SERANG – Direktorat Reserse Kriminal umum (Ditreskrimum) Polda Banten membongkar sindikat jual beli tanah. Kasus mafia tanah milik warga tersebut melibatkan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bertugas di Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Serang.
Dirreskrimum Polda Banten Kombes Pol Martri Sonny melalui Kabid Humas Polda Banten Kombes Pol Edy Sumardi menjelaskan terbongkarnya kasus jual beli tanah milik warga tersebut bermula laporan warga bernama Afifah yang memiliki tanah seluas 2.000 meter di blok 001 Desa Sidangsari, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Serang.
Kasus bermula saat tahun 2019 pelaku berinisial HS (49) warga Sukajadi, Curug, Kota Serang menyerahkan blangko akta jual beli tanah lama yang sudah tidak dipergunakan kepada tersangka JJS (46) seorang ASN di Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Serang untuk proses administrasi.
Tersangka HS memberikan duit pelicin sebesar Rp20 juta yang dititipkan kepada LJ (61) warga Pabuaran Kabupaten Serang. Duit Rp15 juta masuk kantong JJS, selaku staf kecamatan, dan Rp5 juta mampir ke kantong LJ selaku perantara.
Dalam blangko Akta Jual Beli (AJB) yang diserahkan pelaku HS kepada JJS terdapat tanda tangan palsu atas nama pemilik Afifah. “Diduga ada pemalsuan tanda tangan pemilik lahan seolah menjual kepada tersangka HS,” kata Dirreskrimum Polda Banten Kombes Pol Martri Sonny melalui Kabid Humas Polda Banten Kombes Pol Edy Sumardi, Jumat (19/2/2021).
Tersangka HS dan LJ sebelumnya berupaya menghubungi korban Afifah. Namun entah bagaimana caranya tersangka HS kemudian memegang AJB atas nama almarhum Sahlan yang merupakan suami Afifah. “Korban merasa dirugikan Rp1,3 miliar,” katanya.
Ketiga tersangka yang diduga bermufakat jahat kemudian dilaporkan kepada pihak Satgas Mafia Tanah Polda Banten. Polisi kemudian melakukan penyelidikan selama kurang lebih 8 bulan untuk membongkar kejahatan terselubung tersebut.
Setelah melakukan gelar perkara dan menghadirkan saksi-saksi, polisi menetapkan tiga tersangka yakni HS, LJ dan ASN berinisial JJS selaku staf Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Serang.
Tersangka JJS diancam dengan Pasal 263 ayat 1 Jo 264 KUHPidana. Tersangka HA diancam Pasal 263 ayat 2 KUHPidana dan tersangka LJ diancam Pasal 263 jo 55 KHUPidana. “Ancaman hukuman 6 tahun penjara,” ujarnya.
Tersangka JJS tidak ditahan karena masih menjalani tugas sebagai staf kecamatan. “Statusya PNS jelas kantornya dan hanya dikenai wajib lapor seminggu 2 kali,” ujar Dirreskrimum. (You/red)