SERANG – Beberapa pihak dinilai bertanggung jawab atas kasus korupsi dana hibah kepada pondok pesantren di Banten tahun 2018 dan 2020. Hal tersebut secara eksplisit tertuang dalam amar putusan hakim Pengadilan Negeri Serang.
Salinan putusan PN Serang Nomor: 21/Pid.Sus-TPK/2021/PN Srg, di halaman 495 dari 508 halaman menyebutkan secara eksplisit para pihak yang dinilai punya andil atas terjadinya korupsi. “Menimbang bahwa Majelis Hakim berpendapat untuk sempurnanya penyelesaian perkara Pemberian Hibah Uang pada Biro Kesra TA 2018 dan TA 2020, maka ada pihak lain yang harus dimintakan pertanggungjawabannya, yaitu Pihak dari Tim TAPD Provinsi Banten dan Pihak BPKAD selaku PPKD yang menjabat saat itu,” demikian petikan putusan.
Lebih lanjut, masih dalam putusan yang sama, Pihak FSPP sebagai Penerima Hibah Uang TA 2018. Demikian juga untuk Kegiatan Pemberian Hibah Uang pada Biro Kesra TA 2020 ada pihak lain yang harus dimintakan pertanggungjawabannya yaitu 172 Pondok Pesantren yang tidak memenuhi syarat sebagai Penerima Hibah Uang tetapi telah menerima Hibah Uang, serta Sdr. Dicky Herdiansyah selalu inisiator pemotongan uang 8 (delapan) Pondok Pesantren yang dilakukan oleh Terdakwa III Epieh Saepudin.
Direktur Eksekutif Aliansi Independen Peduli Publik (Alipp) Uday Suhada menilai Kuasa Hukum FSPP kurang teliti dalam membaca hasil putusan. “Sepertinya pengacaranya harus banyak baca lagi. Amar putusan sejak di PN dan dikuatkan oleh PT di tingkat Banding, dinyatakan bahwa FSPP adalah salah satu pihak yg harus turut bertanggung jawab secara hukum,” kata Uday, Jumat (27/1/2023).
Ia menambahkan, pada amar putusan MA Nomor: 5656 K/Pid.Sus/2022 tegas eksplisit, “Total perhitungan kerugian negara dalam pemberian hibah tahun 2018 adalah sejumlah Rp 14,1 miliar menjadi beban dan tanggung jawab FSPP dalam pengembaliannya,” bunyi amar putusan MA.
“Jadi menurut saya bantahan itu sangat keliru. Kalau pihak Pengurus FSPP menghormati putusan MA, maka mereka wajib segera mengembalikan kerugian keuangan negara sebesar Rp14,1 milyar, sebagaimana amar putusan MA. Jika tidak, ya mereka harus mempertanggungjawabkan perbuatan itu di muka hukum. Agar rasa keadilan di tengah masyarakat terlahir,” tandas Uday.
Lebih jauh Uday berharap, Kepala Kejaksaan Tinggi Banten yang baru Didik Farkhan segera menindaklanjuti persoalan tersebut. “Kasus hibah ponpes jilid II. Siapapun yang terlibat memangsa uang rakyat, wajib bertanggung jawab. Tidak boleh ada tebang pilih. Apalagi korbannya adalah Pondok Pesantren se Banten,” ujarnya.
Sebelumnya, Forum Silaturahim Pondok Pesantren (FSPP) Provinsi Banten meminta agar kasus korupsi hibah pondok pesantren tidak menjadi manuver politik sebagian pihak.
FSPP juga menilai ada pihak-pihak yang sengaja menyudutkan FSPP sebagai lembaga. Kuasa Hukum FSPP Provinsi Banten dari LKBH Sinar Madani Banten yang disampaikan oleh Wahyudi dan Rahmat Hidayat membantah adanya putusan kasasi yang membebankan gantu rugi keuangan negara akibat kasus korupsi kepada FSPP.
Putusan Pengadilan Negeri Serang sampai tingkat Kasasi Mahkamah Agung, tidak terdapat satupun frasa dalam amar putusan, yang menyatakan bahwa FSPP Provinsi Banten diperintahkan oleh Majelis Hakim untuk pengembalian dana hibah yang menjadi kerugian dalam objek perkara,” jelasnya.
Ia menambahkan, putusan pengadilan menjatuhkan sanksi pidana dan pertanggung jawabannya hanya kepada para terdakwa secara individu yakni mantan Biro Kesra Provinsi Banten Irvan Santoso dan Ketua Tim Evaluasi dan Verifikasi penyaluran hibah ponpes, Toton Suriawinata.
“FSPP Provinsi Banten sebagai lembaga, menghormati putusan Pengadilan dan mendukung penegakan hukum yang berkeadilan. Bahwa FSPP Provinsi Banten merupakan Forum yang terdiri dari para Pengelola dan Pimpinan Pondok Pesantren adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan mulia dalam mengembangkan kemajuan Pendidikan yang berdasarkan nilai-nilai keagamaan kepada masyarakat Banten. (You/Red)