjalankan kewajibannya dalam pembangunan ini. Munculnya pengusaha yang menawarkan perjanjian kerja sama dan pungutan 12 juta serta biaya sewa awning selama 5 tahun dan 300 ribu per bulan juga menjadi perdebatan, belum jelas,” ujarnya. (Dhe/Red)