SERANG – Ramadan bukan sekadar bulan suci bagi umat Islam, tetapi juga menjadi ruang bagi tradisi dan budaya yang diwariskan turun-temurun.
Di Kampung Kilasah 3, Kecamatan Kasemen, Kota Serang, suasana malam Ramadan terasa syahdu dengan lantunan ayat-ayat suci dan pembahasan kitab kuning yang menggema dari sudut ke sudut kampung.
Salah satu ustaz pengampu majelis pengajian, Sabihis, mengenang bagaimana tradisi ini telah hidup sejak ia masih belia. Keragaman nilai keagamaan yang diajarkan dalam setiap pembahasan kitab, menjadi dorongan kuat untuk terus memupuk keimanan dalam lini spritual.
“Ini dari saya kecil sudah ada, dan ini biasanya disebut ngaji pasaran. Di kampung ini (Kilasah) ada lima sampai enam majelis yang mengadakan kegiatan pengajian kitab ini, setiap gang ada,” tuturnya kepada BantenNews.co.id, Selasa (4/3/2025).
Dikatakannya, ngaji pasaran bukan sekadar rutinitas, melainkan jembatan ilmu yang menghubungkan para santri dengan pemahaman keislaman yang lebih dalam. Para pemuda yang pulang dari pondok pesantren turut serta menyebarkan ilmu, meneruskan estafet dakwah yang telah lama tertanam di kampung mereka.
“Ini biasanya dilakukan oleh remaja atau pemuda setempat yang selesai menimba ilmu di pondok pesantren dan pulang lalu mengadakan kembali pengajian seperti ini, jadi sampai sekarang masih lestari dan masih dikembangkan,” paparnya.
Malam-malam di kampung Kilasah dihiasi dengan cahaya ilmu. Setiap pukul 21.00 hingga 23.00 WIB, para santri dan pemuda dari berbagai usia, mulai dari 12 tahun hingga dewasa, berkumpul dalam majelis ilmu. Suara mereka berpadu, membaca dan mengkaji kitab kuning, menyelami hikmah yang terkandung di dalamnya.
“Pengajian seperti ini juga biasanya dilakukan setelah waktu salat, ada lima kali dalam sehari dan itu biasanya dilakukan di pondok pesantren, tetapi di sini kita mulai dari jam 9 malam sampai jam 11 malam,” jelas Sabihis.
Tak ada keterpaksaan dalam memilih kitab yang dikaji. Segalanya disesuaikan dengan kebutuhan dan minat santri serta warga yang hadir. “Untuk pembahasan kitabnya, kita macam-macam, biasanya disesuaikan dengan keinginan dan kebutuhan dari santri dan masyarakat yang ikut hadir dalam pengajian,” paparnya.
Tak hanya selepas Isya, menjelang berbuka pun ada lantunan doa yang menghiasi senja. “Ada juga yang dilakukan menjelang buka puasa, itu Dalail Khoirot, mulai dari jam 5 sore, biasanya bacanya itu Dalail dan shalawat,” tuturnya.
Tahun ini, kata ustadz Sabihis, kitab yang menjadi bahan kajian adalah Dardir, yang mengupas kisah perjalanan Isra Mi’raj. Melalui lembaran-lembaran kitab kuning, para santri diajak menyelami jejak sejarah perjalanan Nabi Muhammad SAW, memahami makna spiritual di balik peristiwa agung itu.
“Kegiatan seperti ini terus dilakukan dan dilestarikan untuk mewariskan dan terus menanamkan nilai religi dalam kehidupan sehari-hari. Selain meneruskan perjuangan ulama terdahulu, ini juga sebagai bentuk pendidikan agama yang dilakukan oleh orang-orang yang telah menimba ilmu di pondok pesantren,” tukas Sabihis.
Bagi Hikmat, salah satu pemuda yang turut serta dalam pengajian ini, Ngaji Pasaran bukan sekadar tradisi, tetapi bagian dari denyut kehidupan Ramadan di kampungnya.
“Sering, dan di sini (pengajian pasaran kitab kuning) selalu dilakukan tiap tahunnya,” ujarnya penuh semangat.
Ia berharap tradisi ini terus hidup dan semakin berkembang. “Ya mudah-mudahan seperti ini terus banyak dilakukan karena penting untuk mendidik anak-anak dan kita sebagai remaja atau warga juga penting memahami dan memaknai lebih dalam tentang syariat dan ajaran Islam lebih mendalam,” tandasnya.
Di antara temaram lampu-lampu kampung dan udara malam yang sejuk, para santri dan pemuda Kilasah tetap khusyuk mengaji, menjaga warisan ilmu yang telah turun-temurun, merawat cahaya keislaman agar tak redup di tengah zaman.
Penulis : Rasyid
Editor : TB Ahmad Fauzi