Beranda Opini Pekerja Komuter Banten Pada Masa Pandemi Covid-19

Pekerja Komuter Banten Pada Masa Pandemi Covid-19

Suhandi, Fungsional Statistisi BPS Provinsi Banten

Oleh: Suhandi, Fungsional Statistisi BPS Provinsi Banten

 

Mobilitas ulang-alik atau lebih sering disebut komuter merupakan fenomena sosial, ekonomi dan geografi. Adanya hubungan spasial antara tempat bekerja dan tempat tinggal pada waktu tertentu merupakan bagian dari mobilitas ulang alik. Keputusan individu pekerja untuk melakukan menjadi pekerja komuter selain karena tingkat kesempatan kerja dan upah yang tinggi juga karena faktor keluarga. Mobilitas ulang alik terjadi karena adanya perbedaan pengahasilan riil, kesempatan kerja dan ketersediaan infrastruktur, dan adanya campur tangan pemerintah menetapkan upah minimum di sektor industri, serta kurang investasi di sektor pertanian.

Definisi ulang-alik/komuter

Menurut Wikipedia, komuter (berasal dari bahasa Inggris Commuter; dalam bahasa Indonesia juga disebut penglaju atau penglajo) adalah seseorang yang bepergian ke suatu kota untuk bekerja dan kembali ke kota tempat tinggalnya setiap hari, biasanya dari tempat tinggal yang cukup jauh dari tempat bekerjanya.

Badan Pusat Statistik (BPS) mendefinisikan mobilitas penduduk berdasarkan dua dimensi, yakni dimensi ruang (space) dan dimensi waktu (time). Pada dimensi ruang biasanya digunakan batas wilayah administratif sehingga batas wilayah perpindahan bervariasi mulai dari negara, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, bahkan juga desa/kelurahan. Yang dimaksud dengan komuter adalah seseorang yang melakukan suatu kegiatan bekerja/sekolah/kursus di luar kabupaten/kota tempat tinggal dan secara rutin pergi dan pulang (PP) ke tempat tinggalnya pada hari yang sama.

Mobilitas ulang-alik atau komuter banyak dilakukan oleh penduduk Provinsi Banten. Banyak pekerja yang tinggal di Tangerang Raya mengandalkan mata pencahariannya di Jakarta dan sekitarnya. Kota Serang sebagai ibukota Provinsi Banten juga menjadi tempat para pekerja komuter terutama mereka yang bekerja sebagai aparat sipil negara (ASN) di kawasan pusat pemerintahan Provinsi Banten. Industri yang berkembang pesat di Tangerang Raya, Kabupaten Serang dan Kota Cilegon juga menjadi tujuan para komuter.

Faktor geografis yang terjangkau antar kabupaten/kota di Banten memudahkan pekerja untuk mobilitas antara tempat kerja dan tempat tinggal setiap hari.  Selain itu, penduduk yang tinggal di perdesaan mencari kesempatan kerja ke daerah-daerah industri untuk memperoleh pendapatan yang lebih tinggi. Perkembangan pemukiman yang masif di Provinsi Banten menjadi pilihan penduduk untuk pindah tempat tinggal walaupun agak jauh dari tempat bekerja.

Mereka yang bekerja sebagai komuter akan berdampak kepada beberapa hal, seperti kesehatan dan konsumsi atau pengeluaran. Beberapa penelitian menjelaskan bahwa pekerja komuter cenderung memiliki tingkat stres yang lebih tinggi, kelelahan dan kurang tidur. Selain itu, waktu untuk bersama keluarga semakin berkurang sehingga bisa mempengaruhi keharmonisan keluarga.

Studi lainnya menemukan bahwa durasi komuting berisiko lebih tinggi pada kesehatan apabila komuter menggunakan mobil pribadi dibandingkan transportasi publik. Pengguna mobil memiliki status kesehatan dan kepuasan hidup lebih rendah serta IMT (Indeks Massa Tubuh) lebih tinggi dibandingkan pengguna transportasi publik (Künn‐Nelen, 2016). Pekerja komuter juga berpotensi terkena paparan Particulate Matter (PM) dan Ultrafine Particles (UFPs) (Knibbs, ColeHunter, & Morawska, 2011; Zuurbier et al., 2010), gangguan saluran pernafasan karena polusi udara (Zuurbier et al., 2011). Polusi udara menghasilkan polutan termasuk particulate matter (PM), carbon monoxide (CO), nitrogen dioxide (NO2), volatile organic compounds (VOCs), dan polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs)(Han & Naeher, 2006).

Jarak tempuh akan berbanding lurus dengan pengeluaran transportasi. Semakin jauh lokasi tempat kerja akan semakin tinggi biaya transportasinya. Belum lagi, pekerja komuter harus mengeluarkan biaya makan plus jajan. Secara otomatis, pekerja yang ulang alik akan mengkondisikan pendapatannya untuk dialokasikan kedalam biaya transportasi sehingga  mengurangi pos-pos pengeluaran rumah tangga lainnya.

Profil Pekerja Komuter

Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2020, Hanya 10,85 persen pekerja di Provinsi Banten yang menjadi pekerja komuter atau ulang-alik atau penglaju. Pekerja komuter yang tinggal di Tangerang Raya mendominasi pekerja komuter di Provinsi Banten, sekitar 84,3 persen. Angka komuter yang tertinggi adalah Tangerang Selatan, 20,75 persen, Kota Tangerang 20,57 persen, Kota Serang 14,75 persen dan Kabupaten Tangerang 8,63 persen.

