SERANG – Masa pandemi Corona berpotensi meningkatkan angka gizi buruk di Kota Serang. Jumlah kasus gizi buruk di Ibukota Provinsi Banten ini tercatat mengalami peningkatan hingga 100 persen pada 2019 lalu meskipun saat itu belum ada pandemi Corona.
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat (Kesmas) pada Dinas Kesehatab (Dinkes) Kota Serang Lenny Suryani menyebut, angka gizi buruk saat ini belum bisa diketahui pastinya karena kegiatan penimbangan bayi telah dihentikan Mei lalu. Pengehentian kegiatan penimbangan bayi ini sangat penting untuk memantau kesehatan bayi, namun terhenti karena adanya pandemi.
“Masa pandemi ini bisa meningkatkan jumlah gizi buruk karena kita lihat banyak orang di-PHK, dirumahkan jadi mempengaruhi perekonomian. Kalau perekonomian menurun maka daya beli juga menurun dan dikhawatirkan mempengaruhi kemampuan untuk membeli makanan bergizi,” kata Lenny Suryani, Rabu (10/6/2020).
Menurutnya, data terakhir gizi buruk di Kota Serang menunjukkan adanya 125 kasus pada periode Januari-Februari, sementara pada Maret-April mencatatkan 83 kasus. “Gizi buruk terakhir datanya ada 83 anak dan ini belum angka final karena datanya terhenti karena penimbangan dihentikan,” ungkapnya.
Kekhawatiran meningkatnya gizi buruk di Kota Serang juga disertai kemungkinan anak-anak dengan gizi buruk ini terkena wabah Covid-19. Hal ini karena anak-anak dengan gizi buruk memiliki daya tahan tubuh yang tidak baik.
“Untuk terpapar Covid-19 dengan daya tahan tubuh yang menurun tentu saja bisa terkena. Tapi karena mayoritas masyarakat yang terkena gizi buruk ini kebanyakan tidak pergi atau bekerja di daerah berisiko atau aktivitas hanya di tempatnya saja jadi risikonya lebih rendah,” ungkapnya.
Hingga kini Lenny menyebut kecamatan terbanyak kasus gizi buruk tetap di wilayah Kecamatan Kasemen. Dinas Kesehatan disebutnya meskipun masih menghentikan layanan Posyandu bagi ibu dan anak, tapi kegiatan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) tetap berjalan.
“Meskipun Posyandu disetop sementara selama Covid-19, tapi intervensi kita untuk anak dengan gizi buruk tetap dilakukan dengan melakukan kunjungan rumah untuk memberi PMT. Bagi ibu hamil juga tetap kita berikan tablet tambah darahnya di Puskesmas,” ucapnya.
Lenny menyebut untuk mengentaskan masalah gizi buruk hanya bisa dilakukan melalui komitmen bersama dalam berbagai sektor. “Kalau kita mau menyelesaikan masalah gizi buruk ini sebenarnya harus lintas sektor, semuanya bergerak jadi tidak hanya Dinkes saja,” ujarnya. (Dhe/Red)