SERANG – Polemik pemagaran laut sepanjang 30,16 kilometer di perairan Tangerang, Banten, terus bergulir. Pemerintah terlihat lamban mengatisipasi terjadinya benturan antara warga dengan korporasi. Hal ini menjadi noda hitam bagi kepastian investasi di Indonesia khususnya Banten.
Direktur Eksekutif Gerilya Institute, Subkhan AS, mengatakan, polemik pemagaran laut disebabkan oleh lemahnya peran pemerintah dalam memberikan kepastian investasi. Hal ini, bukan hanya terjadi di Banten, namun kerap terjadi dihampir seluruh wilayah Indonesia.
Ketersediaan lahan masih menjadi soal utama. Permasalahan yang paling sering dihadapi investor adalah kebijakan yang berubah-ubah dari masalah perizinan, terutama kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang (KKPR), izin mendirikan bangunan (IMB), dan izin lingkungan.
“Untuk polemik pemagaran laut di Tangerang, Banten, pemicu utama adalah lemahnya pemerintah,” cetusnya.
Menurut dia, seharusnya Pemerintah Kabupaten Tangerang, Pemprov Banten dan Pemerintah Pusat berkordinasi sejak dari awal, membuat kajian analisis secara komprehensif terkait dampak lingkungan yang kedepankan keadilan. Sehingga, segala perizinan kegiatan investasi yang membentuk korporasi nantinya dapat tumbuh kembang bersama masyarakat.
“Pemerintah lemah dalam melakukan koordinasi hingga pengawasan. Seharusnya sebelum keluarkan perizinan dan pengelolaan, Pemprov Banten mendengarkan kajian dari Pemkab Tangerang sebagai pemilik teritori wilayah terkait dampak lingkungan terhadap warganya. Sedangkan pemerintah pusat, wajib melakukan pengawasan dan kaijan sebelum mendorongnya sebagai Projek Strategis Nasional (PSN),” jelasnya
Akibat tidak konsistennya pemerintah karena buruknya lintas koordinasi, membuka celah untuk main mata antara korporasi dengan oknum pemerintah berwenang. Hal-hal inilah yang kemudian memunculkan benturan dilapangan.
“Karena sering berubah-ubahnya aturan dan korporasi dituntut harus menjalankan kegiatan usahanya sesuai dengan target yang disepakati oleh investor, maka terjadilah main mata antara korporasi dengan oknum pejabat berwenang. Ini sudah menjadi rahasia umum,” ungkapnya.
Subkhan menilai, jika kondisi ini terus terjadi, maka tidak menutup kemungkinan Indonesia akan dianggap sebagai salah satu negara yang tidak dapat memberikan kepastian investasi, terlebih di 2025 ini pemerintah menargetkan investasi sebesar Rp 1.905 triliun.
“Investasi dalam pembangunan ekonomi nasional berkelanjutan sangat diperlukan. Harusnya investasi menjadi jalan keluar meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun jika tidak dikelola dengan baik, banyaknya aturan yang ditabrak karena regulasi yang tidak konsisten serta munculnya oknum pemburu rente. Maka investasi hanya akan menjadi petaka bagi masyarakat,” ucapnya.
Akibatnya, benturan antara korporasi dengan rakyat pun menjadi tidak terhindarkan. Sebab itu, penting bagi pemerintan Prabowo-Gibran untuk membenahi koordinasi antara Pemkab/kota, Pemprov dan Pemerintah Pusat serta konsisten dalam membuat dan menjalankan regulasi.
“Jika tidak dibenahi, maka pemerintah adalah penyebab utama benturan antara korporasi dan masyarakat,” pungkasnya.
Tim Redaksi