DKI Jakarta masih memiliki daya tarik orang untuk mengadu nasib termasuk bagi pekerja komuter Banten. Berdasarkan hasil survei, dari seluruh pekerja komuter yang tinggal di Provinsi Banten, 55 persennya bekerja di DKI Jakarta. Mereka yang bekerja di DKI Jakarta didominasi oleh pekerja yang tinggal di Kota Tangerang, Tangerang Selatan dan Kabupaten Tangerang. Pekerja yang bekerja di kabupaten/kota di Provinsi Banten namun tinggal di kabupaten/kota yang berbeda sebanyak 42,5 persen. Mereka menjadi pekerja komuter namun masih di dalam provinsi yang sama. 2,5 persen sisanya bekerja ulang-alik ke wilayah Jawa Barat.

Terdapat 11,8 persen pekerja laki-laki yang menjadi pekerja komuter, sementara itu pekerja perempuan hanya 9,1 persen. Perbedaan probabilitas ulang alik antara perempuan dan laki-laki secara umum berkaitan dengan peran perempuan dalam keluarga yang menurut pendekatan tradisional adalah mengurus rumah tangga sedangkan laki-laki bertanggung jawab mencari nafkah. Peran perempuan dalam keluarga ini menyebabkan perempuan cenderung memilih bekerja di daerah tempat tinggal dan perempuan melakukan ulang-alik jarak pendek.

Pekerja komuter didominasi oleh pekerja yang berusia muda. persentase pekerja komuter yang berusia 40 tahun kebawah sebesar 13,1 persen sedangkan yang berusia lebih dari 40 tahun hanya 8,2 persen. Jarak yang sedikit lebih jauh ditempuh oleh pekerja dan kondisi jalan yang ‘sibuk’ bahkan cenderung macet merupakan kendala yang harus dihadapi. Oleh karena itu, stamina yang cukup baik harus dimiliki oleh pekerja komuter. Wajar jika pekerja komuter yang berusia muda, dibawah 40 tahun, memiliki persentase yang lebih tinggi dibandingkan pekerja di atas usia 40 tahun.

Penduduk yang berpendidikan tinggi biasanya akan mencari pekerjaan yang sesuai dengan ijasah yang dimiliki walaupun lokasinya jauh dari tempat tinggal. Tidak hanya pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan, besarnya pendapatanpun menjadi target mereka. Pekerja yang berpendidikan tinggi (SMA keatas) 18,1 persen menjadi pekerja komuter dan yang berpendidikan rendah hanya 4,1 persen.

Seiring dengan pendidikan bahwa pekerja komuter mengharapkan pendapatan yang lebih tinggi. Jarak yang lebih jauh ditempuh dan waktu yang lebih lama harus diimbangi oleh tingginya pendapatan. 20,5 persen pekerja berpendapatan tinggi atau diatas rata-rata menjadi pekerja komuter dan hanya 3,7 persen yang berpendapatan dibawah rata-rata. Pendapatan tinggi ini sebagian besar juga digunakan untuk mencukupi kebutuhan biaya transportasi dan konsumsi sehari-hari di tempat kerja.

19 persen pekerja di sektor formal menjadi pekerja komuter sedangkan yang bekerja di sektor informal hanya 2,5 persen. Mayoritas pekerja sektor formal adalah buruh/karyawan/pegawai yang memperoleh upah/gaji/rutin baik berupa uang maupun barang. Dilihat dari jam kerja, pekerja yang bekerja di atas jam kerja normal 12,8 persennya sebagai komuter. Mereka yang bekerja dengan jam kerja lebih rendah hanya 6,6 persen yang menjadi pekerja komuter.

Beberapa hal yang bisa disimpulkan lainnya adalah bahwa pekerja yang tinggal di daerah perkotaan memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk menjadi pekerja komuter daripada yang tinggal di perdesaan. Pekerja berstatus kepala rumah tangga memiliki peluang yang sedikit lebih rendah untuk menjadi komuter dibandingkan bukan kepala rumah tangga. Mereka yang belum menikah memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk menjadi komuter dibandingkan yang berstatus kawin atau cerai.

Covid-19 berlalulah!

Pergerakan pekerja komuter ini sangat terpengaruh oleh pandemi covid-19. Dibatasinya pergerakan moda transportasi antar wilayah membatasi juga pergerakan pekerja komuter. Mereka rentan untuk tertular covid-19 pada saat berkendaraan umum. Perusahaan yang tutup juga berimbas pada sebagian pekerja komuter. Sebagian dari mereka juga terkena pengurangan jam kerja dan sebagian yang lain dirumahkan atau ada juga yang bekerja dari rumah (Work from home).

Yang menjadi harapan dari pekerja komuter adalah beroperasinya kendaraan-kendaraan umum seperti biasa dan berkurangnya kemacetan. Ditambah dengan proteksi yang tinggi pada setiap kendaraan umum agar meminimalisir penularan virus corona. Keinginan lainnya adalah agar covid 19 cepat berlalu dari Bumi Indonesia dan ekonomi bisa bangkit kearah yang lebih baik. Tidak ada lagi pekerja yang diPHK atau dirumahkan dan tidak ada lagi perusahaan yang tutup. Jika saja segalanya membaik maka melakukan pekerjaan ulang-alikpun akan lebih nikmat untuk dijalani. Aamiin.

(***)

 

 

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News